Sekilas Tentang Persiapan Konten Gernas Tastaba

Uji coba Traing of Trainer (ToT) Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka) diujicobakan pada Desember 2018 sampai Februari 2019. Namun,  persiapannya sudah dilakukan semenjak September 2018. Di sisi lain Uji Coba Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Membaca (Gernas Tastaba) dilakukan sejak 30 Juli 2021 dan akan berakhir pada 3 September 2021. Persiapannya dilakukan sejak 28 Januari 2020. Butuh waktu lebih lama untuk persiapannya. Alasannya, selain karena ada pandemi, juga karena memang tim konten benar-benar mengulik apa yang perlu jadi benang merah dari kegiatan ToT Gernas Tastaba. 

Pengalaman menyiapkan konten Gernas Tastaba ini memberikan pengalaman baru bagi saya.  Ketika menyiapkan konten Gernas Tastaka saya tidak terlalu kesulitan karena memang memiliki pengalaman mengajar matematika dan latar belakang di pendidikan matematika. Memang, ketika persiapan saya dan tim belajar lagi. Tapi, saya sudah punya bayangan, buku apa yang akan jadi referensi, teori belajar apa yang akan digunakan, dan dari mana ide bisa dicari. Meskipun ada beberapa penyesuaian, dari awal, bayangan tentang bentuk trainingnya sudah lebih terbayang. 

Dengan Gernas Tastaba bagaimana? Rasanya sangat berbeda. Sebagai orang yang tidak punya latar belakang pendidikan formal di bidang bahasa saya sempat tidak percaya diri. Saya punya ketertarikan terhadap membaca, tapi sebagai kegiatan yang menyenangkan saja. Namun, belum pernah secara sistematis mempelajari bagaimana proses anak belajar membaca.

Dalam satu rapat, Ibu Itje mengatakan, "Semua guru adalah guru membaca." 

Benar juga sih. Apapun yang menjadi bidang keahlian kita, kalau mengajar kita harus punya keterampilan untuk mengajari siswa kita membaca. Setidaknya bisa memfasilitasi siswa kita menjadi pembaca lebih baik lagi. 

Saya ingat cerita seroang teman saya Pak Budi. Seperti saya, kini dia dosen di Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Pendidikan. Namun, sebelumnya dia pernah menjadi guru Fisika SMP dan SMA. Dia pernah bercerita, siswa-siswanya tidak selalu tahu caranya mengambil intisari dari sebuah bacaan, termasuk buku teks mengenai fisika. Maka Pak Budi memilih untuk bersama-sama dengan siswanya mendiskusikan caranya membaca teks. Pak Budi mengajar fisika, tapi dia juga mengajar membaca. 

Meskipun merasa ada kebenaran di kata-kata Bu Itje bahwa setiap guru adalah guru membaca, tetap merupakan tantangan bagi saya untuk belajar kembali caranya mengajar membaca, khususnya di tingkat SD. Saya mesti mulai dari mana belajarnya?  

Di WA grup tim konten Gernas Tastaba kami mendiskusikan pertanyaan "Apa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan pandangan yang sebaiknya dimiiki guru SD terkait mengajar membaca?"

Pertanyaan utamanya itu, tetapi turunan jawabannya beragam. Beberapa anggota tim konten lainnya memiliki latar belakang di bidang pendidikan bahasa atau ilmu bahasa, saya tidak. Jadi, butuh waktu bagi saya untuk memahami berbagai informasi yang didiskusikan bersama. Untungnya seluruh tim berproses bersama. Proses diskusi yang intensif tampaknya membantu saya secara pribadi maupun tim secara keseluruhan untuk menemukan apa yang akan difokuskan oleh Gernas Tastaba. 

Setelah diskusi yang sangat panjang , tim Gernas Tastaba sepakat agar ToT Gernas Tastaba fokus mengajak guru SD mempelajari tiga hal. Pertama, bahwa guru SD perlu menjadi pembaca aktif. Pembaca aktif ini sudah harus suka membaca. Itu prasyaratnya. Setelahnya, keterampilan membacanya harus ditingkatkan agar tidak sekadar banyak membaca, tetapi bisa memperoleh manfaat yang lebih mendalam dari proses membacanya. Salah satu referensi utama untuk topik ini adalah buku "How to Read A Book: The Classic Guide ti Intellegent Reading" karya Adler & Doren (2011). Harapannya, Gernas Tastaba bisa mendorong agar proses belajar membaca di SD memungkinkan agar anak lebih dari sekadar "membunyikan huruf" tapi bisa "memaknai bacaan". Tentu, sebelum mendorong anak memaknai bacaan, guru juga perlu terbiasa memaknai bacaan. Caranya bukan sekadar dengan banyak membaca, tapi juga membaca beraga genre bacaan,  terbiasa mendiskusikannya, bahkan mungkin membandingkan bacaan yang satu dengan lainnya. Tanpa menjadi pembaca aktif, akan sulit bagi guru SD misalnya untuk mengkurasi bacaan yang bisa digunakan di kelas, mengajukan pertanyaan yang membuat anak mengkoneksikan bacaan dengan berbagai fenomena di sekitarnya (bukan sekadar pertanyaan seperti di buku teks), serta memiliki antusiasme tinggi untuk menumbuhkan minat anak terhadap bacaan. 


