Refleksi tentang Pendidikan Sebagai Hak

Setiap Senin pagi, tukang koran akan mengantarkan koran Media Indonesia ke depan pintu tempat tinggalku. Setiap Senin, di Media Indonesia ada satu halaman penuh yang berisi opini tentang Pendidikan. Pagi ini,  ketika saya membuka koran Media Indonesia, saya menemukan berita ini :


Berita lengkapnya bisa dibaca di --> http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/11494/Ujian-SD-Syarat-Masuk-SMP/2015/05/18

Berita ini menyiratkan bahwa ujian nasional (atau ujian sejenisnya) tetap penting meskipun bukan sebagai penentu kelulusan. Kalau hasil ujian SD seorang siswa baik, maka mereka berhak masuk ke sekolah-sekolah tertentu. Pilihan mereka dalam memilih jenis pendidikan lebih luas daripada siswa yang nilai ujian sekolahnya rendah. Kalau hasil ujian SD seorang siswa kurang baik, maka mereka hanya punya pilihan sedikit dalam menentukan ke mana mereka mau melanjutkan pendidikan. Apabila pelaku pendidikan mempercayai sistem yang semacam ini, artinya mereka belum memandang bahwa pendidikan (yang berkualitas) adalah hak setiap anak, baik yang nilai ujiannya rendah maupun tinggi.

Saya jadi teringat sebuah puisi yang saya temukan di dokumen "A Human Rights-Based Approach to Education" yang diterbitkan oleh UNICEF/UNESCO (2007). Begini puisinya  :

My right to learn By Robert Prouty

I do not have to earn The right to learn. It’s mine. And if because Of faulty laws And errors of design, And far too many places where Still far too many people do not care – If because of all these things, and more, For me, the classroom door, With someone who can teach, Is still beyond my reach, Still out of sight, Those wrongs do not remove my right. So here I am. I too Am one of you And by God’s grace, And yours, I’ll fi nd my place. We haven’t met. You do not know me yet And so You don’t yet know That there is much that I can give you in return. The future is my name And all I claim Is this: my right to learn.


Puisi tersebut intinya menggambarkan bahwa pendidikan adalah hak. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan. Setiap anak berhak memilih bentuk pendidikan apa yang terbaik baginya. Sayangnya, kebijakan-kebijakan pendidikan yang ada di negeri ini, misalnya adanya sistem seleksi untuk masuk sekolah negeri. Sekolah negeri pada dasarnya seharusnya didirikan untuk setiap warga negara. Siapapun warga negara Indonesia seharusnya boleh bersekolah di sekolah-sekolah negeri tanpa mengikuti sistem seleksi. Sekolah negeri seharusnya merupakan tempat di mana siswa dari berbagai latar belakang, ekonomi, sosial, dan kemampuan akademik bersama-sama belajar, bukan hanya belajar matematika, bahasa, dan IPA, tapi juga belajar bersosialisasi dengan berbagai orang, berinteraksi dalam keragaman. Tampaknya kesadaran semacam ini masih kurang. Beberapa kebijakan-kebijakan pendidikan tampaknya belum didasari pentingnya hak pendidikan bagi semua warga negara. Sayangnya!

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)