Perjumpaan Kembali dengan Sensei Okihara, Perkenalan Baru dengan Sensei Keiko

Mungkin masih ada yang ingat cerita pertemuan saya dengan Sensei Okhara yang saya tuliskan di sini. Sensei Okihara adalah temannya Ibu itje Chodidjah, teman saya yang juga aktif bergerak di bidang pendidikan. Mereka bertemu dalam sebuah konferensi dan kemudian terus berhubungan untuk saling bertukar pikiran mengenai pendidikan.

Tahun lalu Ibu Itje, meminta saya untuk berkenalan dengan Sensei Okihara yang saat itu sedang berkunjung ke Indonesia untuk melakukan penelitian mengenai Content and Language Integrated Learning (CLIL). Tahun ini Sensei Okihara berkunjung lagi ke Indonesia, tepatnya pada Selasa, 17 September 2013 yang lalu. Ini kunjungannya yang kedua ke Indonesia. Beberapa agendanya, diantaranya adalah sit-in di kelas saya, ngobrol dengan beberapa rekan dosen  di Sampoerna School of Education (SSE), mengunjungi Bandung dengan kereta untuk melihat SD Semi Palar dan Museum Konferensi Asia-Afrika. Selain itu, juga mengunjungi Universitas Atma Jaya untuk bertemu beberapa dosen bahasa Inggris di sana. 

Kali ini Sensei Okihara membawa seorang guru lagi, namanya adalah Sensi Keiko yang juga adalah istrinya sendiri. Dua-duanya ikut duduk mengamati saya mengajar di dalam kelas.  Sensei Keiko juga guru bahasa Inggris tetapi dia mengajar bahasa Inggris dalam kegiatan di luar sekolah, mungkin semacam ekskul. Tapi caranya mengajar bahasa Inggris sangat unik, yakni melalui kegiatan memasak. Seminggu sekali dia mengajar memasak untuk anak-anak tapi instruksinya dilakukan dalam bahasa Inggris. Jadi sambil memasak berbagai jenis makanan, anak-anak juga belajar berbahasa Inggris. 

Pada dasarnya Sensei Keiko memang sangat tertarik pada makanan. Saya sempat kedua Sensei makan di sebuah restoran Padang yang ada di sebelah kampus. Seperti biasa, banyak sekali piring ditata di atas meja. Isinya daging, ikan, sayur, telur, dan banyak lagi. Warnanya macam-macam, merah, coklat, kuning, dan lainnya. Tergantung bumbunya. 

Saya jelaskan bahwa kita bisa memilih mana yang mau kita makan. Tidak harus dimakan semua. Banyaknya piring berisi makanan, sebenarnya semacam  strategi marketing. Membuat kita ingin mencoba semua.

Sensei Keiko mencicipi beberapa makanan dengan khidmat. “I really love food & cooking,” katanya. “What is this?” tanyanya sambil menunjuk ikan tongkol. Setelah saya menjelaskan bahw namanya tongkol dia mencicipinya.

Sensei Keiko makan nasi, gulai ayam, tongkol sayur nangka, dan sayur singkong. Dia juga mencicipi rendang, dan satu gelas puding. Sambil makan dia menceritakan lagi tentang kelas masaknya, “Basically, I teach the children how to cook Western food. But sometimes their parents do not know how to cook Japanese food. So, sometimes I also teach the children to cook Japanese food and at home, they teach their mothers how to cook.”
Setelah makan kami keluar restoran lalu melihat sebuah mobil bak sedang parkir. Mobil bak tersebut penuh sengan sayur singkong. Sensei Keiko tampak kegirang melihat sayur singkong sebanyak itu, “It’s still very fresh. Was that what we ate? We actually have that in Japan too.” Sensei Okihara dan Sensei Keiko sama-sama menyebutkan nama sayur singkong dalam bahasa Jepang tapi saya sudah lupa istilahmya.

Setelah makan, pertemuan kami berlangsung tak begitu lama. Sensei Okihara, Sensei Keiko, dan saya menuju ruang dosen untuk berbincang-bincang soal beberapa hal diantaranya mengenai pengajaran bahasa Inggris, mengenai tantangan untuk menjadikan siswa lebih aktif untuk berpartisipasi di dalam kelas, dan beberapa hal lain termasuk tentang isu pendidikan di Jepang yang sedang memikirkan untuk mengajarkan bahasa Inggris melalui mata pelajaran lain. 

“But in this case, we are not in a hurry. We are still studying its’ effect on teaching by looking at how other countries do it. How it is in other countries. Is it effective or not? Actually I am really glad that we are taking this issue slowly. I think in some context it works, like when it is applied in one or two schools but when you take it to a greater level, for example the national level, than it will be a very different issue,” katanya menjelaskan bahwa pemerintahnya tidak terburu-buru menerapkan kebijakan baru sebelum melakukan studi dengan lebih seksama. Sensei Okihara juga menjelaskan bahwa dia senang bahwa perubahan kebijakan pendidikan tersebut tidak dilakukan dengan buru-buru karena belum tentu efeknya baik. Apa yang sukses di beberapa sekolah belum tentu sukses bila dilaksanakan secara masif di level nasional.

Setelah diskusi saya mengantarkan Sensei Okihara dan Sensei Keiko ke luar kampus. Tapi belum sampai gerbang Sensei Okihara mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja berjalan ke gerbang sendiri dan meminta saya kembali ke dalam. Saya memang sudah mengatakan bahwa saya ada janji untuk bimbingan skripsi dengan beberapa mahasiswa. Sensei Okihara tak ingin saya terlambat. Terima kasih untuk kunjungannya Sensei Okihara & Sensei Keiko. Sampai berjumpa di kesempatan lainnya! 

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)