Gernas Tastaka (2): Cerita tentang Langkah Pertama

Ketika awal Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka) terbentuk, para pendiri belum tahu persis bentuknya. Kami sudah tahu bahwa kami mau memberikan akses kepada anak-anak Indonesia untuk bisa belajar matematika yang menumbuhkan nalar mereka. 

Pertemuan pertama dilakukan di UI dihadiri oleh Pak Ahmad Rizali, Woro Retno Kris Sejati, Pak Agung Wibowo, dua mahasiswa UI, dan saya. 

Setelah beberapa pertemuan untuk membahas bentuk Gernas Tastaka kami memilih fokus di SD dulu. Juga, mulai dari melakukan gerakan dengan menyelenggarakan kegiatan untuk guru dulu. Kenapa? Kebetulan diantara pendiri-pendiri Gernas Tastaka memang ada beberapa yang bergerak sebagai guru serta memang hobi berbagi dengan guru. Kenapa SD? Karena di tingkat itulah salah satu fondasi terkait matematika biasanya mulai dibangun (sebenarnya di usia sebelum SD juga, tapi kami memang belum mau fokus ke sana). Saat launching pada 10 November 2020 sudah muncul ide membuat Training of Trainers (ToT) untuk guru SD meskipun gagasan lengkapnya masih samar-samar.

ToT dan bukan pelatihan biasa. Kenapa? Kalau membuat pelatihan saja, artinya peserta pelatihan akan menerapkan apa yang dipelajari di kelas. Itu bagus, tapi kami inginnya yang mengikuti kegiatan kami, selain menerpkan apa yang dipelajari di kelas, bisa berbagi tentang apa yang dipelajari ke guru lain. Caranya, boleh bikin ToT lagi, pelatihan, atau mengembangkan konten, atau berbagi dengan cara lain. 

Awalnya ToT kami terdiri dari 6 pertemuan masing-masing 6 jam (luring). Bahannya kami adopsi dari berbagai bacaan terkait pendidikan matematika. Kami tidak menciptakan metode baru. Kami tidak membuat konsep baru. Kami hanya meramu kembali apa yang memang menjadi pengetahuan-pengetahuan dasar terkait pendidikan matematika serta menyebarluaskan gagasannya. Kami tahu, sebenarnya ada begitu banyak ilmu terkait pendidikan matematika yang perlu dipelajari guru SD dan guru matematika manapun. Tidak mungkin. Mau bikin kegiatan untuk menyebarkan semua detilnya? Gak mungkin lah yah. Pasti akan membutuhkan waktu yang lama sekali. Artinya kami pilih beberapa saja, yang esensial sebagai pancingan bagi teman-teman guru untuk belajar lagi. Dalam Gernas Tastaka segala media komunikasi kami menjadi penting mulai dari Group FB, Instagram, dan WA Group yang terdiri dari peserta-peserta kegiatan Gernas Tastaka. Di situlah proses belajar melalui dialog dan kegiatan sharing terus dilakukan. Di sana jugalah tempat munculnya ide-ide baru. ToT menjadi semacam "tempat perkenalan dan memulai persahabatan", proses komunikasi berikutnya lah yang membuat hubungan persahabatan untuk saling belajar tersebut semakin erat. 




Ketika ToT pertama kali kami diujicobakan di MIN 13 Jakarta Timur, kami tidak menyangka bahwa sambutannya hangat sekali. 30 orang guru dari sekolah tersebut mengikuti seluruh rangkaian kegiatannya secara penuh. Saat penutupan ToT ke-6 pada 9 Februari 2019, seorang peserta mengatakan, yang mengaku belajar matematika sejak SD tahun 1969 mengatakan, "Selama belajar selama ini, kami seperti anak-anak. Kalau berhasil, girangnya kayak apaan. Lompat-lompat. Bukan berarti kami songong, bukan berarti kami tidak sopan. Tapi karena senangnya mendapatkan ilmu yang selama ini kami rindukan". Kami menutup ujicoba ToT tersebut kami menonton bersama (Hidden Figures) sambil makan-makan dengan makanan yang dibawa oleh peserta secara botram. Itu langkah pertama kami, yang kemudian menumbuhkan percaya diri kami untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya. Kalau kata Lao Tzu, "The journey of a thousand miles begins with one step"  yang artinya perjalanan 1000 mil dimulai dengan langkah pertama. Itu yang kami rasakan ketika pertama kali mau mencoba membuat gerakan melalui Gernas Tastaka.

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah