Meninjau Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kemampuan Akademik
Ada berbagai cara
pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan akademik. Dalam sebuah artikel
berjudul “Ready, Set(?), Go!“ dijelaskan mengenai 4 jenis pengelompokan tersebut,
yakni dengan streaming, setting, banding,
dan mixed-ability.
Streaming adalah ketika siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan akademiknya dan
siswa berada pada kelompok yang sama untuk hampir semua mata pelajaran. Hal
ini, misalnya dengan apa yang terjadi di sekolah unggulan, atau pun di kelas
unggulan. Siswa yang memiliki kemampuan akademik yang baik, biasanya dilihat
dari nilainya dikelompokkan ke dalam satu sekolah atau kelas khusus.
Setting adalah ketika
siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan akademiknya untuk pelajaran-pelajaran
tertentu. Misalnya siswa A kemampuan matematikanya tinggi namun kemampuan
bahasa Inggrisnya rendah. Kalau kelas 1 adalah kelas untuk siswa yang memiliki
kemampuan akademik yang tinggi di pelajaran tertentu, sedangkan kelas 2, 3, dan
seterusnya lebih rendah. Dengan sistem setting,
siswa A akan masuk kelas 1 untuk pelajaran matematika dan (misalnya) kelas 3
untuk pelajaran bahasa Inggris.
Banding adalah ketika siswa dalam
suatu kelas kemampuan akademiknya beragam. Namun, pada pelajaran tertentu,
siswa di kelas tersebut dikelompokkan menurut kemampuan akademiknya. Biasanya
setiap kelompok diberikan tugas yang berbeda-beda sesuai kemampuan akademiknya.
Mixed ability grouping adalah ketika siswa tidak dikelompokkan berdasarkan kemampuan
akademiknya baik melalui model streaming,
setting, maupun banding.
Sebenarnya, masih
ada perdebatan mengenai perlu tidaknya siswa dikelompokkan berdasarkan
kemampuan akademiknya. Yang menganggap siswa perlu dikelompokkan berdasarkan
kemampuan akademiknya berpendapat bahwa itu memudahkan guru dalam melakukan pengajaran
berdasarkan kebutuhan siswa. Misalnya, saat guru mengajar di kelas yang
kemampuan akademik siswanya rendah guru bisa mengulang materi bila diperlukan,
sedangkan ketika mengajar siswa dengan kemampuan akademik yang tinggi, guru
bisa memberikan materi yang lebih menantang (NEA Resolutions B-16, 1998, 2005).
Yang berpendapat
sebaliknya menganggap ketika siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan
akademiknya maka siswa yang memiliki kemampuan akademik yang rendah akan
dirugikan karena kualitas pengajaran di kelas tersebut biasanya lebih rendah. (NEA Resolutions B-16, 1998, 2005). Siswa-siswa yang ada di kelompok yang kemampuan
akademiknya rendah juga seringkali merasa seperti “buangan” sehingga motivasi
belajarnya bisa turun. Selain itu, juga tidak terjadi interaksi antara siswa
dengan beragam kemampuan akademik, padahal seharusnya siswa, apapun kemampuan
akademiknya, bisa belajar satu sama lain.
Di
Indonesia, tampaknya perdebatan mengenai perlu tidaknya siswa dikelompokkan
mengenai kemampuan akademiknya masih jarang dilakukan. Pengelompokan pun
kebanyakan dilakukan dengan model streaming,
bukan setting atau banding, apalagi mixed ability grouping. Kebanyakan sekolah, khususnya sekolah-sekolah
negeri menggunakan sistem seleksi untuk menentukan siswa mana yang bisa masuk
ke dalam sekolah tersebut. Hal ini dilakukan ketika siswa SD akan masuk ke SMP,
maupun ketika siswa SMP akan masuk ke SMA. Siswa-siswa yang kemampuan
akademiknya tinggi, biasanya dilihat dari nilainya di jenjang pendidikan
sebelumnya, masuk ke sekolah-sekolah berlabel “unggulan”, sedangkan siswa-siswa
lainnya masuk ke sekolah lainnya.
Kenapa
model pengelompokkan seperti itu yang dipilih dan bukan yang lain? Apakah
memang pengelompokkan model tersebut memang baik untuk siswa? Kalau iya, untuk
siswa yang mana? Apakah efek model pengelompokan tersebut untuk siswa yang
memiliki kemampuan akademik yang baik memiliki keuntungan yang sama dengan
siswa yang kemampuan akademiknya kurang?
Sumber :
1.
Ready,
Set(?), Go!
2. Research
Spotlight on Academic Ability Grouping http://www.nea.org/tools/16899.htm
Comments
terima kasih.. mohon bantuannya