Potret Kelas Matematika yang Tidak Ada Matematikanya
Saya sangat kaget melihat video pengajaran matematikanya Prilly Latuconsina (duta @ruangguru ). Videonya bisa dilihat di sini:
https://www.instagram.com/tv/CREC9E_JKTZ/?utm_source=ig_web_copy_link .
Video memotret contoh “Kelas Matematika yang tidak ada
Matematikanya”. Persis seperti apa yang disuarakan oleh matematikawan Paul
Lockhart (2009) dalam buku “A Mathematician’s Lament”.
Di video itu Prilly menjelaskan cara menghitung hasil
penjumlahan deret bilangan berikut ini:
1 + 2 + 3 + 4 + … + 10
Untuk tahu kenapa video tersebut bermasalah, saya sarankan
untuk membaca tulisan teman saya, seorang pendidik matematika Pak Rachmat
Hidayat yang juga mengelola akun Instagram @matematigis dan merupakan relawannya
@gernastastaka telah menjelaskan secara rinci kenapa pengajaran Prilly tersebut
bermasalah di tulisan “Benerin Prilly Ngajar Matematika” di sini:
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=4287983974594909&id=100001500457505
Saya hanya akan menambahkan beberapa
pendapat pribadi saya mengenai kenapa video ini menggelisahkan dan berharap ini
menjadi bahan refleksi, bukan saja bagi Prilly, tetapi siapapun yang mengajar Matematika,
termasuk saya. Sebelumnya mari kita bahas kenapa pengajaran Prilly di videonya merupakan
contoh nyata “Kelas Matematika yang tidak ada matematikanya.”
Video tersebut seakan-akan berbicara
tentang Matematika karena ada angka (lebih tepat disebut bilangan), ada operasi
bilangannya, ada perhitungan yang perlu dilakukan, dan ada rumus-rumus yang
oleh Prilly disebut sebagai rumus cepat. Karena ada itu semua, video itu
seakan-akan tentang Matematika meskipun tidak ada proses penalaran sama sekali.
Tidak ada pembahasan, kenapa “rumus ini
benar”, “apakah selalu benar?”, “apakah kadang benar?”, “apakah selalu salah”,
dan argumennya. Rumus-rumus yang diajarkan Prilly seperti rumus ajaib yang
tidak ada asal usulnya. Meskipun kelas yang kita ajar dipenuhi angka, simbol-simbol
matematis, perhitungan, tapi kalau tidak membangun penalaran, maka sebenarnya
proses belajar Matematika sama sekali tidak terjadi.
Di dalam Matematika, yang penting tidak hanya sekadar “Apa jawaban yang benar”,
tetapi argumen yang menjelaskan kenapa kita menganggap sesuatu benar atau salah
sekalipun. Saat mengajar Matematika, merupakan “dosa besar” kalau guru
mengatakan, “Itu benar, karena emang begitu rumusnya”, “Itu benar, karena emang
dari sananya benar”, apalagi sampai siswa mengatakan , “Itu benar soalnya kata Ibu/Bapak
guru itu yang benar.”
Di kelas Matematika yang lebih
penting bukan sekadar “ini jawaban yang benar” atau “ini jawaban yang salah”
tapi kemampuan anak berargumen, “Saya menganggap ini benar karena… “ atau “Saya
menganggap ini salah karena.. “.
Saya jadi ingat salah satu tulisan karya seorang ahli pendidikan Matematika Richard
Skemp (1976) tentang pemahaman relasional dan instrumental. Tulisan ini
mengkritisi pandangan Steig Meilin-Olsen yang mengatakan ada dua jenis
pemahaman, pemahaman instrumental (tahu cara menghitung/rumusnya) meskipun
tidak tahu asal usulnya seperti yang digambarkan dalam video pengajaran
matematianyya Prilly), dan pemahaman relasional (tahu hubungan antara
perhitungan/rumus tertentu dengan konsep-konsep matematis lainnya). Bagi Skemp,
pemahaman instrumental bukanlah pemahaman sama sekali. Menariknya, video Prilly yang merupakan potret
“Kelas Matematika yang tidak ada matematikanya” dan merupakan contoh “pemahaman
instrumental, yang sebenarnya bukan pemahaman sama sekali” memperoleh nyaris 3
juta like. Bagaimana yah kita bisa merefleksikan fenomena itu apabila kita
kaitkan dengan pendidikan Matematika di Indonesia (atau pendidikan pada
umumnya)?
Sumber:
Skemp, R. (1976). Relational
understanding and instrumental understanding', MathematicsTeacher77, 20-26. Skemp2077Mathematics Teacher1976.
Lockhart, P. (2009). A mathematician's lament: How school cheats us out of our most fascinating
and imaginative art form. Bellevue literary press.
Comments
Kemarin, saya menggunggah video belajar persamaan kuadrat pertemuan pertama yang saya buat dengan anak-anakmelalui Zoom dengan kamera seadanya, https://www.youtube.com/watch?v=Xzc5eyA5cOg Saya sangat terbuka dengan apa pun yang perlu dikoreksi atas pengajaran itu untuk perbaikan ke depannya. Apakah sudah termasuk ada matematikanya atau belum :) saya kurang tahu juga hehehe