Cerita:Observasi ke Sekolah Dasar Kupu-kupu

Cerita: Observasi ke Sekolah Dasar Kupu-Kupu

Oleh Dhitta Puti Sarasvati


Beberapa waktu yang lalu saya diberi kesempatan untuk mengobservasi sebuah sekolah dasar di daerah Jakarta Selatan, SD Kupu-Kupu. SD ini dikelola oleh Ibu Yanti, putri dari mantan Pak Daoed Joesoef, Menteri Pendidikan di masa Orde Baru,. Saya mendapatkan kesempatan untuk mengobservasi sekolah ini dari pagi hingga jam sekolah berakhir. Saya ikut masuk ke dalam kelas, belajar, dan berinteraksi bersama murid-murid.


Ilustrasi/Admin (KOMPAS)
Setiap pagi, SD Kupu-Kupu selalu mengadakan upacara pembukaan. Saat upacara inilah, guru-guru akan melakukan absen dan memberikan beberapa wejangan dan nasihat untuk anak-anak didiknya. Anak-anak didik juga bisa berbagi perasaannya hari itu. Guru-guru akan mendengarkan dan memberikan beberapa nasihat bila perlu. Anak-anak bisa bercerita tentang apa saja, misalnya mengenai jalanan yang banjir, pertengkaran dengan kakaknya di pagi hari, atau apa saja. Tentu saja waktunya dibatasi. Meskipun waktu untuk bercerita dibatasi, anak-anak memiliki kebebasan untuk berekspresi. Mereka bebas berekspresi di depan guru dan teman-temannya. Mereka didengarkan.

Anak-anak juga diminta untuk membacakan “Buku Syukur”. Buku Syukur adalah sebuah buku tulis yang dimiliki oleh setiap murid SD Kupu-kupu. Setiap hari murid-murid harus menuliskan setidaknya satu kalimat syukur. Seorang murid menunjukkan Buku Syukurnya kepada saya. Pada salah satu halaman tertulis, “Saya bersyukur hari ini, saya tidak lupa membawa buku pelajaran.”

Kelas pertama yang saya masuki adalah kelas musik. Seorang guru musik berdiri di depan kelas sambil mengarahkan beberapa anak bermain pianika. Di SD Kupu-Kupu setiap anak akan belajar bermusik. Murid-murid kelas satu belajar bernyanyi. Murid-murid kelas 2 dan 3 belajar mengalunkan pianika. Murid kelas 4 dan 5, suling, sedang siswa kelas 6, angklung. Setiap tahun diadakan pentas dan siswa-siswi tampil menunjukan kemahirannya bernyanyi dan bermain alat musik.

Hari itu hari Jumat, saya perhatikan anak-anak menggunakan berbagai baju batik. “Setiap Jumat kami mengenakan batik,” kata Bu Yanti, “Batiknya batik pasaraya tapinya. Maksudnya, kami membebaskan siswa mengenakan batik apa saja, asal batik, jadinya setiap anak mengenakan batik yang berbeda-beda, jadi kelihatan berwarna-warni.”

Saya kemudian ikut masuk ke sebuah kelas bahasa Inggris. Saya diminta memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris. Saya tuliskan nama saya di papan tulis. Saya terangkan sedikit bahwa nama saya Puti berarti Putri dalam bahasa Minang.

Ada dua orang pengajar dalam kelas. Ada seorang guru–seorang perempuan yang masih muda–dan seorang guru lain yang tampaknya merupakan seorang asisten, perempuan muda juga. Sang guru membacakan sebuah cerita dalam bahasa Inggris. Tema pembelajaran hari itu mengenai tempat-tempat umum seperti pom bensin (fire station), bank, kantor post (post office), dan kantor polisi (police office). Tentu saja cerita yang dibacakan oleh sang guru berhubungan dengan tema yang dibahas.

Guru kemudian menggambar tempat-tempat tersebut di papan tulis. Dengan gambar ia menerangkan konsep “di antara” (between) dan “di sebelah” (next to). Setelah itu sang guru membagikan sebuah worksheet. Ada beberapa gambar dan beberapa kata dalam bahasa Inggris. Semuanya berhubungan dengan tempat-tempat publik. Anak-anak diminta mendiskusikan arti dari tempat-tempat publik itu dan dalam bahasa Inggris mereka menceritakan hal-hal apa saja yang mereka ketahui tentang tempat publik itu. Saat membahas mengenai toko mainan (toy shop) anak-anak berbagi pengalaman dan cerita mereka tentang mainan kesukaannya. Guru kemudian meminta anak-anak meneluarkan pensil warna mereka.

Mereka diminta untuk mewarnai gambar tempat-tempat publik, sesuai dengan perintah yang ada di worksheet, misalnya colour the bank green. Ini cara sederhana untuk melihat apakah para siswa sudah paham arti-arti berbagai vocabulary yang baru mereka pelajari.

Tak terasa waktu telah habis. Istirahat dimulai. Anak-anak beristirahat selama ½ jam. Anak-anak diminta untuk bermain di luar (kebun) selama ¼ jam. Saat itu, tidak ada anak yang boleh berkeliaran di dalam sekolah. Anak-anak berlari ke sana kemari di halaman. Seperempat jam berikutnya anak-anak diminta untuk masuk ke dalam kelas untuk mencuci tangan, lalu makan cemilan bersama. Biasanya siswa membawa cemilan berupa bekal dari rumah. Kalau memang ada orang tua yang tidak sempat menyediakan bekal untuk anaknya, di pagi hari sang anak bisa memesan katering. Di sekolah ini tidak ada kantin. Makan bersama di kelas menjadi sebuah ritual rutin. Guru pun ikut makan bersama siswa. Setelah makan, siswa diminta membersihkan meja. Di kelas sudah tersedia sebuah lap untuk membersihkan meja kala diperlukan.

