Posts

Showing posts from December, 2013

Pendidikan Seni di Kuba : Pendidikan Seni untuk Semua

Anita tinggal di Jakarta. Dia suka menari. Untuk menyalurkan hobinya dia mengikuti sanggar tari dan berlatih dua kali seminggu. Biaya yang harus dikeluarkannya untuk mengikuti sanggar adalah Rp 250.000,- per bulan. Harga tersebut tidak terlalu mahal dibandingkan tempat-tempat kurusus menari lainnya. Dengan harga tersebut dia sudah bisa berlatih dibimbing oleh seorang guru professional. Kini sudah 9 tahun Anita berlatih menari. Anita tahu bahwa dia bukanlah penari yang paling jago. Teman-temannya yang lain lebih lentur juga lebih lincah dalam menari. Terkadang Anita pun lupa gerakan dari tariannya. Pasti dia tidak akan jadi penari professional. Meskipun begitu, dia akan terus menari. Kalau bisa seumur hidupnya. Dengan begitu dia bisa terus menjaga kebugaran sekaligus bersenang-senang. Yang paling penting, dengan menari Anita merasa lebih hidup. Emosinya tersalurkan, ada tempat baginya untuk melepas pikiran dan berkonsentrasi pada alunan musik dan gerakan tubuh. Dengan menari, hatiny

Sebuah Kenangan Bersama (Almarhum) Mama : Mau Belajar Apa Liburan Ini?

Bagi kedua orang tuaku, termasuk bapak dan (almarhum) mamaku, pendidikan adalah nomor satu. Pendidikan di sini bukan hanya pendidikan formal yang terjadi di sekolah. Namun juga berbagai pendidikan lainnya termasuk pendidikan non-formal maupun informal yang diperoleh dengan berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.  Terkait pendidikan non-formal, masa liburan dianggap oleh mamaku sebagai kesempatan yang baik untuk mendidik anak-anaknya. Setiap liburan sekolah akan tiba, mama akan bertanya, “Apa hal baru yang mau kamu pelajari liburan ini?” Mamaku benar-benar menganggap pertanyaan ini serius. Jawabannya harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh. Intinya setelah berlibur, mamaku berharap kami anak-anaknya punya keterampilan atau pengetahuan baru. Kami, anak-anaknya bebas memberikan masukan terkait apa yang ingin kami pelajari. Misalnya saya pernah mengusulkan untuk belajar bahasa baru, belajar menyetir, belajar musik, atau menjelajahi tempat baru, dan sebagainya. Kalau

Belajar dari Beberapa 'Display' Karya Siswa BIS

Image
Belum lama ini saya bercerita tentang kunjungan saya ke Bandung International School (BIS). Tulisannya bisa dilihat di sini  http://www.mahkotalima.blogspot.com/2013/11/mempelajari-bagaimana-siswa-kelas-5-bis.html  . Saya ingin bercerita lebih banyak tentang kunjungan saya tersebut. Jadi, saya punya hobi kalau berkunjung ke suatu sekolah, saya sangat suka melihat-lihat display sekolah tersebut. Banyak yang bisa dipelajari dengan melihat berbagai karya yang ditempel di dinding sekolah. Saya bisa membayangkan hal-hal yang dikerjakan siswa selama di sekolah dan terinspirasi oleh berbagai kreativitas anak. Saya ingat kunjungan saya ke sekolah Sururon beberapa tahun yang lalu, yang dikelola oleh Sarikat Patani Pasundan. Letaknya di Garut. Meskipun saat itu sekolahnya masih sederhana. Tidak ada kursi, anak-anak belajar lesehat tapi saya ingat berbagai karya siswa ditempel di sekeliling dinding kelas. Karyanya sangat bervariasi. Di lain sisi, ada juga sekolah-sekolah yang pernah saya kunjung

Pernah Memberi Siswa Label Tertentu? Belum Tentu Tepat Loh!

Belum lama ini, dunia pendidikan sempat dibuat heboh karena Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhammad Nuh sempat membuat pernyataan berikut : "...siswa yang naik kelas tanpa remidi, dia sebut sebagai siswa KW (kualitas) 1. "Sedangkan yang lulus remidi itu KW 2 dan seterusnya." http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=204969 Istilah KW 1 dan KW 2 adalah label yang biasa digunakan oleh pedagang dalam menjajakan berbagai produk manufaktur. Kenapa Pak Nuh bisa menganalogikan siswa (manusia-manusia unik yang sedang dalam proses pertumbuhan menjadi manusia yang lebih baik) dengan berbagai istilah industri? Tapi kemudian, terlepas dari 'label ala industri' yang digunakan Pak Nuh untuk menggolongkan siswa, saya jadi berefleksi bahwa kadang guru, termasuk saya sering melabeli siswa dengan berbagai 'label' yang tidak tepat. Kadang kita melabeli siswa sebagai pemalas, tidak aktif, pemalu, pendiam, kurang cerdas. Padahal, belum tentu siswa-sisw

Perjalanan Ke Surabaya Yang Menakjubkan (Bagian 4) : Sharing tentang Barefoot College

Image
Tulisan ini merupakan lanjutan dari posting "Perjalanan Ke Surabaya Yang Menakjubkan (Bagian 3): Sharing di KNGB tentang Ketika Guru Mengaku Tidak Lebih Tahu" . Di KNGB 2013 saya memutuskan untuk berbagi juga mengenai Barefoot College , sebuah lembaga pendidikan di Rajastan, India. Karena tema yang saya sampaikan adalah mengenai 'Pendidikan Yang Menghargai Semua' maka ada beberapa prinsip dasar yang perlu disadari, diantaranya adalah bahwa guru harus percaya bahwa bila ada kesempatan, siswa bisa belajar apapun bila mereka mau. Selain itu, guru juga perlu percaya bahwa setiap siswa punya potensi, apapun latar belakang mereka. Tampaknya kedua prinsip ini dimiliki oleh orang-orang yang ada di Barefoot College . Di Barefoot College , para siswa yang awalnya buta huruf diberikan kepercayaan yang besar untuk belajar berbagai hal, termasuk yang selama ini hanya dipelajari oleh kelompok elit (mereka yang belajar di sekolah ataupun perguruan tinggi). Menurut saya, konsep