Menonton "The Teacher's Diary" dan Renungan Tentang Kekuatan Tulisan Seorang Guru

Semalam saya nonton film "The Teacher's Diary", atau dalam bahasa aslinya (bahasa Thai) berjudul "Khid Thueng Withaya", karya Nithiwat Tharaton. Kalau penasaran, trailernya bisa dilihat di :



Dalam beberapa aspek, film ini seperti kisah cinta yang cliche. Ada guru perempuan muda cantik bernama Ibu Ann yang mengajar di "sekolah kapal", di sebuah daerah terpencil, jauh  dari kota. Namun dia selalu galau memilih antara harus kembali ke kota, menikah dengan calon suaminya yang memintanya mengajar di sebuah sekolah besar di kota. Sekolah tempat Bu Ann mengajar merupakan sekolah kecil di atas kapal, di pinggir laut, dan hanya memiliki tujuh orang siswa. Meski calon suami Bu Ann adalah sesama guru, dia tidak memahami kenapa Bu Ann masih mau mengajar di sana. Untuk apa mengajar di tempat yang sulit diakses dan hanya memiliki tujuh orang siswa?

 Saat Bu Ann sempat memutuskan untuk kembali ke kota dan (hampir) menikah dengan pasangannya (yang ternyata punya pasangan lain). Guru pengganti yang bernama Pak Song juga sama galau-nya. Pasangannya yang tinggal di kota tak mengerti pilihannya untuk mengajar di daerah terpencil.

Namun, meski Bu Ann dan Pak Song mengajar di sekolah yang sama pada waktu yang berbeda, mereka dipersatukan oleh satu hal. Buku diary! Selama mengajar di sekolah kapal, Bu Ann selalu menuliskan diary tentang kesehariannya. Saat Bu Ann pindah ke kota, Pak Song membaca diary ini, dan tulisan Bu Ann menginsprasinya untuk menjadi guru yang lebih baik. Pak Song pun mengisi diary tersebut dengan kisah-kisahnya sebagai guru. Pak Song sempat kembali ke kota karena suatu alasan. Saat itulah Bu Ann kembali ke sekolah kapal dan menemukan diary yang telah diisi oleh Pak Song. Seperti bagaimana Bu Ann menginspirasi Pak Song melalui tulisannya, tulisan Pak Song juga menginspirasi Bu Ann. Katanya, "Pak Song mengingatkan saya mengenai alasan pertama saya untuk menjadi guru."

Yang menarik adalah bahwa pada dasarnya Bu Ann dan Pak Song adalah dua guru yang kepribadian dan kompetensinya pun berbeda satu sama lain. Bu Ann pada dasarnya adalah pemberontak. Dia pernah ditolak mengajar di sebuah sekolah karena tangannya bertato. Tato bergambar bintang. Meskipun begitu, hatinya baik, orangnya hangat, berani, berdedikasi, mandiri, cerdas, kreatif, dan benar-benar punya cita-cita mulia mencerdaskan siswa-siswanya. Katanya, "Saya tak menyangka tato bintang lima membawaku ke tempat sejauh ini."

Pak Song, sebenarnya lebih kaku dan kadang penakut. Waktu awal mengajar Pak Song sempat memarahi siswanya karena mereka berenang di laut sebelum jam pelajaran. Sebagai orang kota yang tidak terbiasa berenang di tengah laut, beliau ketakutan bahwa siswanya akan ada dalam bahaya. Yang Pak Song lupa adalah bahwa siswa-siswanya memang terbiasa hidup di laut, mungkin tak beda jauh dengan anak-anak suku Bajo yang berenang di laut setiap hari. Pak Song juga payah dalam matematika. Ini kadang menyulitkannya ketika mengajar. Namun, beliau tak keberatan belajar lagi dari nol, tujuannya agar bisa mengajar siswanya dengan lebih baik. Menurut pengalamannya untuk strugling  dalam belajar justru membuatnya menjadi guru yang lebih baik.

Film ini menggambarkan bagaimana kekuatan tulisan seorang guru, apalagi ketika ditulis dengan hati bisa menginspirasi guru yang lain. Sebaik apapun guru, guru juga manusia yang kadang punya rasa lelah, mengalami burn out karena adanya berbagai tekanan, tak jarang melakukan kesalahan dan membuat pilihan bodoh, dan kadang bisa kehilangan motivasi mengajar. Tulisan dari sesama guru tentang keseharian mengajar dan belajar  bisa menjadi kekuatan dan motivasi bagi guru yang lainnya. Jadi tunggu apa? Teman-teman guru dan pendidik, mari menulis!

Comments

Ameliasari said…
belum dapet filmnya put, mau hunting nih..

Terimakasih ya Put, meski nggak rajin nulis diary, tapi suka sekali baca pengalaman temen temen yang lain

Semangaaattt menulis.. (^.^)/..
Aduh malu... Usah lama ga nulis :(
Azwar Rangkuti said…
keren, wah dimana bisa nyari pilemnya
wijaya kusumah said…
yes, mari kita menulis!
Yanto Musthofa said…
Inspiring. Thank you for the lead, I'm hunting the movie.

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)