Kelas yang saya masuki setelah jam istirahat adalah kelas 6. Pelajaran berikutnya adalah matematika. Saat itu siswa-siswi sedang belajar mengenai KPK, FPB, dan faktor prima. Mereka mengerjakan sebuah worksheet, setelah itu guru meminta mereka untuk memeriksa kembali tugas mereka. Siswa diminta untuk melakukan self assessment. Keinginan sang guru, adalah siswa yang mengatakan, “Oh, ini kesalahan saya.” Guru hanya memancing siswa untuk memperhatikan secara teliti pekerjaannya. Tentu saja, bila siswa memang mengalami kesulitan, sang guru akan membantu. Biasanya didahului dengan meminta seorang teman membantu teman yang lainnya.

Mata pelajaran berikutnya adalah IPA. Para siswa belajar mengenai perkembangbiakan tumbuhan. Guru IPA mengajak siswa-siswi mereview apa yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Ternyata, pada pertemuan sebelumnya para siswa belajar tentag perkembang biakan cocor bebek. Para siswa juga mendiskusikan pemahaman mereka mengenai perkembangbiakan vegetatif dan generatif. Ada pembahasan mengenai perkembangbiakan dengan spora. Bu Yanti mengatakan bahwa pada pertemuan berikutnya, ia akan membawakan spora dari jamur tempe agar anak-anak bisa melakukan pengamatan.

Pembelajaran mengenai perkembangbiakan tumbuhan tidak hanya berlangsung di dalam kelas. Hari itu anak-anak juga diminta menanam sendiri dua jenis tanaman. Di papan tulis, sang guru menuliskan proses yang akan dilakukan. Anak-anak akan belajar mengenai perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif dengan melakukan stek batang dan stek daun. Para siswa akan diminta untuk menanam alamanda dengan stek batang dan cocor bebek dengan stek daun. Setelah itu para siswa diminta untuk melakukan observasi setiap harinya, yang kemudian akan dituliskan dalam sebuah laporan.

Sebelum pergi ke kebun untuk menanam kedua tanaman, anak-anak diminta untuk berbagi pengalamannya berkebun dan menanam tanaman. Ada siswa yang perna menanam daun sirih, menanam tanaman dengan biji, menanam durian, bawang merah, bawang putih, dan sebuah daun yang berwarna ungu. Melalui diskusi mereka berbagi pengetahuan. Dalam diskusi ada yang bercerita mengenai bij matoa, sejenis rambutan yang gundul. Sayangnya tanaman ini dimakan oleh kelelawar dan musang sehingga di pagi hari bijinya bertebaran di mana-mana. Menurut sang guru, ini menunjukkan bahwa binatang juga membantu tumbuhan dalam melakukan perkembangbiakan dengan menyebarkan berbagai biji-bijian. Setelah diskusi, kami pun beranjak ke kebun. Setiap siswa mendapatkan satu pot untuk menanam alamanda dan cocor bebek. Masing-masing anak diminta menuliskan nama dan kelasnya di sebuah stiker yang ditempelkan di pot. Setiap anak bertanggung jawab atas potnya masing-masing. Setelah semua siswa telah selesai, kami kembali ke kelas. Para siswa diminya untuk menuliskan apa saja yang telah dilakukan dan dipelajari di kelas IPA hari itu.

Menurut seorang guru yang lain, guru IPA tersebut sangat passionate dalam bidangnya. Ia menyukai tanam-tanaman dan memiliki berbagai binatang di rumahnya, termasuk ayam, kambing, dan sebagainya. Mungkin sejenis peternakan. Ia mengajarkan IPA dengan mata yang berbinar-binar dan semangat untuk berbagi pengetahuan.

Pelajaran berikutnya adalah pelajaran seni rupa. Anak-anak diminta untuk mewarnai sebuah pola yang terbuat dar sebuah lingkaran yang dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Meskipun setiap siswa menggambarkan pola yang sama, namun pewarnaan yang berbeda membuat pola-pola tersebut tampak berbeda. Saya ikut mewarnai. Setelah itu, gambar-gambar siswa dikumpulkan dan digabungkan menjadi satu buah gambar yang lebih besar. Jadi, ada sebuah gambar yang terdiri dari berbagai gambar siswa tersebut.

Sudah waktunya kelas akan usai. Para siswa dikumpulkan dan diajak duduk membuat lingkaran. Sang guru mereview pekerjaan rumah apa saja yang perlu dikerjakan untuk minggu depan, akan ada ulangan apa saja, dan juga mereview kelebihan dan kekurangan kelas tersebut minggu tersebut. “Minggu ini jumlah siswa yang tidak membawa pekerjaan rumah ada sekian, mudah-mudahan minggu depan kita bisa membuat kemajuan sehingga tidak ada lagi siswa yang tidak membawa PR.” Guru dan murid mendiskusikan hal-hal apa lagi yang perlu diperbaiki. Setelah berdoa bersama, siswa-siswi diperkenankan pulang.

Saya kemudian mengamati siswa-siswi yang menguti Pramuka. Sudah lama saya tidak melihat kegiatan pramuka. Ada kegiatan upacara, bereksplorasi, dan juga menyanyi. Siswa-siswi menanyikan lagu maju tak gentar dengan bersemangat.

Terima kasih Bu Yanti, terima kasih guru-guru di SD Kupu-Kupu, terima kasih siswa-siswi SD Kupu-kupu. Senang bisa ikut belajar bersama kalian.


PS: Sebenarnya ada istirahat untuk shalat Jumat dan makan siang, tetapi saya lupa diantara pelajara keberapa.

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah