Guru Membaca "Guru Idola" di Sebuah Lokakarya

"Guru Idola" karya L. Wilardjo (Kompas, 17 Juli 2018)


Di sebuah lokakarya untuk guru, saya membagikan sebuah artikel dari koran Kompas berjudul  "Guru Idola" karya L. Wilardjo yang diterbitkan pada 17 Juli 2018. Dengan tulisan bergaya Times New Roman berukuran 12, dengan spasi satu setengah, dan ada spasi antara paragraf, artikel tersebut sepanjang 5 halaman. Tidak terlalu panjang sebenarnya. Peserta lokakarya diberikan waktu sekitar 15 menit untuk membaca artikel tersebut. 


Artikel tersebut berupa kisah tentang beberapa guru yang diidolakan siswanya. Semua guru memiliki kesamaan. Mereka berhasil memfasilitasi siswanya untuk berkembang jauh sehingga menjadi jauh lebih hebat dari gurunya. Prof. Arnold Sommerfeld misalnya, mengembangkan teori atom hidrogen-nya Niels Bohr. Hal tersebut memang hebat, tetapi muridnya, Wolfang Pauli justru memperoleh Nobel Fisika. Kehebatan Pauli melampaui kehebatan Sommerfield, meskipun pada awalnya Pauli terinspirasi dari gurunya. Seorang guru, tak selalu berarti orang yang mengajar langsung di depan kelas. Bagi Richard Feyman,  Paul Dirac adalah gurunya. Feyman belajar dari buku-buku yang ditulis oleh Dirac dan itu menginspirasinya bukan hanya ketika beliau menjadi ilmuwan peraih nobel fisika, tetapi juga ketika Feyman mengajar. Feyman terkenal karena kemampuan mengajarnya yang mumpuni sehingga dijuluki sebagai "The Great Explainer". Feyman memang dikenal bisa menjelaskan konsep-konsep fisika yang rumit dengan sangat menarik dan mudah dipahami. Juga ada kisah tentang tokoh pewayangan bernama Palgunadi. Palgunadi ingin belajar memanah kepada Durna, tapi  tidak bisa. Durna sudah punya murid kesayangan bernama Arjuna. Palgunadi pun membuat patung Durna. Dia belajar memanah secara mandiri. Setiap berlatih selalu ada patung Durna di sampingnya, dalam imaji Palgunadi  gurunya selalu mengawasinya. Keterampilan memanah Palgundi pun akhirnya melampaui Arjuna. "Guru Idola" pada dasarnya menggambarkan bahwa seorang guruyang hebat bukanlah orang yang sekadar "hebat sendiri" tetapi seseorang yang berhasil menginspirasi orang lain untuk menjadi jauh lebih hebat dari dirinya. 


Sebuah bacaan, kalau bergizi, bisa membantu kita memaknai pengalaman-pengalaman kita. Tulisan karya L. Wilardjo tersebut sengaja dibagikan kepada teman-teman guru saat lokakarya, sebagai pemantik diskusi. Hari itu, salah satu tujuan lokakarya memang untuk mengajak teman-teman guru berefleksi sehingga bisa menjadi guru yang jauh lebih baik dari sebelumnya.


Seorang guru menceritakan pengalamannya membaca artikel ini. Katanya, dengan membaca sebuah artikel saja dia merasa bisa belajar banyak. Ke depannya dia ingin lebih rajin membaca. Sambil sedikit tersipu, beliau mengakui bahwa sebelumnya tak tekun membaca. Membaca dua halaman saja bisa membuat kepalanya pusing karena tidak terbiasa. Meskipun belum terbiasa, beliau mau membangun kebiasaan baru, mengembangkan diri dengan membaca.  


 

Comments

Sri Nurilla said…
Halo Puti, saya jadi teringat dengan peribahasa jaman saya kecil dulu, "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari", jadi sudah sepatutnya lah seorang guru mampu untuk menjadi role model buat murid-muridnya.

Lokakarya-nya bagus sekali, Puti. Apakah diadakan secara rutin?

Sepengamatan saya, beberapa (atau malah banyak) guru-guru di Indonesia yang 'kurang peduli' dengan perkembangan murid-muridnya. Ketika ada yang bertanya lebih mendetail, dijawab dengan tidak memuaskan. Beberapa guru (atau malah banyak) hanya memberi pengajaran 1 arah, memberi nilai ujian, mendapat gaji, dan repeat.

