Kembali ke Kampus
Kembali ke kampus untuk mengajar ternyata sangat menyenangkan. Selain alasan bisa terus update secara akademik, karena harus menyiapkan materi pembelajaran, membuat penelitian, menmbaca, dll, ada alasan lain yang juga tak kalah seru.
Saat saya sedang menyiapkan rencana pembelajaran saya pulang sedikit lebih sore di atas magriblah. Sayup-sayup saya mendengar mahasiswa-mahasiswa saya berlatih paduan suara. Cantik dan menyenangkan.
Belum lagi ketika mahasiswa saya menyiapkan kegiatan fund raising dengan memutar beberapa film pendidikan di ruang kelas. Biayanya Rp. 5000,- (sudah termasuk diskusi). Di sela-sela waktu mengajar bisa deh nonton film berkualitas (tentang guru berkebutan khusus). Film itu sebenarnya mampu membuat air mata saya berlinang-linang, tapi gengsi dong!
Tadi saya diajak mahasiswa saya melihat beberqapa mahasiswi saya sedang berlatih sebuah tari Sunda untuk sebuah kejuaraan. Mereka ingin melihat latihan mereka secara keseluruhan. "Ada yang bawa kamera tidak?" tanya mereka.
Kebetulan saya sedang membawa kamera jadi saya menawarkan diri merekam tarian mereka. Saat mereka melihat ulang tarian mereka, mereka tertawa-tawa sambil mengoreksi diri sendiri dan kelompok tarinya, "Tadi bagian ini tangannya kurang tinggi."
"Itu gak bersamaan geraknya!"
Sambil merekam saya mengamati kompleksnya gerak tangan, bahu, dan pinggul yang mereka tarikan. Saya sendiri belum pernah belajar tari Sunda, dan ingin ikut belajar! Kebahagiaan menyusup di dalam hati saya. Suasana di kampus baik kehiduoan belajar, berkesenian, berkarya, berdiskusi, dan dialog sehari-hari mahasiswa ternyata membuat saya begitu bahagia. Kebahagiaan menjadi seorang pengajar (semoga sudah bisa disebut pendidik) ternyata tidak hanya terbatas di dalam ruang kelas.
Saat saya sedang menyiapkan rencana pembelajaran saya pulang sedikit lebih sore di atas magriblah. Sayup-sayup saya mendengar mahasiswa-mahasiswa saya berlatih paduan suara. Cantik dan menyenangkan.
Belum lagi ketika mahasiswa saya menyiapkan kegiatan fund raising dengan memutar beberapa film pendidikan di ruang kelas. Biayanya Rp. 5000,- (sudah termasuk diskusi). Di sela-sela waktu mengajar bisa deh nonton film berkualitas (tentang guru berkebutan khusus). Film itu sebenarnya mampu membuat air mata saya berlinang-linang, tapi gengsi dong!
Tadi saya diajak mahasiswa saya melihat beberqapa mahasiswi saya sedang berlatih sebuah tari Sunda untuk sebuah kejuaraan. Mereka ingin melihat latihan mereka secara keseluruhan. "Ada yang bawa kamera tidak?" tanya mereka.
Kebetulan saya sedang membawa kamera jadi saya menawarkan diri merekam tarian mereka. Saat mereka melihat ulang tarian mereka, mereka tertawa-tawa sambil mengoreksi diri sendiri dan kelompok tarinya, "Tadi bagian ini tangannya kurang tinggi."
"Itu gak bersamaan geraknya!"
Sambil merekam saya mengamati kompleksnya gerak tangan, bahu, dan pinggul yang mereka tarikan. Saya sendiri belum pernah belajar tari Sunda, dan ingin ikut belajar! Kebahagiaan menyusup di dalam hati saya. Suasana di kampus baik kehiduoan belajar, berkesenian, berkarya, berdiskusi, dan dialog sehari-hari mahasiswa ternyata membuat saya begitu bahagia. Kebahagiaan menjadi seorang pengajar (semoga sudah bisa disebut pendidik) ternyata tidak hanya terbatas di dalam ruang kelas.
Comments