Memaknai Pemikiran Ki Hadjar Dewantara: Sebuah Refleksi (Bagian 1)
Semalam, Anyi, Qory, dan saya ngobrol soal interpretasi terhadap karya dan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Harus diakui, membaca karya-karya Ki Hadjar tidaklah selalu mudah, apalagi untuk bisa menginterpretasinya dengan bermakna dan tepat. Misalnya, saat membaca kedua buku "Pendidikan" dan "Kebudayaan", ada kalanya saya perlu membaca satu bagian berulang kali untuk benar-benar mencoba memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Apakah selalu berhasil? Tidak juga.
Maka, sebagai bagian dari proses belajar, saya akan mencoba menyicil sedikit beberapa hasil bacaan saya terhadap karya Ki Hadjar Dewantara, sebagai bagian untuk mencoba memahami pemikirannya. Saya menulis, hanya sebagai bentuk belajar saya dan saya akan membagikan hasil pembelajaran saya sebagai diskusi bersama.
Ini bagian pertama.
"Pendidikan" dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara
Menurut Ki Hadjar, pendidikan adalah
"daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budipekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.' (Dewantara, 2014, h. 14)
Bagi saya, kata "daya upaya" berarti bahwa pendidikan memang perlu diupayakan. Tidak begitu saja terjadi. Belajar itu bisa terjadi secara tidak disengaja ataupun disengaja. Ketika kita berjalan-jalan, tanpa ada niat belajar sekalipun, kita bisa saja belajar banyak hal baru misalnya tentang tempat-tempat yang ternyata menyenangkan untuk didatangi, belajar tentang orang-orang baru yang kita temui sepanjang perjalanan, dan banyak lagi. Namun, belajar bisa juga kita lakukan secara sengaja. Misalnya kita memang ingin mempelajari suatu daerah tertentu, maka sebelum pergi ke sana pun, kita "meniatkan diri" untuk belajar. Ketika berjalan-jalan, kita jauh lebih sadar dengan apapun yang kita temui. Jadi, belajar dengan sengaja berarti ada unsur kesadaran diri di dalamnya, ada upaya untuk mencoba memaknai apapun yang akan kita pelajari.
Pendidikan di sini, tampaknya dihubungkan dengan sebuah "upaya yang disengajakan" untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan apa saja? Yang utama untuk bertumbuhnya budipekerti (kekuatan batin, karakter). Bentuk pendidikan bisa beragam, tapi tujuan menumbuhkan kekuatan batin dan karakter ini menjadi utama. Pendidikan juga bertujuan berkembangnya pikiran (artinya pendidikan perlu mengasah keterampilan berpikir). Ketika di sekolah, siswa tidak diajak terampil menggunakan pikirannya, maka bisa dikatakan ada masalah dengan pendidikan tersebut. Terampil menggunakan pikirannya diantaranya berarti bahwa siswa bisa bernalar dengan baik, terampil dalam mengolah pikirannya dan mengungkapkannya secara runut. Dengan kemampuan refleksi bisa melakukan penilaian tentang baik buruknya sesuatu, benar tidaknya sesuati, indah tidaknya sesuatu, dan banyak hal lainnya.
Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk menumbuhkan anak-anak yang sehat (bertumbuhnya tubuh anak). Kalau proses pendidikan tidak membuat anak-anak menjadi sehat. Anak hanya duduk saja, saking sibuknya dengan pekerjaan-pekerjaan sekolah sehingga tidak punya waktu untuk mengolah tubuhnya, berolahraga, menumbuhkan kesehatan jiwa dengan berbahagia bersama teman-temannya. Maka, ada masalah dengan proses pendidikan tersebut.
Apa gunanya memajukan bertumbuhnya budi pekerti, daya pikir, dan tubuh anak? Tujuannya untuk memajukan kesempurnaan hidup , yaitu penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya. Bagi saya itu maknanya agar anak bisa tumbuh untuk hidup sebaik-baiknya sesuai konteks kehidupannya. Supaya bisa hidup selaras dengan dunianya, maka anak perlu belajar mengenal lingkungan sekitarnya sebagai bagian dari mengenal dunianya. Dalam proses itu, dia juga belajar untuk hidup sebaik-baiknya, selaras dengan dunianya.
Comments