Cerita Mengajar Bahasa Inggris Melalui SMS
Sekali seminggu saya mengajar bahasa Inggris di Rumah Mentari, sebuah komunitas pendidikan non formal di Bandung. Kebetulan, saya kebagian mengajar siswa yang gede-gede, alias sudah SMA, kuliah, ataupun bekerja. Siswanya hanya sekitar 10 orang.
Walau saya selalu berusaha datang, namun faktanya ada saat-saat di mana saya berhalangan hadir. Beberapa siswa juga kadang berhalangan hadir karena kebagian shift bekerja pada saat kelas berlangsung.
Jadi, saya mulai memikirkan bagaimana caranya semua dapat terus belajar, meskipun kami tidak selalu bisa bertatap muka. Akhirnya saya memilih menggunakan sms. Hampir setiap hari, saya mengirimkan sms berupa beberapa kalimat dalam bahasa Inggris.
Kenapa saya pilih menggunakan sms? Alasannya adalah karena semua siswa memiliki telepon genggam, meskipun bukan smart phone. Memang, mereka semua punya email dan facebook, tapi mereka tidak selalu terakses internet. Jadi, bisa saja saya kirim email tapi mereka bukanya baru beberapa hari kemudian. Kalau saya kirim sms, biasanya pasti hari itu juga mereka buka.
Tentu saja menggunakan sms untuk mengajar juga ada kendalanya. Kadang, saya ataupun siswa saya sekalipun kehabisan pulsa. Tapi tidak apa-apa. Kalau saya tidak meng-sms selama beberapa hari karena belum mengisi pulsa, maka setelahnya saya kirim sms, "I am sorry, I haven't sent you text messages in the last few days. I ran out of phone credit. However, now I have enough phone credit so I can start texting you again." Biasanya mereka pun mengerti. :)
Karena menggunakan sms, apa yang saya kirimkan tidak terlalu panjang. Paling beberapa kalimat saja. Menurut saya, dalam belajar berbahasa, meski belajar hanya beberapa kalimat baru dalam sehari, tapi kalau dilakukan secara rutin, kemampuan berbahasa akan bertambah dengan sendirinya. Melalui sms secara rutin, saya berharap siswa saya bisa menambah beberapa kosa kata baru dan kalimat baru setiap hari. Tujuan awalnya sesederhana itu.
Biasanya saya sekadar menceritakan apa yang saya lihat, apa yang saya baca, apa yang saya dengar. Kadang juga mengajukan pertanyaan yang bisa mereka jawab.
Saya ingat mengirimkan sms tentang kisah Randy Pausch yang memberikan kuliah terakhir sebelum dia meninggal. Kebetulan saat itu saya baru membaca buku "The Last Lecture" karya Randy Pausch. Randy Pausch sangat unik karena beberapa cita-citanya sangat "aneh". Salah satu cita-citanya adalah merasakan gravitasi mendekati nol. Aneh kan? Tapi Randy Pausch selalu berusaha mewujudkan cita-citanya dan memang sebagian besar tercapai.
Suatu saat saya menonton berita mengenai demonstrasi di Brazil karena sebagian rakyat menuntut pemerintahnya karena menghabiskan terlalu banyak uang untuk membangun fasilitas untuk piala dunia dan bukan untuk pendidikan dan kesehatan. Lewat sms, saya tanyakan pendapat para siswa tentang kasus tersebut. Ada yang menjawab dengan bahasa Indonesia, misalnya, "Saya setuju dengan para demonstran bahwa yang diutamakan seharusnya pendidikan dan kesehatan." Saya balas saja, "How do you say that in English?".
Kalaupun akhirnya kalimatnya salah, saya beri umpan balik mengenai apa yang bisa diperbaiki.
Proses mengirimkan sms pada siswa-siswa saya ternyata membuat saya ingin belajar lagi. Misalnya, belakangan gunung Kelud meletus. Agar, apa yang saya kirimkan tidak terlalu mirip dengan apa yang ada di berita, khususnya di televisi-televisi mainstream, maka saya belajar lagi tentang sejarah Gunung Kelud. Gunung Kelud sudah meletus berapa kali? Bagaimana sejarahnya? Setelah baca-baca baru deh saya sms mereka tentang Gunung Kelud.
Waktu Jakarta sedang hujan deras dan ada petir. Mulailah saya membuka-buka situs tentang petir, penemuan penangkal petir, dan beberapa tips agar bisa aman saat terjadi petir. Baru deh sms.
Kadang juga saya tidak ada ide untuk meng-sms. Inilah waktu saya harus ngapain gitu agar dapat ide, misalnya saya membaca-baca majalah. Kebetulan, saya menemukan tulisan tentang Tri Mumpuni dan Pak Iskandar yang mengembangkan Mikrohidro di Subang dan di beberapa daerah lain di Indonesia.
Proses meng-sms siswa-siswa saya tersebut ternyata membuat saya sendiri jadi selalu berusaha untuk mengamati, membaca, mendengar, maupun mencermati sekitar dengan lebih seksama. Dalam kepala saya berpikir, "Apa yah yang bisa saya bagikan hari ini?"
Sebenarnya bisa saja sih, asal kirim kalimat apa gitu. Tapi kalau saya lebih banyak membaca, lebih banyak melihat, lebih banyak memperhatikan sekitar, kalimat yang saya tulis diharapkan bisa jadi lebih bermakna.
Kalau saya refleksikan kembali, ternyata saya bukan hanya ingin menngajar siswa-siswa saya untuk belajar kalimat atau kosa kata Bahasa Inggris, tapi saya juga ingin berbagi cerita. I actually love telling stories!
Mudah-mudahan melalui cerita yang saya sampaikan, meskipun hanya berupa kalimat-kalimat pendek, siswa saya bisa menambah wawasan baru, jadi penasaran terhadap isu yang dibahas (dan mungkin memilih belajar lagi). Saya ingin mereka termotivasi dari beberapa cerita yang saya sampaikan. Mudah-mudahan diantara cerita-cerita tersebut, ada yang berkesan di hati siswa saya. Itu harapannya.
Sebenarnya secara tidak langsung, saya ingin mengajak mereka berpikir tentang berbagai isu, misalnya tentang keberlanjutan (dengan membahas mengenai pembangkit listrik mikrohidro yang ramah lingkungan), saya ingin mereka belajar tentang hal yang terjadi di belahan dunia lainnya mungkin membandingkan kondisinya dengan Indonesia (saat membahas tentang biaya fasilitas untuk piala dunia yang besar tapi dana pendidikan dan kesehatan yang kecil), saya ingin mereka belajar tentang safety (saat membahas tentang petir). I guess I wanted to teach more than just an English lesson.
Apakah pelajaran saya benar-benar berkesan atau bermakna buat mereka? Saya tidak tahu, meskipun saya berharap begitu. Mungkin nanti saya perlu tanya pendapat mereka. Siapa tahu mereka punya usulan untuk menjadikan pelajarannya lebih bermakna.
Comments