30 Maret 2012
Saya sudah merancang pembelajaran di kelas sedemikian rupa. Saya menyiapkan sebuah lembar kerja tentang pembelajaran mengenai persamaan garis lurus. Lembar kerja tersebut dirancang oleh Ibu Meli Sari, teman saya yang merupakan dosen pendidikan Matematika di UNJ. Lembar kerja tersebut unik karena dimulai dari sebuah problem. Beberapa pertanyaan pertama bisa dijawab oleh semua anak, meskipun kemampuan mereka bervariasi. Ada kasus mengenai dua taksi. Harga awalnya berbeda-beda, begitu juga harga per kilometernya. Yang manakah yang lebih mahal? Apa alasannya?
Pertanyaan ini pertanyaan terbuka siswa boleh menjawab apa saja. Jawaban ini akan didiskusikan kemudian.
Berikutnya anak diminta untuk mengisi tabel, harga taksi per kilometer. Lalu membuat grafik. Lalu mereka diminta menjawab berbagai pertanyaan lanjutan.
Lembar kerja tersebut dibuat dengan sangat sistematis. Tidak ada penjelasan bahwa :
Lembar kerja tersebut dibuat dengan sangat sistematis. Tidak ada penjelasan bahwa :
"persamaan garis lurus adalah.... "
"rumusnya adalah..."
Mahasiswa saya saya minta untuk mengisi lembar kerja tersebut. Berpasangan. Mereka harus membayangkan diri mereka sebagai siswa SMP yang belum mengenal persamaan y = mx+c
Saya tak menyangka, mereka benar-benar serius mendalami perannya sebagai 'siswa SMP'. Mereka kembali mengingat-ingat, 'waktu saya SMP, saya akan menjawab begini'.
Setelah saling mencocokkan jawaban, saya minta mereka untuk kembali menggunakan kacamata sebagai calon guru. Saya minta mereka menganalisa bagaimana lembar kerja tersebut dirancang. Kira-kira apa yang berkecamuk dalam pikiran si perancang, saat dia merancang lembar kerja tersebut? Kenapa dia memilih masalah matematika tersebut, bukan yang lainnya? Bagaimana dengan bahasa yang digunakan? Kenapa struktur lembar kerja tersebut dirancang sedemikian rupa? Apa saja yang dia pertimbangkan saat merancang lembar kerja tersebut?
Pertanyaan terakhir, mahasiswa saya minta menjawab bagaimana perbandingan antara lembar kerja tersebut dan lembar kerja/ buku teks yang mereka gunakan waktu sekolah dulu (untuk topik yang sama). Bagaimana model pembelajaran yang mereka dapatkan saat memp[elajari topik tersebut? Apakah sama, mirip, atau malah sama sekali berbeda.
Berempat-empat mereka berdiskusi menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Waktunya 20 menit. Di kelas sebelumnya (yang materinya sama), mahasiswa saya berhasil merumuskan berapa poin penting mengenai cara untuk merancang pembelajaran dengan menggunakan pemecahan masalah (problem solving) agar pembelajaran berjalan dengan baik. Tentu saja, saya harapkan kelas ini juga bisa melakukan hal yang serupa. Mereka menemukan 'teori' mereka sendiri, sebelum kemudian membandingkannya dengan teori orang lain.
Pertanyaan terakhir, mahasiswa saya minta menjawab bagaimana perbandingan antara lembar kerja tersebut dan lembar kerja/ buku teks yang mereka gunakan waktu sekolah dulu (untuk topik yang sama). Bagaimana model pembelajaran yang mereka dapatkan saat memp[elajari topik tersebut? Apakah sama, mirip, atau malah sama sekali berbeda.
Berempat-empat mereka berdiskusi menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Waktunya 20 menit. Di kelas sebelumnya (yang materinya sama), mahasiswa saya berhasil merumuskan berapa poin penting mengenai cara untuk merancang pembelajaran dengan menggunakan pemecahan masalah (problem solving) agar pembelajaran berjalan dengan baik. Tentu saja, saya harapkan kelas ini juga bisa melakukan hal yang serupa. Mereka menemukan 'teori' mereka sendiri, sebelum kemudian membandingkannya dengan teori orang lain.
Diskusi berlangsung seru. Suara kelas saya cukup nyaring. Yang satu berdebat dengan yang lainnya. Bagi kelompok yang agak kalem, saya dekati mereka sambil mengajukan beberapa pertanyaan agar diskusi bisa kembali memanas.
Pintu diketuk, seorang staf mengajak saya bicara,"Ibu, kita diminta untuk memulangkan semua mahasiswa dan staf secepat mungkin. Sedang ada kerusuhan di beberapa daerah di Jakarta."
"Kenapa Bu?" tanya mahasiswa saya. Saya lalu bercerita bahwa kita diminta untuk pulang karena ada kerusuhan.
"Yah!" kata mereka.
"Yah!" kata mereka.
Seorang mahasiswa berkata, "Lagi seru nih diskusinya! Lagi beradu argumen nih! Baru aja hot! Baru ngeh maksudnya apa!"
Kelas terpaksa dipulangkan. Perasaan saya? Sedih juga karena suasana belajar yang sedang seru-serunya harus terpotong. Tapi saya tidak mau protes. Toh di luar sana memang sedang terjadi demonstrasi besar-besaran. Memang ada alasan keamanan. Soal demonstrasi, menurut saya, rakyat berhak marah. Mereka berhak bersuara. Toh, selama ini aspirasi mereka tidak pernah didengar. Masalahnya bukan hanya terkait naik atau tidaknya harga BBM. Akar masalahnya jauh lebih dalam dari itu. Bukan hanya kemiskinan, tapi juga ketidakadilan. Mungkin ini memang momentumnya mereka bersuara, berekespresi.
Jadi, biarkanlah kelas saya terputus di tengah jalan. Diskusi masih bisa dilanjutkan di lain hari. Kini, ada hal besar yang memang mungkin perlu terjadi. Itu lebih penting dari kelas saya sore ini.
Comments
:)
tapi membaca tulisan ibu membuat saya bisa membayangkan betapa serunya kelas pada saat itu...meskipun dengan sangat terpaksa harus terputus di tengah jalan....
menyesal tidak ikut...
mungkin apa yang ibu rasakan sama dengan yang teman-teman saya rasakan waktu harus menghentikan kegiatan belajar mengajar...
tetap semangat Miss Putti....Miss selalu saja memberikan yang terbaik buat kami...
terima kasih miss.