Pengalaman Panjang Belajar kembali (Re-Learning) tentang hak Asasi Manusia

Beberapa waktu yang lalu, Mas Andi Achdian (sejarawan)sempat menceritakan bahwa dia dan beberapa sejarawan yang lain sedang membantu Mbak Suciwati Munir untuk mendirikan Omah Munir di Malang. Tempat itu akan sekaligus dijadikan museum Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga bisa digunakan untuk mengenalkan HAM kepada masyarakat, termasuk juga kepada anak-anak.

Mas Andi mengajak saya berdialog untuk membahas rencananya tersebut. Salah satu pertanyaan yang diajukan oleh Mas Andi adalah mengenai bagaimana mengajarkan HAM kepada anak-anak? Saat membahas HAM, kadang ada beberapa cerita mengerikan, misalnya terkait penculikan, pembunuhan dan sebagainya. Misalnya, kisah  Munir sendiri pun mengerikan. Dia diracun ketika menaiki pesawat Garuda Indonesia.

Pertanyaan, Mas Andi tersebut merupakan langkah awal saya mulai belajar kembali (re-learning) mengenai HAM.

Ketika sedang mengunjungi, SD Kembang, Jakarta saya sempat mengajukan ulang pertanyaan Mas Andi terkait mengajarkan HAM kepada anak-anak kepada Ibu Lestia, kepala sekolah SD Kembang. Bu Lestia menceritakan bahwa di sekolahnya anak-anak diperkenalkan mengenai isu-isu HAM dimulai dengan hal yang dekat dengan anak-anak. Misalnya mengenai pekerja anak. Jadi bukan dari isu-isu yang terlalu jauh dengan anak. Ide tersebut merupakan ide yang bagus, saya selalu percaya bahwa proses ketika mengajak siswa mempelajari sesuatu, we should start where the students are, kita harus mulai dari mana siswa berada.

Lalu, saya sempat diajak untuk ikut rapat bersama beberapa sejarawan yang sedang mendesain Omah Munir. Itu pertama kalinya saya melihat sejarawan bekerja, membahas bagaimana caranya mengumpulkan data dan menampilkan data untuk museum. Saya lupa ada berapa orang sejarawan di sana, yang jelas usia sejarawan-sejarawan tersebut bervariasi. Itu merupakan rapat lintas generasi. Dalam pertemuan tersebut saya juga mengajak Mbak Danti, guru Semi Palar yang kebetulan sedang ke Jakarta. Mbak Danti dan saya diminta untuk memberikan masukan terkait child's corner yang rencananya akan ada di Omah Munir.

Mas Andi juga sempat mengirimkan saya sebuah video animasi yang dibuat oleh Omah Munir mengenai Hak Asasi Manusia. Videonya tidak sampai 4 menit dan merupakan bahan yang bagus untuk belajar. Video tersebut dapat dilihat di sini:



Dari sana saya belajar mengenali kembali beberapa HAM. Pembelajaran pun berlanjut. Sekitar sebulan lalu, saya bertemu dengan Mas Andi dan Pak Sopyan Maolana Kosasih (guru PKn di sebuah SMP di Bogor).
Kami berdialog tentang pendidikan HAM. 

Nah, ternyata ada hal yang baru dan mendasar terkait HAM, yang tidak saya pahami sebelumnya. Saat berdialog dengan Mas Andi dan Pak Sopyan saya baru tahu perbedaan antara tindak kriminal dan pelanggaran HAM.

Jadi misalnya seseorang dibunuh, itu belum tentu pelanggaran HAM. Itu bisa jadi tindak kriminal biasa. Pembunuhan dikatakan sebagai pelanggaran HAM ketika pembunuhan tersebut dibiarkan oleh negara atau dilakukan secara sistematis oleh institusi negara.

Salah satu contoh pelanggaran HAM misalnya ketika ada kebijakan/regulasi resmi dari pemerintah untuk melarang siswa-siswa yang bertato untuk sekolah. Kalau ada regulasi baik dari dinas pendidikan kabupaten/kota, provinsi, maupun Kemendikbud yang melarang siswa bertato maka itu merupakan pelanggaran HAM.  Pendidikan adalah salah satu HAM, sehingga siapapun umat manusia, harus boleh memperoleh pendidikan, termasuk mereka yang bertato.