Menurut saya, lokakarya, atau seminar, atau training untuk para guru, harus diperbanyak, agar semua guru di Indonesia berkualitas dan peduli serta fokus dengan murid-muridnya sehingga mereka bisa tumbuh menjadi generasi penerus bangsa yang unggul. Dan, Indonesia bisa maju tentunya.

Salut dengan Puti yang telah memberi materi dalam lokakarya tersebut, dan membuat para guru yang hadir, jadi tergerak untuk menjadi lebih baik. :)

Indonesia needs more teachers yang seberkualitas Puti. (Insha Allah terwujud.)
Hai teh Puti, salam kenal. Orang tua saya guru juga teh, baca tulisan teteh ngebuat flashback dan ingat orang tua :) Aamiin semoga terwujud ya tehh, semangat.
Halo teh! Guru yang baik kalau menurut saya memang mereka yang mampu menginspirasi murid-murid mereka untuk belajar lebih atau melakukan hal-hal yang lebih baik lagi. Tapi, zaman dulu saya sekolah, jarang saya menemukan guru di sekolah yang seperti ini. Semoga ke depannya lebih banyak lagi guru yang bisa memberikan yang terbaik dari apa yang mereka miliki, tidak hanya mengajarkan materi pengajaran, namun bisa memberikan value yang nantinya menginspirasi para murid ke depannya.
restu eka said…
Buat saya guru yang baik juga yang bisa menginspirasi selain bisa memberikan pelajaran yang menarik. Sayangnya di sekolah formal Indonesia jarang ada guru yang seperti ini. Paling tidak dari pengalaman saya pribadi. Pengajar yang baik saya temukan justru setelah saya masuk universitas. Dimana tidak semua orang punya kesempatan untuk mengalaminya. Setelah sekarang saya dewasa saya berpikir apa ini ada hubungannya dengan kesejahteraan para guru? Kalau guru hidupnya sendiri belum content...sepertinya sampai kapanpun tidak bisa fokus pada pekerjaannya 🤔 Di Indonesia pekerjaan guru memang belum begitu dihargai...padahal guru salah satu faktor penting pembangun generasi masa depan 😐
May said…
Profesi guru adalah profesi paling mulia, sayang kalau di negara kita belum begitu dihargai. Gaji kecil sehingga ramai guru/dosen harus punya side job, pada akhirnya tidak bisa fokus mengajar, walaupun tidak semua, ada juga kok guru-guru yang menginspirasi.

Btw, artikel yang Puti share untuk guru-guru sepertinya menarik, apakah boleh dishare juga di blog ?
Haloo teh! Wah jd penasaran tulisan artikel tentang gurunya teeh hehe mgkn nanti linknya boleh dishaare.
Semoga artikelnya bisa mengispirasi banyak guru ya teeh
DIP said…
Selalu suka baca tulisannya Dhitta. Aku kagum sama dedikasinya di bidang pendidikan. Meskipun banyak guru yang tidak sempurna dan jauh dari guru idola, tapi beneran deh kalau gak ada guru kita ini mau jadi apa.

Di tempat aku tinggal skrg lagi krisis guru, terutama guru SD. Gak banyak orang mau jadi guru karena gajinya rendah. Banyak sekolah tutup dan banyak sekolah dipadatkan kelasnya.. terlalu banyak murid dalam satu kelas.

Salut deh sama guru yang beneran mencintai profesinya dan menjalankan pekerjaan sebagai panggilan jiwanya 👍
Risna said…
Bener banget, guru yang hebat itu kalau bisa menginspirasi orang lain untuk menjadi lebih hebat dari sang guru. Dengan begitu, generasi penerus akan selalu lebih dan lebih lagi.
yangiedwi said…
Tulisan Teteh mengingatkanku sama cita-citaku hehe. Ku ingin jadi guru sebenarnya for sure. Qadarullah sekarang lagi kecemplung belajar sama seorang Prof yang totalitas, konsisten dan persistensinya jadi panutan banget. Cuma bagian yang ingin ku tambahkan semoga bisa kelak yaitu bagian mengetahui potensi murid dan mendorongnya maju lebih hebat dari gurunya (ini berat). Guru memang Ing ngarso sing tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Jadi inget logo SD dah...

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)