[Klub Baca IGI ] Membaca Belajar Heran di Negeri Jiran (1) : Cerita tentang Sebuah Perjalanan Menjadi Dosen di UTM
[Klub Baca IGI ] Membaca Belajar Heran di Negeri Jiran (1) : Cerita tentang Sebuah Perjalanan Menjadi Dosen di UTM
Oleh : Dhitta Puti
Sarasvati
Saya mengenal Pak Bambang
Sumintono ketika dia sudah menjadi dosen di Universitas Teknologi Malaysia
(UTM). Kami satu mailing-list (milist) Center
for Betterment of Education (CFBE). Tulisannya banyak beredar di milist tersebut. Sesekali saya membaca
di blog-nya http://deceng2.wordpress.com . Tidak
semua tulisan Pak Bambang pernah saya baca. Hanya sebagian saja. Ternyata
tulisan-tulisannya di blog sudah sangat banyak dan ini kemudian diterbitkan dalam
buku “Belajar Heran dari Negeri Jiran”
terbitan Metagraf, 2012.
Sebelum saya membaca buku karya Pak Bambang saya punya
asumsi sendiri tentang Pak Bambang. Pak Bambang adalah dosen UTM yang pintar,
sudah S3, mantan direktur program-nya Klub Guru Indonesia (KGI – sebelum menjadi
IGI), peneliti mengenai RSBI, bahasa Inggrisnya bagus, dan aktif menulis di
beberbagai jurnal ilmiah. Pokoknya, kerenlah!
Yang jelas, saya mengenal Pak Bambang di
posisinya yang sudah sebagai dosen di UTM. Saya tidak tahu bahwa perjalanannya
untuk sampai ke posisinya sekarang cukup panjang dan berliku.
Membaca buku “Belajar Heran di Negeri Jiran” saya belajar
lebih banyak mengenai proses yang dilaluinya sampai menjadi Pak Bambang yang
saya kenal hari ini.
***
Pak Bambang dulu adalah seorang
guru kimia SMA di Kabupaten Lombok Timur. Sebelumnya Pak Bambang tidak pernah
membayangkan bisa melanjutkan S2 ke perguruan tinggi di luar negeri. Pak Bambang merupakan lulusan D3 kependidikan
kimia dari IPB. Menurutnya, prestasi selama kuliah D3 dulu alakadarnya. Padahal
untuk bisa memperoleh beasiswa, harus lulus S1 dengan prestasi yang baik.
Perjuangan pun di mulai. Pak
Bambang mengambil kuliah S1 di Universitas Terbuka (UT) di UPBJJ Mataram. Agar
mudah mendapatkan beasiswa, Pak Bambang selalu berusaha memperoleh nilai A.
Kalau mendapatkan nilai di bawah A, Pak Bambang tidak segan-segan untuk
mengulang lagi. Kuliah di UT diselesaikan dalam waktu 3,5 tahun.
Kemampuan bahasa Inggris pun ditingkatkan.
Cara yang dipilih Pak Bambang cukup unik
dan hanya bisa dilakukan dengan ketekunan. Setiap hari Pak Bambang melakukan
penerjemahan secara manual, kata per kata dari teks bahasa Inggris ke bahasa
Indonesia secara rutin. Di samping itu Pak Bambang juga banyak membaca. Meskipun tidak mengikuti kursus bahasa
Inggris, cara ini cukup ampuh. Setidaknya nilai TOEFL yang diperoleh Pak
Bambang cukup tinggi dan bisa digunakan untuk masuk Universitas Adelaide, Australia.
Sekembalinya dari Australia, Pak
Bambang kembali mengajar di SMU tempat dia bekerja sebelumnya. Pak Bambang pun
kemudian mendapatkan kesempatan untuk seleksi S3 di New Zealand tetapi ternyata
baik kepala sekolah maupun kepala dinas pendidikan tidak memberikan izin.
Menurut mereka izin tidak diberikan karena itu merupakan keputusan sekretaris
daerah. Pak Bambang sudah pernah memperoleh izin studi ke luar negeri jadi dia
tidak memperoleh izin lagi untuk seleksi beasiswa. Alasan tersebut tidak masuk
akal padahal beasiswa yang Pak Bambang dapatkan tidak dibiayai negara.
Seorang teman menyarankan Pak
Bambang untuk meminta izin atasan kepala dinas, yakni bupati. Selama dua hari
Pak Bambang mendatangi rumah-rumah
bupati (rumahnya lebih dari satu). Kesempatan bertemu bupati pun datang.
Singkat cerita, izin untuk mengikuti seleksi S3 pun didapatkan.
Setelah lulus S3 di New Zealand,
Pak Bambang berniat melamar menjadi dosen. Dia mencoba melamar di berbagai
perguruan tinggi (PT) di Indonesia tetapi belum mendapat kepastian. Salah seorang
petugas administrasi di sebuah PT swasta malah pernah mengatakan, “Kami mencari
lulusan S3 dalam negeri.”
Salah seorang teman Pak Bambang
menawarkan Pak Bambang untuk melamar di PT di Malaysia. Pak Bambang mengirimkan
email ke beberapa universitas di Malaysia dan ditanggapi dengan cepat. Tiga
universitas di Malaysia meminta Pak Bambang
melengkapi administrasi untuk menjadi dosen. Pak Bambang akhirnya memilih untuk mengajar di UTM.
Membaca perjalanan Pak Bambang dari
menjadi guru Kimia SMU sampai menjadi dosen di UTM membantu saya memahami
banyak hal. Bukan hanya tentang ketekunan Pak Bambang dalam belajar, saya juga
banyak belajar tentang tips-tips untuk bisa melanjutkan studi, serta bagaimana
menjalankan studi. Melalui narasi yang ringan, saya belajar banyak tentang konteks pendidikan
Indonesia, termasuk mengenai ribetnya birokrasi yang ada. Masih banyak hal
menarik lainnya yang saya peroleh dari buku “Beljar Heran di Negeri Jiran”. Tunggu tulisan saya selanjutnya yah!
Comments