Pendidik dan Perubahan Zaman

Belakangan ini baru berbincang-bincang dengan seorang dosen yang mengajar komunikasi. Dia mengatakan bahwa dia menggunakan komputer untuk keperluan mengetik, membuat presentasi, dan mendengarkan lagu di youtube. Dia tidak banyak menggunakan media sosial seperti twitter dan lainnya.  Meskipun saya bukan ahli komunikasi, menurut saya ada banyak pola komunikasi baru yang berkembang. Setelah merebaknya media sosial teori komunikasi yang lama mungkin telah diperbaharui oleh berbagai teori komunikasi yang baru. Zaman berubah, dan ilmu juga senantiasa berkembang. Seorang pendidik perlu menyadari ini, setidaknya untuk menjadi motivasi untuk terus belajar.

Perbincangan saya dengan dosen tersebut mengingatkan saya dengan perjumpaan dengan seorang guru, sekitar setahun yang lalu. Di sebuah pelatihan yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI), saya bertemu dengan seorang guru perempuan. Usianya mungkin lebih dari 50 tahun. Rambutnya telah memutih. Matanya sedikit sayu. Dia mengatakan pada saya bahwa dia sudah tidak aktif mengajar. Kini sulit baginya untuk mencari pekerjaan.

“Ibu mengajar apa?” tanya saya.

Ibu tersebut berkata bahwa keahliannya adalah mengajar stenografi. Stenografi adalah cara menulis ringkas dan cepat, biasanya dipakai untuk menyalin pembicaraan (www.wikipedia.org). Dulu siswa-siswa SMK jurusan sekretaris mempelajarinya. Juga para jurnalis. Sekarang mereka sudah tidak mempelajarinya lagi.  Kini tampaknya peran stenografi digantikan oleh alat perekam suara, video, ataupun kemampuan mengetik cepat. Jadi, mungkin pengguna stenografi tidak sebanyak dulu.

“Apakah ibu bisa menggunakan komputer?” tanya saya, ingin tahu.

Ibu tersebut mengatakan bahwa dia tidak bisa menggunakan komputer. Mengetik pun tidak bisa. Keahliannya adalah stenografi.

“Kalau ada lowongan untuk mengajar stenografi mohon kabari saya yah!” katanya berharap. 


Saya tidak meragukan kapabilitas kedua pendidik di atas. Mereka adalah ahli di bidangnya masing-masing. Semangat belajar mereka pun masih tinggi. Dosen komunikasi tersebut sempat meminta saya menuliskan beberapa alamat website yang bisa dijadikan referensi untuk belajar sedangkan guru steografi tersebut masih bersemangat mengikuti berbagai pelatihan guru. Namun, zaman berubah begitu cepat.  Apa yang mereka pelajari selama bertahun-tahun dan membuat mereka “sukses” di masa lalu ternyata tidak lagi dihargai sebagaimana dulu.  

Perjumpaan saya dengan kedua pendidik tersebut meninggalkan banyak pertanyaan di benak saya. Bagaimana kalau ilmu yang dulu kita pelajari kini tidak bermanfaat lagi? Bagaimana kalau pekerjaan yang dulu kita anggap penting kini sudah mulai menghilang? Apakah ilmu-ilmu yang kita anggap penting memang akan sama pentingnya di masa yang akan datang? Apakah yang siswa kita pelajari di sekolah memang benar-benar akan mereka perlukan? Zaman memang berubah, jadi bagaimana para pendidik harus menghadapinya?

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)