Pak Sopyan juga sempat menceritakan tujuannya mengajarkan HAM di sekolah. Selain mengajarkan siswanya untuk mengenali hak-haknya dan hak orang lain, ada tujuan yang lain lagi. Siswanya diajarkan mengenai HAM agar mereka tahu bagaimana harus bertindak ketika HAM mereka atau HAM orang lain dilanggar. Apa saja yang harus diperbuat? Lembaga apa saja yang harus didatangi? Bagaimana caranya memperjuangkan HAM?

Di awal bulan Ramadhan, Mas Andi, juga sempat mengundang saya untuk menghadiri kegiatan "Ramadhan & Human Rights Lecture Melawan Lupa". Di kegiatan tersebut saya belajar banyak tentang HAM. Dalam kegiatan tersebut saya membeli sebuah Novel Grafis mengenai Munir. Dari sana saya belajar lebih banyak lagi tentang kehidupan Munir. Bukunya tampilannya sederhana dan mudah dibaca. Rasanya cocok dibaca oleh siswa-siswa SMA.
Novel Grafis "Munir"
Sumber gambar: https://pbs.twimg.com/media/Brm2JFyCcAAxKm4.jpg:large

Dalam kegiatan  "Ramadhan & Human Rights Lecture Melawan Lupa" ada beberapa kegiatan. Ada penampilan dari Glenn Fredly, juga dari Fajar Merah (putra dari Wiji  Thukul), dan pembacaan puisi oleh Fitri (putri dari Wiji Thukul), juga oleh  Difa (putri dari Munir). Penampilan Fajar, Fitri, mauun Difa membuat hati saya bergetar. Mereka kehilangan orang tua karena orang tua mereka diperlakukan secara tidak adil tapi entah bagaimana saya merasa bahwa mereka memperjuangkan nilai-nilai keadilan yang ditanamkan oleh orang tua mereka. Orang tua mereka hilang, tapi semangat perjuangannya tidak.

Selain itu juga ada ceramah yang disampaikan oleh pihak Kementerian Agama dan juga oleh Karlina Supeli.  Yang menarik adalah ketika Karlina Supeli mengingatkan bahwa tepat seminggu sebelum acara  dilaksanakan,  teman-teman pejuang HAM sudah melakukan Aksi Kamisan selama 357 kali. Sudah tahun ke-8, mereka berdiri dengan baju hitam dan payung hitam di depan Semanggi untuk menuntut keadilan bagi korban-korban yang hilang. Lama sekali yah perjuangan mereka? Meskipun begitu, sampai sekarang mereka belum memperoleh kepastian hukum mengenai kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Karlina Supeli pun membacakan sebagian dari surat yang ditulis oleh para perjuang aksi Kamisan.

Menutur Karlina, tujuan kenapa pejuang HAM terus memperjuangkan keadilan bukan sekadar untuk menghukum orang yang melanggar HAM, tapi agar kita, sebagai bangsa Indonesia bisa belajar dari sejarah. Apa yang menyebabkan pelanggaran HAM? Institusi apa yang terlibat? Bagaimana pelanggaran itu terjadi? Tanpa mengetahui hal-hal tersebut, akan sulit bagi kita untuk menghilangkan aksi pelanggaran HAM. Agar kejadian yang sama tidak terulang, kita perlu belajar dari pengalaman-pengalaman di masa lalu. Terkait penyelesaian hukum masalah HAM di Indonesia, beliau mengatakan, "Tujuan hukum itu melampaui hukum itu sendiri".  Ketika hukum ditegakkan, kita bisa belajar bagaimana, kapan, dan kenapa hak asasi manusia tersebut dikhianati.

Itu adalah sekilas cerita saya belajar kembali mengenai HAM. Perjalanan belajar itu masih akan terus berlanjut. Semoga!

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)