Kesiapan Guru Mengembangkan Kurikulum dan Pendidikan Guru yang Baik
Di dalam buku "Powerful Teacher Education: Lessons from Exemplary Programs" karya Linda Darling-Hammond, et. al. (2006), ada kisah tentang seorang guru. Guru tersebut menceritakan pengalaman mengajarnya pertama kali. Dia mengajar di sekolah yang tidak punya kurikulum yang lengkap dan jelas dan bahan-bahan ajar yang terbatas. Meskipun begitu, guru tersebut merasa pengalamannya menempuh pendidikan guru di perguruan tinggi telah mempersiapkannya untuk hal tersebut.
Sejak dulu, kurikulum resmi yang disediakan oleh negara bukanlah suatu kebenaran mutlak yang harus diikuti. Fungsinya lebih sebagai petunjuk, mempermudah guru dalam melakukan persiapan pembelajaran tetapi tidak perlu diikuti begitu saja. Sejak dulu sekolah memang harus mendesain kurikulumnya sendiri. Kini namanya Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP), ada masanya namanya adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Namun, adalah mustahil bagu guru kebanyakan untuk mengembangkan kurikulumnya sendiri dengan baik jika guru tidak dibekali dengan pendidikan guru yang baik.
Sharon Feiman-Nemserr, seorang akademisi sekaligus pendidik guru menuliskan rekomendasi mengenai kerangka pendidikan guru yang memungkinkan guru untuk lebih siap mengajar secara bermakna. Dia menuliskan rekomendasi tersebut di dalam buku "Teachers as Learners" (2012). Di sana, Nemser membagi pendidikan guru ke dalam 3 tahap. Pendidikan calon guru (pre-service teacher), pendidikan guru pemula (begining/novice teacher), dan pendidikan guru ahli (expert teacher).
Ada tahapan yang perlu dilalui oleh guru di masing-masing tahapan. Misalnya calon guru di tingkat perguruan tinggi seharusnya belajar untuk merefleksikan dan mengkritisi pengalaman belajar mereka selama ini dan membentuk visi baru tentang belajar dan mengajar.
Calon guru juga perlu memperkuat pemahaman konten yang diperlukan untik mengajar. Pemahaman konten ini juga termasuk struktur bidang studi yang akan diajarkan, juga tentang bagaimana kebenaran ditentukan di bidang ilmu terkait. Seperti kita ketahui cara mencari kebenaran pada pelajaran sejarah tidaklah sama dengan cara mencari kebenaran pada pelajaran matematika, dan cara mencari kebenaran pada pelajaran matematika tidaklah sama dengan cara mencari kebenaran pada pelajaran IPA.
Calon guru juga perlu menekuni bagaimana manusia belajar, bagaimana cara mengajar, termasuk mengajar siswa yang beragam.
Calon guru perlu mulai mengumpulkan referensi mengenai berbagai pendekatan dan model pendidikan, pengajaran, maupun pembelajaran. Hal ini berarti calon guru mulai dapat mengenal pembelajaran berbasis inkuiri, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis pemecahan masalah, pengajaran eksplisit, bagaimana mengajukan pertanyaan yang mendorong adanya diskurs yang bermakan di dalam kelas, bagaimana merancang pembelajaran secara bermakna, dan sebagainya.
Terakhir, calon guru perlu mengembangkan kemampuannya untuk mengkaji pengajaran. Hal ini berkaitan dengan kemampuan calon guru dalam mengobservasi kelas, melakukan analisis, membandingkan kurikulum, melakukan refleksi , meneliti dan sebagainya. Itu semua adalah bekal dasar calon guru untuk menjadi guru pemula, bukan guru ahli.
Sejak dulu, bukan hanya sejak adanya Kurikulum Merdeka, guru diharapkan punya keterampilan yang mumpuni unyuk mengembangkan kurikulumnya sendiri. Namun, perlu diingat bahwa kemampuan guru mengembangkan kurikulumnya sendiri perlu ditopang oleh pendidikan guru yang baik, termasuk ketika guru tersebut masih menjadi calon guru di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Comments