Live in (3)

Setelah mengikuti kegiatan belajar di KBA Kembangan lestari, Mbak Sinta bergegas mengantarkan saya ke 3 kampung lain u/ melihat kondisi KBA di kampung2x yg lain.

Untuk mencapai kampung I yg saya kunjungi (lupa namanya), saya menyusuri sbuah lorong yg panjang, yg padat dgn rumah2x di sebelah kiri kanan dan sesungguhnya penuh kehidupan. Saya tidak tahu berapa jumlah anak berlari2xan dspanjang jalan, jajan. Bny skali orang melakukan berbagai kegiatan di lorong itu, mulai dr berjualan aneka jajanan, mencuci baju, menjemur makanan, dsb. Lorong di sana mengingatkan saya akan sebuah artikel yg saya baca di National Geographic tentang sebuah lorong di Dhafur. Mungkin saya sedikit aneh, tapi saya melihat, dibalik semua kesulitan yg ada di lorong yg saya lalui, saya merasakan keindahan, krn lorong itu tampak begitu hidup.

Kalau saja pemerintah cukup pandai. Sebenarnya tempat yg penuh kehidupan dan manusia seperti itu bisa dibangun komunitasnya. Tidak perlu melakukan penggusuran, cukup penyediaan ruang publik u/ tempat bermain anak2x, berkumpul, penyediaan air bersih, dan juga sarana kesehatan, akses thd informasi dan pendidikan. Maksud saya, di sana kan sudah ada sejumlah penduduk, ada sekian bny anak dan remaja, dan sebenarnya beberapa penduduknya walau secara sederhana, melalui sektor informal mampu menghidupi diri sendiri (misalnya dgn berjualan jajanan). Jd yg tinggal dibangun adalah sedikit infrastruktur yg memungkinkan pembangunan komunitas. Apabila hal ini dilakukan, saya percaya suatu hari masyarakat yg tinggal di lorong2x ini bisa menciptakan komunitas yg solid dan mandiri, serta bisa berkreasi u/ bersama2x meningkatkan kualitas hidup bersama.

Well, saya tahu membangun suatu komunitas bukanlah hal yg mudah.. We gotta start from scratch, tapi, siapa tahu?

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)