Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah


Ibu Maya mengajar kelas 3 SD. Di kelasnya ada 30 orang siswa. Kali ini, Ibu Maya ingin mengajar mengenai keliling bangun datar. Berdasarkan kurikulum, kompetensi dasar yang perlu dicapai siswa ada dua, yakni :
  • menjelaskan dan menentukan keliling bangun dasar
  • menyajikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling bangun datar 

Beginilah proses belajar di kelas Ibu Maya:

Ibu Maya mengajak siswa-siswanya untuk duduk berkeliling. “Ibu punya sebuah cerita,” katanya. 
“Ceritanya, di suatu Minggu, ibu berjalan-jalan ke sebuah taman. Tamannya tidak terlalu besar sih tapi banyak tanamannya, jadi tetap menyenangkan ke sana. Nah di sekeliling taman tersebut ada jalan setapak. Ukurannya seperti gambar ini,” kata Ibu Maya sambil mengangkat sebuah kertas besar yang telah digambari.





“Nah, Ibu berjalan dari sebelah sini,” kata Ibu Maya menunjuk pojok kiri bawah dari taman lalu menggeser tangannya ke kanan, ke atas, ke kiri, ke bawah, “lalu berjalan mengikuti setapak sampai ibu kembali ke tempat semula.” 
“Adakah yang tahu, waktu itu ibu berjalan sejauh berapa meter?” tanya Ibu Maya.

Jojo yang paling pandai menghitung menjawab,” tujuh puluh.” 
Euis yang mengangguk seakan-akan setuju dengan jawaban Jojo. Ibu Maya pun bertanya, “Kenapa Euis mengangguk-angguk? Apakah Euis setuju dengan jawaban Jojo?” 
Euis tersenyum sambil mengangguk lagi. Ibu Maya pun meminta Euis menjelaskan kenapa Euis setuju dengan jawaban Jojo.

“Ibu tadi jalannya 20 m lalu 15 m lalu20 m lalu 15 m. Itu semua 70 m. Sudah Euis hitung,” kata Euis sambil menunjukkan coret-coretannya.

“Iya, benar. Ibu berjalan 20 m + 15 m + 20 m + 15 m sehingga ibu berjalan sejauh 70 m,” lalu ditambahkannya, “Ibu berkeliling taman. Yang disebut keliling bangun datar itu mirip seperti itu. Keliling itu semacam jalan yang mengelilingi bangun datar.” 
“Apakah ada yang masih ingat caranya menggunakan penggaris untuk mengukur panjang?” tanya Ibu Maya.

Adrian mengangkat tangannya lalu menjelaskan, “Kita tempel penggaris di garisnya. Terus lihat di bagian satunya lagi, panjangnya berapa.” 
“Sudah hampir benar” Ibu Maya. Ibu Maya menggambar garis di papan tulis lalu menggunakan sebuah penggaris besar. Di ujung kiri (garis) ini, tertulis 10 cm di ujung kanan tertulis 60 cm. Berapa panjang garis ini?” 
Sebagian siswa menjawab 60 cm, sebagian lagi diam. Jojo mengerutkan keningnya lalu berceloteh, “ Seharusnya di kiri mulainya dari nol”. 
Ibu Maya pun menggunakan kesempatan itu untuk menerangkan kembali caranya menggunakan penggaris. Sebenarnya siswa-siswa sudah pernah mempelajarinya sebelumnya tapi tampaknya beberapa siswa lupa. Setelahnya, Ibu Maya meminta para siswa berkelompok berlima-lima. Masing-masing kelompok diminta mengeluarkan penggaris.

Ibu Maya membagikan masing-masing kelompok dua kertas lipat yang ukurannya sama. Yang satu berwarna kuning dan yang satu biru, “Sekarang coba diskusikan caranya mengukur keliling kertas lipat yang kuning ini. Gunakan penggarismu.” 
Suasana kelas menjadi agak riuh. Ibu Maya berkeliling ke masing-masing kelompok untuk mendengarkan ide siswa. Ibu Maya pun mempersilakan siswa mengukur keliling kertas lipat kuning mereka.”
Masing-masing kertas lipat yang diberikan oleh Ibu Maya berbentuk persegi yang ukurannya 20 cm x 20 cm. Siswa-siswa tidak tampak kesulitan menghitung kelilingnya. Siswa sudah bisa mengukur sisi persegi dan karena sisinya ada 4 maka kelilingnya adalah 80 cm. Siswa diminta menggambarkan caranya mereka menyelesaikan masalah di sebuah kertas besar.

Setelah selesai, Ibu Maya memberikan instruksi baru Sambil mencontohkan, Ibu Maya berkata, “Ambil kertas lipat biru. Lipat kertas ini menjadi dua sehingga terbentuk dua persegi panjang seperti ini. Nah lipat saja kertasnya ke belakang, seperti ini sehingga terbentuk sebuah persegi panjang baru (lihat gambar)”


Masing-masing kelompok diminta untuk mengangkat persegi panjangnya ke udara. Ibu Maya memperhatikan persegi panjang setiap kelompok dan setelah memastikan bahwa semuanya benar, diajukannya pertanyaan, “Kira-kira bagaimana caranya mengukur keliling persegi panjang ini tanpa menggunakan penggaris lagi?”

