Kenapa Saya Suka "Swara Indonesia"
Salah satu tayangan televisi yang saya nikmati adalah Swara Indonesia. Acara ini berupa sebuah talkshow yang dibawakan oleh Irma Hutabarat ( @Swara_Irma) di TVRI setiap Jumat pk 20.00 WIB. Kenapa saya senang acara ini? Karena menurut saya acara ini sangat menambah wawasan. Biasanya selalu ada dua tamu yang diundang untuk menjadi narasumber di acara ini. Tamu tersebut biasanya memiliki profesi yang sama, misalnya sama-sama merupakan fotografer, sama-sama merupakan penyanyi jazz, sama-sama merupakan wartawan, sama-sama merupakan arkeolog, dan sebagainya.
Untuk memulai pembicaraan, biasanya Irma Hutabarat yang selalu mengenakan kebaya dan kain tradisional (batik, songket, dll) yang cantik akan menawarkan narasumber untuk mengunyah sirih bersama-sama gambir, kapur sirih, dan buah pinang. Seperti yang dikutip dalam website http://www.komnasperempuan.or.id/2009/12/berbagi-sirih-pinang-untuk-bicara-kebenaran/ :
Masing-masing narasumber akan menjelaskan pengalamannya dalam mengunyah sirih. "Saya pernah mengunyah sirih saat mengunjungi daerah ini.... Waktu itu saya diminta makan.... Biasanya penduduk di sana..."
Obrolan pun dimulai. Santai tapi berbobot. Setelah mengunyah sirih Irma akan bertanya mengenai sejarah kenapa masing-masing memilih profesi mereka, siapa yang turut mendukung mereka sehingga mereka bisa berakhir di profesi tersebut, dan berbagai sejarah pribadi lainnya. Kemudian ketiga orang, yakni Irma, dan kedua narasumber akan ngobrol mengenai profesi yang sedang menjadi topik hari itu. Ngobrolnya santai seakan-akan sedang ngobrol di teras rumah di suatu sore. Tapi karena narasumber yang diundang biasanya adalah orang-orang yang mencintai profesinya mereka akan bercerita dengan sepenuh hati. They are people who love there jobs! Kalau tamunya fotografer, mereka akan ngobrol mengenai fotografi, pengalaman masing-masing saat menjadi fotografer, sampai filosofi seorang fotografer. Begitu juga kalau tamu menekuni bidang lain seperti menyanyi jazz, menjadi wartawan, pembuat film, arkeolog, dan sebagainya. Saya belajar bahwa saat seseorang menekuni bidang apapun, dia akan menemukan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Kebijaksanaan tidak melulu diperoleh melalui menonton atau membaca buku-buku mengenai motivasi, tetapi juga melalui menekuni suatu bidang tertentu.
Dalam satu acara talkshow yang mengundang Bertha dan Syahrani (dua penyanyi jazz perempuan Indonesia), ini adalah beberapa catatan saya terhadap hasil obrolan mereka yang menunjukkan bahwa mereka menemukan semacam kebijaksanaan setelah menekuni profesi mereka.
Waktu ada dua orang konservator yang diundang di acara Swara Irma, seorang narasumber mengatakan :
Kita juga bisa belajar bahwa pekerjaan ada bermacam-macam. Banyak orang yang mungkin tidak menyadari luasnya pilihan profesi yang bisa ditekuni. Kalau tidak menonton Swara Indonesia mungkin saya tidak akan sadar bahwa ada orang yang bekerja sebagai konservator. Saya juga belum pernah bertemu seorang yang pernah berkata, "Cita-cita saya jadi konservator!".
Saya sungguh menikmati acara Swara Indonesia. Seperti ngobrol santai tapi memperkaya wawasan sekaligus menyentuh hati.
Untuk memulai pembicaraan, biasanya Irma Hutabarat yang selalu mengenakan kebaya dan kain tradisional (batik, songket, dll) yang cantik akan menawarkan narasumber untuk mengunyah sirih bersama-sama gambir, kapur sirih, dan buah pinang. Seperti yang dikutip dalam website http://www.komnasperempuan.or.id/2009/12/berbagi-sirih-pinang-untuk-bicara-kebenaran/ :
"Dalam tradisi masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, berbagi sirih pinang berarti membuka diri untuk membangun keakraban. Sirih pinang juga menandakan rasa saling percaya dan seringkali merupakan awal dari sebuah hubungan panjang. Ketika terjadi perselisihan, berbagi sirih pinang adalah pertanda keinginan yang ikhlas dari para pihak untuk merajut kembali jalinan kekerabatan yang sempat terganggu."Memang saat Irma dan narasumber mengunyah sirih bersama kedua narasumber suasana menjadi lebih akrab dan mereka mulai ngobrol. Biasanya sambil menawarkan sirih, Irma akan memulai pembicaraan dengan bertanya, "Sudah pernah mengunyah sirih sebelumnya?"
