Pertemuan & Minum Kopi dengan Ibu Itje serta Pembicaraan yang Tiada Habisnya


Sumber gambar: http://www.ivillage.com/best-way-make-cup-coffee/p1080525

Sudah hampir tiga tahun saya secara rutin bertemu  Ibu Itje Chodidjah untuk membahas pembuatan buku mengenai Bincang Profesi Guru (yang belum kelar-kelar sampai sekarang). Kami bertemu sekitar seminggu atau dua minggu sekali, biasanya sambil minum kopi.  Kang Azul, yang juga merupakan tim penulis buku, seringkali nimbrung juga. Selain menyiapkan buku yang kami harapkan  Bulan Ramadhan ini akan selesai draft-nya. Selain membahas pembuatan buku, kami juga mengobrolkan begitu banyak hal.

Apa yang diobrolkan? Apa saja tapi kebanyakan adalah tentang pendidikan. Kami membahas isu pendidikan, pengalaman mengajar, kebijakan pendidikan, kegelisahan yang kami rasakan terkait situasi pendidikan di tanah air dan juga harapan-harapan kami. Kenapa kami menjadi memilih menjadi pendidik dan kenapa terus bertahan?

Sekali bertemu kami biasanya menghabiskan setidaknya 3 jam  tapi pernah juga lebih lama. Saya ingat salah satu pertemuan kami berlangsung dari jam 3 sore sampai jam 10 malam.  Begitu banyak hal yang kami obrolkan biasanya dimulai dari kata-kata, "Ada cerita menarik nih tadi....."

Kadang kami mulai dengan topik yang kelihatannya tidak terkait pendidikan. Saat itu kami membahas acara televisi "The Voice Indonesia" di mana tiga orang penyanyi yang sudah punya nama diantaranya Sherina, Giring, dan Armand Maulana diminta untuk memilih calon penyanyi baru yang potensial untuk di-coaching agar bisa lebih baik dalam menyanyi. Dasar kami berdua suka sekali membahas proses belajar, kami membahas bagaimana masing-masing coach membelajarkan calon penyanyi dengan memilihkan lagu yang tepat dan memberikan tantangan-tantangan sebagai proses  scaffolding. Coach  yang baik belum tentu meng-coach calon penyanyi yang sudah 'matang' dalam bernyanyi tapi justru itu jadi kesempatannya untuk membuat calon penyanyi berkembang. Guru juga begitu, guru yang baik belum tentu harus mengajar anak yang cream of the cream,alias paling baik di antara yang paling baik, tapi justru yang kelihatannya biasa saja, dengan proses pendidikan yang baik, maka mereka bisa jadi lebih 'bersinar'. 

Yang tentu tidak pernah berhenti kami bicarakan adalah terkait kebijakan pendidikan. Mulai dari membahas zaman RSBI di kala RSBI masih ada, membahas kebijakan pelatihan guru, sampai kini sibuk membahas kurikulum 2013 yang diciptakan melalui proses yang instan. Bu Itje, adalah orang yang memikirkan semua isu itu dengan sungguh-sungguh sampai kadang dia tidak bisa tidur. Saya juga begitu. Kalau ada kebijakan yang dibuat secara 'asal' Bu Itje bisa kesal sampai wajahnya memerah. Tapi tentu saja, emosi juga harus diekspresikan. Pertemuan rutin kami merupakan salah satu tempat menyalurkan emosi terkait berbagai kegelisahan dan kemarahan terkait kebijakan maupun isu pendidikan yang ada. Hasil pertemuannya? Biasanya sih emosi mereda dan kadang kami malah memutuskan untuk menghasilkan karya baru terkait kegelisahan ini. Kadang kami memilih untuk menulis artikel bersama atau kadang sendiri-sendiri lalu saling memberikan komentar. 

Kadang kami dengan menggebu-gebu menceritakan bacaan yang menarik. Bukan hanya sharing, tapi juga saling membacakan. Saat saya menemukan buku "Guru dan Secangkir Kopi" karya Mas Andi Achdian di Jakarta Book Fair saya membacakan beberapa potongan tulisan tersebut kepada Bu Itje. Begitu juga saat saya membaca buku elektronik  "We Make The Road By Walking" karya Paolo Friere & Myles Horton. Di lain waktu, Bu Itje membacakan jurnal yang diamiliki mengenai pentingnya dialog dalam meningkatkan kapasitas guru. Yag satu membacakan, yang lainnya mendengarkan dan kadang ini dilakukan secara spontan saja.

Meski umur kami berbeda 20 tahun (saya seumur anaknya Ibu Itje) kalau sudah mengobrol kami suka lupa perbedaan usia ini. Kami saling merekomendasikan bacaan yang perlu dibaca atau film yang perlu ditonton untuk meningkatkan kapasitas diri. Saya, yang lebih muda tak segan-segan suka menantang Bu Itje seakan-akan Bu Itje siswa saya, "Bu, coba ini dibaca di rumah yah.. Nanti tolong dituliskan pendapatnya," kata saya pada Bu Itje dengan nada seolah-olah memberikan tugas pada siswa.  Untungnya Bu Itje cukup demokratis dan tidak menganggap saya kurang ajar. Baginya, proses bertemu, sharing, berdialog, dan saling menantang ini termasuk salah satu cara belajar dan mengembangkan diri.

Beberapa waktu terakhir kami tidak bertemu karena masing-masing punya kesibukan sendiri. Sudah sekitar 2 bulan kami tidak bertemu, maka dua hari yang lalu kami memutuskan untuk bertemu lagi. Ternyata Ibu Itje membawa serta dua orang guru dari Sidoarjo yang sedang di Jakarta untuk merancang kurikulum bahasa Inggris SD. Pertemuan ini menarik dan akan saya ceritakan dalam tulisan selanjutnya.

Bersambung...

Comments

Anonymous said…
Mantap blognya. Ditunggu kunbal
Mantap blognya, ditunggnu kunbal

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)