Pak Sumardianta dan Saya (Bagian 3)

Berkolaborasi menulis buku "Mendidik Pemenang Bukan Pecundang" bersama Pak Sumar berarti bahwa saya punya lebih banyak kesempatan ketemu Pak Sumar dan mengenal banyak orang baru. Kini, setiap ke Jogjakarta, saya selalu mengabari Pak Sumar. Ketika Pak Sumar tidak sibuk, dia dan istrinya (juga anaknya) akan menemui saya di Jogjakarta dan mengajak saya berjalan-jalan. Pernah saya diajak menemani Pak Sumardianta dan istrinya pergi kondangan, ke pernikahan anak seorang seniman di kaki gunung Merapi, di dusun Juwiran, Klaten. Saya melihat misa pernikahan yang dipimpin oleh Romo Sindhunata (yang sempat diperkenalkan kepada saya juga). Acaranya di semacam lereng gunung. Begitu banyak warga berkumpul di sana, duduk di atas kursi-kursi yang ditaruh di atas tanah, mengenakan pakaian tradisional, berarak-arak, dan membawa beragam seserahan. Sebuah upacara adat yang sangat menarik dan tidak pernah saya temui di kota besar. 

Saya juga punya kesempatan berkenalan dengan banyak orang baru. Setelah menulis buku bersama saya, Pak Sumardianta juga berkolaborasi  menulis buku bersama orang lain. Bersama Pak Gregorius Sutarto, guru Fisika di Kolese Kanisius, Pak Sumardianta menulis "Jatuh 7 Kali, Bangkit 8 kali". Buku tersebut berkisah tentang Pak Tarto yang hidupnya penuh tantangan tetapi selalu bangkit, bukan karena "ingin membalas dendam" terhadap kesulitan yang pernah dialami tetapi didasari pada harapan akan kebaikan yang Maha Kuasa. Saat diskusi buku tersebut di Jakarta, saya hadir dan bisa berkenalan dengan Pak Tarto. 




 Buku lain yang ditulis Pak Sumardianta secara kolaboratif berjudul "Seasoning Madaventures: Lompatan Bisnis Juragan Bumbu". Buku tersebut ditulis oleh Pak Sumardianta bersama Pak Henri Suhardja. Selain diperkenalkan kepada Pak Henri, saya juga diperkenalkan kepada tokoh di dalam buku. Namanya Pak Gunawan Wibisono, yang ternyata teman kuliahnya Pak Muzi Marpaung. Pak Gunawan Wibisono kerjanya meracik rasa (bumbu). Tanpa kita sadari, bisa jadi kita pernah memakan makanan yang diracik oleh Pak Gunawan, tapi tidak sadar, misalnya beberapa bumbu mie, dan makanan kecil. Pekerjaannya memang menggugah selera dengan rasa dan bau yang harum. Meskipun sangat berpengaruh di industri makanan, Pak Gunawan orang yang rendah hati dan selalu memperlakukan orang lain dengan rasa hormat. Meskipun hanya bertemu sebentar, saya sangat hormat kepadanya. 



Tahun  2022 ini, Pak Sumardianta dan saya berkolaborasi menulis  "Guru Update Berdiri, Murid Posting Berlari" yang diterbitkan oleh Diva Press. Saat peluncuran buku tersebut di Jogjakarta, saya jadi punya kesempatan berkenalan dengan beberapa teman-temannya Pak Sumardianta. Ada Mas Alfin Rizal, ilustrator buku tersebut. Juga ada  Mas Iqbal Aji Darmono, penulis buku "Out of The Truck Box"  dan buku "Sapiens di Ujung Tanduk". Saya belum membaca keduanya tapi ingin membacanya suatu hari. Selain menulis buku, Mas Iqbal juga sering mengadakan pelatihan menulis online. Salah satu muridnya, teman baik saya waktu kuliah S1, Meirin. Saya juga bisa berkenalan langsung dengan Mas Edi Mulyono, pemilik Penerbit Diva Press. Saya pernah mendengarkan podcast di Mojok, berupa wawancara Mas Puthuh EA dengan Mas Edi (lihat: Kopi, Literasi, dan Pak Edi di https://www.youtube.com/watch?v=VGX02_ydMGI). 

Di podcast tersebut Mas Edi menceritakan tentang kafe-kafe yang dibuatnya.  Pekerjanya merupakan mahasiswa-mahasiswa dari kampus sekitar. Makanan dan minum di kafenya dibuat terjangkau. Kafe-kafenya juga menjadi tempat berkumpulnya orang-orang. Salah satu kafe binaannya menjadi tempat peluncuran buku "Guru Update Berdiri, Murid Posting Berlari." (berlanjut) 




Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)