Masing-masing narasumber akan menjelaskan pengalamannya dalam mengunyah sirih. "Saya pernah mengunyah sirih saat mengunjungi daerah ini.... Waktu itu saya diminta makan.... Biasanya penduduk di sana..."
Obrolan pun dimulai. Santai tapi berbobot. Setelah mengunyah sirih Irma akan bertanya mengenai sejarah kenapa masing-masing memilih profesi mereka, siapa yang turut mendukung mereka sehingga mereka bisa berakhir di profesi tersebut, dan berbagai sejarah pribadi lainnya. Kemudian ketiga orang, yakni Irma, dan kedua narasumber akan ngobrol mengenai profesi yang sedang menjadi topik hari itu. Ngobrolnya santai seakan-akan sedang ngobrol di teras rumah di suatu sore. Tapi karena narasumber yang diundang biasanya adalah orang-orang yang mencintai profesinya mereka akan bercerita dengan sepenuh hati. They are people who love there jobs! Kalau tamunya fotografer, mereka akan ngobrol mengenai fotografi, pengalaman masing-masing saat menjadi fotografer, sampai filosofi seorang fotografer. Begitu juga kalau tamu menekuni bidang lain seperti menyanyi jazz, menjadi wartawan, pembuat film, arkeolog, dan sebagainya. Saya belajar bahwa saat seseorang menekuni bidang apapun, dia akan menemukan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Kebijaksanaan tidak melulu diperoleh melalui menonton atau membaca buku-buku mengenai motivasi, tetapi juga melalui menekuni suatu bidang tertentu.
Dalam satu acara talkshow yang mengundang Bertha dan Syahrani (dua penyanyi jazz perempuan Indonesia), ini adalah beberapa catatan saya terhadap hasil obrolan mereka yang menunjukkan bahwa mereka menemukan semacam kebijaksanaan setelah menekuni profesi mereka.
"Pekerjaan saya bermain. Musik itu bermain. (Bertha)"Kita nih main (musik), yang nonton satu atau banyak (orang), mainnya sama, harus sepenuh hati."
Waktu ada dua orang konservator yang diundang di acara Swara Irma, seorang narasumber mengatakan :
"Konservator itu harus jatuh cinta, bekerjanya perlu pakai hati, bukan sekadar pekerja."Selain belajar kebijaksanaan dari orang-orang yang menekuni profesinya, dengan menonton Swara Indonesia saya juga belajar mengenai profesi lain. Walaupun saya memiliki profesi yang berbeda dengan narasumber, memperluas wawasan dengan belajar dari profesi orang lain tidak ada salahnya. Misalnya setelah menonton Swara Irma yang temanya adalah konservator, orang yang pekerjaannya adalah merawat (diantaranya benda-benda bersejarah), saya jadi respek sekali dengan mereka. Di Indonesia ada banyak sekali benda-benda bersejarah yang umurnya sudah tua, diantaranya adalah kain tertua abad ke-17 koleksi Gusti Mangkunegara.Ternyata merawat masing-masing benda, baik kain, patung, lukisan, benda-benda dari perak masing-masing butuh bahan-bahan khusus, dan keterampilan tingkat tinggi. Sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Tanpa para konservator kita tidak akan bisa menikmati benda-benda tersebut di museum dan sebagainya.
Kita juga bisa belajar bahwa pekerjaan ada bermacam-macam. Banyak orang yang mungkin tidak menyadari luasnya pilihan profesi yang bisa ditekuni. Kalau tidak menonton Swara Indonesia mungkin saya tidak akan sadar bahwa ada orang yang bekerja sebagai konservator. Saya juga belum pernah bertemu seorang yang pernah berkata, "Cita-cita saya jadi konservator!".
Saya sungguh menikmati acara Swara Indonesia. Seperti ngobrol santai tapi memperkaya wawasan sekaligus menyentuh hati.
Comments