Saya menemukan buku " The Present Takers " karya Aidan Chambers di lemari buku adik saya. Tampaknya adik saya, yang kelahiran 1992, membaca buku tersebut saat dia remaja. Buku ini memang buku untuk remaja (atau malah pra-remaja). Sepertinya buku ini memang cocok dibaca oleh siswa usia 10 - 15 tahunan. Tentu, saya bukan remaja lagi, tapi saya penasaran membaca bukunya. Kenapa? Karena di bagian belakang buku ada keterangan bahwa ini bercerita tentang seorang anak yang mengalami bullying. Bullying adalah salah satu bentuk kekerasan di mana seorang anak menggunakan kekuasaannya untuk menekan anak yang lain baik secara verbal maupuk fisik. Bullying belakangan sering terjadi di beberapa sekolah, termasuk sekolah di Indonesia. Sebagai orang yang bergelut di dunia pendidikan, saya ingin tahu bagaiamana buku ini mengangkat cerita mengenai bullying. Mungkin ada yang bisa dipelajari. Cerita Tentang Lucy yang Di- Bully dan Guru yang Tidak Curiga Tokoh utama dalam buku ini bern
Ibu Maya mengajar kelas 3 SD. Di kelasnya ada 30 orang siswa. Kali ini, Ibu Maya ingin mengajar mengenai keliling bangun datar. Berdasarkan kurikulum, kompetensi dasar yang perlu dicapai siswa ada dua, yakni : menjelaskan dan menentukan keliling bangun dasar menyajikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling bangun datar Beginilah proses belajar di kelas Ibu Maya: Ibu Maya mengajak siswa-siswanya untuk duduk berkeliling. “Ibu punya sebuah cerita,” katanya. “Ceritanya, di suatu Minggu, ibu berjalan-jalan ke sebuah taman. Tamannya tidak terlalu besar sih tapi banyak tanamannya, jadi tetap menyenangkan ke sana. Nah di sekeliling taman tersebut ada jalan setapak. Ukurannya seperti gambar ini,” kata Ibu Maya sambil mengangkat sebuah kertas besar yang telah digambari. “Nah, Ibu berjalan dari sebelah sini,” kata Ibu Maya menunjuk pojok kiri bawah dari taman lalu menggeser tangannya ke kanan, ke atas, ke kiri, ke bawah, “lalu berjalan mengikuti setapak sampai
“Apa saja yang dipelajari ketika belajar matematika (di sekolah)?” tanya seorang fasilitator pada suatu pelatihan guru. Seorang menjawab, “Menghitung.” “Belajar tentang bilangan dan bentuk-bentuk,” kata seorang guru yang lain. “Belajar aljabar, kalkulus, dan sebagainya.” Ketika mendengar kata ‘matematika’, beberapa guru tampaknya langsung ingat pada topik-topik matematika seperti bilangan dan geometri. Yang kadang terlupa adalah bahwa matematika juga sangat terkait dengan proses berpikir tertentu. Seseorang yang belajar matematika pada dasarnya juga belajar bernalar, memecahkan masalah, melakukan pemodelan, dan lain-lain. Di dalam buku Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000), standar mengenai pengajaran matematika di sekolah dibagi menjadi dua: (1) standar konten dan (2) standar proses. Standar konten menggambarkan konten-konten yang perlu diajarkan kepada siswa dari TK sampai SMA, yakni: bilangan dan operasinya, aljabar, geometri, pengukuran, ana
Comments
terus tersenyum ya...
-arfah-
ur cheeks are orange!!:)