Kartu idul fitri dan ibu
(Almarhum) ibu saya selalu menyimpan semua karya anak-anaknya, tak terkecuali gambar yang hanya berupa corat-coret yang kubuat ketika usiaku masih sangat muda. Di rumah, ada file yang berisi karya saya lengkap semenjak usia saya 1 tahun hingga saya sekitar SMP.
Setiap tahun, gambar saya dan adik saya (yang hanya beda 1 tahun dari saya) akan dipilih untuk ditempelkan di sebuah kertas. Di sisa kertas, ibuku akan menulis, "Selamat Idul Fitri, dan nama seluruh keluargaku). Kertas tersebut akan difotokopi, dan dikirimkan sebagai kartu idul fitri kepada semua keluarga dan teman-teman yang tinggal berjauhan.
Pada tahun 80-an keluarga saya pernah ditolong oleh seseorang. Ibuku tak lupa mengirimkan 'kartu lebaran khas' tersebut ke orang tersebut, tentunya sebagai sarana menjalin silaturahmi dengannya.
Sore ini, di meja saya temukan fotokopi kartu idul fitri tersebut lengkap dengan fotokopi amplop, tempat kartu tersebut dimasukkan sebelum dikirimkan.
Ada gambar saya dan tanda tangan saya dengan huruf yang terbalik-terbalik. Nama saya yang seharusnya ditulis 'Dhitta' saya tuliskan sebagai 'Dtta' dengan satu huruf t yang terbalik. Adik saya menggambar orang yang sedang tengkurap sambil menyentuhkan kakinya di kepalanya, lucu sekali. Nama adik saya Dipo, tetapi di sana tertulis 'Dido'. Huruf p menjadi huruf d.
Dibelakangnya ada surat. Orang tersebut selalu menyimpan kartu idul fitri kiriman ibu saya (itu adalah fotokopi kartu idul fitri pertama yang dikirimkan ibu saya).
"Apa kabarnya anak-anak sekarang?
Pasti sudah besar," tulisnya.
Kata bapak saya, usia orang tersebut sudah 80 tahun. -a telah menyimpan kartu tersebut selama lebih 20 tahun. Sejak tahun 80-an ia belum pernah bertemu kembali dengan keluarga kami. Belum lama ini ia berkesempatan bertemu dengan bapak saya. Ia langsung mengingat kartu yang dikirimkan oleh ibu saya tersebut. Karenanyalah ia mengirimkan surat tersebut. Saya menatap fotokopi kartu lebaran tersebut sambil berulang-ulang membaca suratnya. Terkesima.
Setiap tahun, gambar saya dan adik saya (yang hanya beda 1 tahun dari saya) akan dipilih untuk ditempelkan di sebuah kertas. Di sisa kertas, ibuku akan menulis, "Selamat Idul Fitri, dan nama seluruh keluargaku). Kertas tersebut akan difotokopi, dan dikirimkan sebagai kartu idul fitri kepada semua keluarga dan teman-teman yang tinggal berjauhan.
Pada tahun 80-an keluarga saya pernah ditolong oleh seseorang. Ibuku tak lupa mengirimkan 'kartu lebaran khas' tersebut ke orang tersebut, tentunya sebagai sarana menjalin silaturahmi dengannya.
Sore ini, di meja saya temukan fotokopi kartu idul fitri tersebut lengkap dengan fotokopi amplop, tempat kartu tersebut dimasukkan sebelum dikirimkan.
Ada gambar saya dan tanda tangan saya dengan huruf yang terbalik-terbalik. Nama saya yang seharusnya ditulis 'Dhitta' saya tuliskan sebagai 'Dtta' dengan satu huruf t yang terbalik. Adik saya menggambar orang yang sedang tengkurap sambil menyentuhkan kakinya di kepalanya, lucu sekali. Nama adik saya Dipo, tetapi di sana tertulis 'Dido'. Huruf p menjadi huruf d.
Dibelakangnya ada surat. Orang tersebut selalu menyimpan kartu idul fitri kiriman ibu saya (itu adalah fotokopi kartu idul fitri pertama yang dikirimkan ibu saya).
"Apa kabarnya anak-anak sekarang?
Pasti sudah besar," tulisnya.
Kata bapak saya, usia orang tersebut sudah 80 tahun. -a telah menyimpan kartu tersebut selama lebih 20 tahun. Sejak tahun 80-an ia belum pernah bertemu kembali dengan keluarga kami. Belum lama ini ia berkesempatan bertemu dengan bapak saya. Ia langsung mengingat kartu yang dikirimkan oleh ibu saya tersebut. Karenanyalah ia mengirimkan surat tersebut. Saya menatap fotokopi kartu lebaran tersebut sambil berulang-ulang membaca suratnya. Terkesima.
Comments