Secara berkelompok, para siswa diminta mendiskusikan solusi mereka. Mereka pun diminta menuliskan jawaban mereka di sebuah kertas besar. Ibu Maya berkeliling dan memilih dua kelompok untuk mempresentasikan jawaban mereka. Siswa bukan hanya harus menjelaskan jawaban mereka tapi bagaimana mereka sampai pada kesimpulan mereka. Setelahnya, Ibu Maya membagikan sebuah lembar kerja yang dibuatnya sendiri (lihat gambar).


Siswa diminta mendiskusikan caranya mencari solusi terhadap lembar kerja tersebut. Di akhir kelas Ibu Maya meminta setiap siswa menuliskan definisi keliling bangun datar dengan bahasa mereka sendiri-sendiri. Ibu Maya membacakan beberapa jawaban siswa sambil meminta siswa lain menanggapinya. Tak terasa kelas telah berakhir. Ibu Maya merasa senang karena semua siswa terlibat aktif di dalam kelasnya. 

Di beberapa sekolah lainnya, siswa mempelajari konsep keliling bangun datar dengan cara berbeda. Guru memberitahu siswa rumus beberapa bangun datar, misalnya Keliling persegi = 4 x sisi atau Keliling persegi panjang = 2 x (panjang + lebar). Setelahnya siswa diminta mengerjakan latihan soal seperti di bawah ini:
Ibu Maya menggunakan cara yang berbeda. Ibu Maya mencoba merancang kegiatan yang memungkinkan siswanya belajar mengenai konsep bangun datar menggunakan pemecahan masalah. Memang Ibu Maya tidak langsung menerangkan rumus keliling kepada siswanya. Di pertemuan berikutnya, Ibu Maya memang merencanakan membuat kegiatan di mana siswanya bisa menemukan rumus keliling beberapa bangun datar serta berlatih menggunakannya dalam berbagai konteks lainnya. Bagi Ibu Maya, yang penting ketika belajar matematika siswa-siswanya merasa tertantang untuk berpikir. Karena itulah, dalam hampir setiap kelasnya, Ibu Maya berusaha agar ada kegiatan di mana siswa harus memecahkan masalah.

Masalah berbeda dengan latihan. Masalah adalah suatu situasi yang perlu diselesaikan, tapi solusinya tidak langsung terpikirkan. Pemecahan masalah adalah proses untuk menyelesaikan masalah tersebut (Bennet, et.al, 2012, h.31). Masalah matematika adalah masalah yang perlu dipecahkan menggunakan keterampilan berpikir matematis (Burns, 2007, h.17). Masalah matematika bisa berupa masalah yang berhubungan dengan konteks kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks matematika sendiri. Yang pasti, sebuah masalah matematika bukanlah sesuatu yang langsung bisa diselesaikan, namun butuh proses berpikir. Ketika memecahkan masalah, siswa perlu menggunakan pengetahuan-pengetahuan mereka sebelumnya dan melalui proses pemecahan masalah matematika mereka akan meningkatkan pemahaman matematis mereka (NCTM, 2000, h. 52).

Tentu saja apa yang menjadi masalah bagi seorang siswa bisa jadi bukan masalah bagi siswa lainnya (Burns, 2007, p.12). Guru berperan sebagai semacam kurator yang berperan memilih masalah bisa meningkatkan keterampilan berpikir matematis siswa.

Masalah matematika berbeda dengan latihan. Latihan biasanya bersifat prosedural dan tidak memerlukan banyak proses berpikir untuk menyelesaikannya. Contoh latihan untuk topik keliling bangun datar, misalnya:



Di dalam latihan di atas, siswa hanya perlu menggunakan rumus untuk mencari keliling persegi panjang. Hanya saja, ukurannya berbeda-beda. Latihan memang bisa membantu siswa meningkatkan keterampilannya dalam menghitung ataupun menghadapi soal-soal ujian. Namun, tidak cukup untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan berpikir matematisnya.

Ada sebuah buku klasik mengenai pemecahan masalah berjudul “How to Solve It: A New Aspects of Mathematical Method”. Buku ini dituliskan oleh George Polya, seorang matematikawan dari Budapest yang pernah mengajar di ETH Zurich dan Universitas Stanford. Salah satu kutipan dalam bukunya menggambarkan betapa pentingnya pemecahan masalah dalam belajar matematika. Katanya:

“Merupakan sebuah temuan besar ketika kita bisa memecahkan sebuah masalah besar. Namun, sebenarnya ada unsur penemuan ketika kita menyelesaikan masalah apapun. Masalah anda mungkin terlihat sederhana; tapi masalah itu bisa memancing rasa ingin tahu anda, dan ketika anda menyelesaikannya sendiri, anda akan merasakan ketegangan serta kegembiraan selayaknya menemukan penemuan baru. Pengalaman memecahkan masalah menumbuhkan kenikmatan berpikir dan meninggalkan kesan yang mendalam serta membantu membentuk karakter seseorang. 
Seorang guru matematika punya kesempatan yang sangat baik. Kalau dia mengisi sebagian besar waktu di kelasnya untuk meminta siswanya berlatih mengerjakan soal-soal operasi yang berulang-ulang, dia mematikan ketertarikan siswanya, menghambat perkembangan intelektualnya, dan pada dasarnya sedang menyia-nyiakan kesempatannya. Namun, kalau seorang guru menantang rasa ingin tahu siswanya dengan memberikan mereka masalah-masalah yang sesuai dengan pengetahuan siswanya, membantu siswanya menyelesaikan masalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang proses berpikir siswa, saat itulah guru memberikan kesempatan siswanya untuk belajar berpikir secara mandiri" (Polya, 1945, h.v). 

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)