Debat dengan Adik

Saya memperhatikan cara (calon) adik Ipar saya menerangkan mengenai penyakit kuning. Sabar dan bertahap. Berbeda sekali dengan adik saya yang hanya beda satu tahun dengan saya. Ampun deh kalau saya tanyakan sesuatu, "Maassa loe gak ngerti ini deh, payah banget deh. Bego banget. Malu gue!"

Sakit hati? Tentu saja tidak. Hehe saya ini gengsinya ampun-ampun, semakin dibilangin bego, semakin pengen ngebuktiin kalau 'saya gak bego'. Hahaha...

Meski saya guru yang bisa dibilang baik dan penyabar. Kalau lagi berdebat dengan adik saya, keluarlah sedikit (atau cukup banyak) caci maki. Sampai orang lain yang mendengar akan sedikti terheran-heran. Ini si Puti yang biasanya tutur bahasanya halus (Ciee... Ehem.. ehem..) kok bisa keluar bahasa memaki?

Tapi lucunya adik saya berkata bahwa diskusi/debat saya dan dia cukup konstruktif. Saya banyak berbeda pendapat dengan adik saya. Baik tentang matematika, tentang bagaimana perubahan sosial bisa terjadi, ekonomi, dan banyak lagi. Setiap sedang berdebat saya akan cari tahu lebih banyak lagi (saking gak mau kalahnya nih) dan adik saya akan melakukan hal yang sama. Akhirnya kami sama-sama membangun argumen masing-masing meskipun jarang sekali sampai kata sepakat. Intinya kami terus menerus mencari lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)