Bukan Guru Sekolah, Tapi Engkau Tetap Guruku

Beberapa hari yang lalu, seorang teman, Mimit namanya, mengirimkan saya pesan. Katanya, Bang Adrian sakit gagal ginjal dan dirawat di Rumah Sakit. Saat mendengar kabarnya, saya tidak langsung menanggapi karena masih sibuk dengan berbagai urusan Idul Fitri.
Ternyata, tadi (atau kemarin yah?), saya mendengar kabar bahwa beliau meninggal dunia. Rasanya seperti tak percaya. Tapi benar, beliau telah berpulang.
Bagi yang belum tahu, Bang Adrian adalah guru saya di Bimbingan Tes Alumni (BTA) 70. Beliau juga merupakan pembina salah satu ekskul yang saya ikuti, yakni Seksi Karya Ilmiah Remaja (SKIR).
Saya tidak pernah menyangka saya akan merasa sangat kehilangan sosok beliau. Beliau bukan guru sekolah. Beliau adalah guru sebuah bimbingan tes.
Bimbingan Tes adalah sebuah lembaga yang senantiasa dikritisi oleh berbagai praktisi dan pengamat pendidikan baik karena sifatnya yang komersial maupun karena orientasinya sekadar mempersiapkan siswa untuk tes. Meskipun saya adalah alumni bimbingan tes, saya pernah (dan mungkin masih) mengkritisi berbagai praktik bimbingan tes.
Terlepas dari kritik saya terhadap bimbingan tes, Bang Adrian, guru sebuah bimbingan tes, tetaplah guru saya. Beliau bukan guru favorit saya. Saya menganggapnya guru yang enak mengajarnya tapi bukan favorit. Biasa saja.
Namun, ketika mendengar kepergian beliau saya sadar bagaimanapun beliau turut membentuk saya yang sekarang ini. Ada momen-momen di mana dia mempengaruhi pemikiran saya, sikap saya, dan juga kecintaan saya terhadap ilmu. Dia adalah guru saya dan saya hormat padanya.
Salah satu hal yang terlintas di pikiran saya adalah obrolan terakhir saya dengannya. Kami bertemu di acara Ikatan Alumni ITB bidang pendidikan. Saat itu, ada pertemuan alumni-alumni ITB yang bergerak di bidang pendidikan, baik sebagai tenaga pendidik, pembuat software pendidikan, pemilik lembaga pendidikan, dan sebagainya. Bang Adrian hadir di sana. Dia bercerita mengenai pengalamannya memfasilitasi peningkatan kapasitas guru di beberapa tempat di Indonesia (kerja sama dengan Bang Lendo, salah satu pendiri Sekolah Alam dan School of Universe). Saya tidak ingat persis, tapi beliau menyatakan keinginannya untuk bisa berbagi dengan lebih banyak guru di Indonesia. Itu obrolan terakhir saya dengannya.
Saya juga teringat bahwa Bang Adrian pernah mengajari saya banyak hal. Beliau yang pertama kali membuat saya bisa bernalar mengenai nilai sinus, cosinus, dan tangent dari sudut-sudut istimewa (30 derajat, 60 derajat, 45 derajat), dengan mengajak saya melakukan pembuktian matematis. Saya baru ngeh bahwa nilai-nilai tersebut tidak perlu dihafalkan. Beliau juga membantu saya memahami beberapa konsep matematika dasar yang sebelumnya tidak saya pahami.
Jadi, salah satu program BTA yang saya ikuti adalah kegiatan review semua materi matematika SMA. Bang Adrianlah yang mengajar.
Di kegiatan tersebut semua pelajaran matematika SMA kelas 1,2, dan 3 dibahas ulang selama kurang dari satu tahun. Tujuannya, untuk memperkuat dasar matematika dan membenahi berbagai kesalahan pahamann mengenai konsep-konsep matematika. Sebagai contoh, seringkali, siswa mengira bila x dikuadrat sama dengan 25 maka nilai x sama dengan 5 (itu saja). Padahal sebenarnya selain, x juga bisa - 5. Itu salah satu salah kaprah yang sering terjadi.
Bang Adrianlah yang mengajak saya belajar kembali konsep-konsep matematika sehingga salah-salah kaprah yang selama ini saya milik bisa dikurangi.
Selain, mengajarkan saya mengenai konten matematika , Bang Adrian juga mengajari saya beberapa pelajaran penting yang sangat bermanfaat bagi hidup saya. Beliau senantiasa mendorong siswa-siswanya untuk belajar kelompok. Menurutnya, belajar sendiri, apalagi kalau kita tidak mengerti, kadang bikin frustasi. Dengan belajar kelompok, kita punya teman diskusi, bisa berbagi, dan bisa sama-sama saling memotivasi. Beliaulah yang secara eksplisit menekankan pentingnya belajar dengan cara bekerja sama dan berkolaborasi.
Ketika mau tes masuk perguruan tinggi , Bang Adrian juga memberikan pesan untuk bersantai - santai sehari sebelum ujian. Katanya, toh kita sudah berbulan-bulan belajar.
Dulu, saya tidak ngeh maksud dari pesan Bang Adrian. Namun, waktu saya mengikuti kuliah online di Coursera berjudul "Learning How To Learn", di situ dikatakan bahwa untuk belajar secara maksimal, otak kita perlu bekerja dengan dua cara utama, yakni focused mode dan diffused mode.
Focused mode berarti ada saatnya di mana otak kita harus fokus bekerja keras belajar hal-hal baru, memikirkan masalah. Pokoknya fokus memikirkan satu hal atau topik baru. Setelahnya, kita perlu mengajak otak kita berpikir dengan diffused mode. Yakni, kondisi di mana otak kita lebih merasa rileks. Hal ini bisa dilakukan dengan berolahraga raga setelah belajar, atau melakukan hal lain yang membuat pikiran kita lebih santai. Biasanya saat diffused mode otak kita menjadi lebih kreatif. Kreativitas sangat penting dalam menyelesaikan masalah.
Bang Adrian tampaknya, secara sadar maupun tidak, memahami konsep ini. Merasa rileks, tidak berarti tidak belajar. Yang penting, kita terbiasa menjadikan kegiatan belajar sebagai bagian dari keseharian.
Selamat jalan Bang Adrian, selamat jalan guruku. Semoga Allah menerima segala amal ibadahmu. Engkau bukan guru sekolah tapi engkau tetaplah guruku.
Minggu, 10 Juli 2016

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)