Setelah mengajak guru menjadi pembaca aktif, kami sepakat untuk bersama-sama mengajak guru belajar kembali mengenai caranya mengajar membaca dari dasar. Tim Gernas Tastaba menamai proses ini sebagai belajar mengajar "Membaca Dasar". Terkait membaca dasar ada beberapa hal penting. Pertama, bahwa berdasarkan sejarah, manusia tidak langsung bisa melakukan proses membaca menggunakan sistem abjad yang kita gunakan sekarang ini. Zaman dulu, orang belum kenal istilah "membaca". Gagasan dikemukakan secara lisan. Setelahnya, manusia mengenal caranya mengekspresikan gagasan melalui gambar, tapi belum mengenal caranya mengespresikan gagasan dengan rangkaian huruf. Kemudian, manusia belajar untuk mencari simbol yang merepresentasikan bunyi, biasanya berkaitan dengan gambar tertentu. misalnya (ini contoh saja yang saya karang sendiri):

Seiring dengan perkembangan zaman dan dipengaruhi oleh berbagai pertukaran budaya, gambar-gambar ini kemudian berkembang  menjadi simbol-simbol yang lebih sederhana (aksara latin, misalnya( sehingga menyimbolkan bunyi tertentu) . Untuk belajar lebih lengkap meng.enai ini silakan lihat BBC Four HD The Secret History of Writing Episode 1-3 (Complete) (2020)  



Intinya proses menyadari bahwa simbol merepresentasikan bunyi bukanlah proses yang alami dan perlu proses belajar.

Proses bagi anak untuk memahami bahwa huruf menyimbolkan bunyi tidak akan langsung terjadi tiba-tiba. Ada proses belajar yang harus dilalui termasuk mempelajari bahwa gagasan bisa dinyatakan dalam bentuk simbol lainnya, termasuk gambar.  Di bagian proses membaca dasar, juga ada penekanan betapa pentingnya memperkaya anak dengan pengalaman aksara. Artinya, proses mengajak anak berdialog merupakan proses yang sangat penting. Kayanya kosa kata akan mempengaruhi ketertarikan anak dalam membaca, serta kemampuan membacanya. Maka belajar membaca tidak hanya tentang "proses membacanya saja" tetapi apa yang dilakukan sebelumnya. Apakah anak memiliki pengalaman yang kaya, terbiasa menceritakan pengalamannya, terbiasa diajak berdialog tentang pengalamannya, terbiasa dikenalkan kepada ragam kosa kata. 

Beberapa referensi untuk mendesain proses belajar terkait ":Membaca Dasar" adalah buku "Guided by Meaning in Primary Literacy: Libraries, Reading, Writing, and Learning" (Caroll, Berger, James, & Hill, 2017), buku "Bahasa Mencerdaskan Bangsa: Panduan Berbahasa Berbasis Metode Sentra" (Musthofa, 2021), dan beberapa referensi lainnya.





Terakhir kami mengajak guru SD untuk belajar kembali berbagai strategi untuk memfasilitasi anak yang sudah bisa membaca agar semakin bisa memaknai bacaan. Sesi mengenai ini kami namanya belajar mengajar "Membaca Bermakna". Untuk bisa mengajak anak memaknai bacaan, guru perlu memiliki keterampilan bertanya. Hal ini berarti bahwa guru perlu bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan otentik yang mengajak anak membuat koneksi antara bacaaan dan pengalamannya sehari-hari. Selain itu, guru juga perlu  memikirkan kegiatan pra-membaca, sambil membaca, dan paska-membaca. Contohnya kalau anak akan membaca tentang pantai, bisa saja sebelumnya anak-anak diajak jalan-jalan di pantai, merefleksikan pengalamannya pergi ke pantai, menceritakan apa yang diketahuinya tentang pantai, dan sebagainya. Saat membaca, guru bisa mengajak siswa menebak apa yang akan terjadi berikutnya, membuat relasi antara bacaan dengan pengalaman anak, teks lain, ataupun apa yang terjadi di dunia. Setelah membaca anak bisa diajak menghasilkan karya baik gambar, cerita, dan lainnya yang berhubungan dengan pantai. Guru juga bisa menggunakan berbagai kerangka seperti graphic organizer  yang bisa digunakan untuk mengajak anak memikirkan kembali bacaannya secara lebih mendalam. Referensi untuk sesi "Membaca Bermakna" diantaranya adalah buku "Membaca untuk Belajar" (Djiwatampu, 2008). 


Ketiga gagasan untuk Gernas Tastaba baik tentang "Menjadi Pembaca Aktif", "Membaca Dasar", dan "Membaca Bermakna" tidak muncul secara tiba-tiba, tapi dadahului dengan proses berpikir dan berdialog, dan belajar yang cukup panjang. Setelah ini apa?

Yang pasti, Sabtu, 4 September 2021 adalah pertemuan keenam dari Uji Coba  ToT Gernas Tastaba. Itu uji coba yang terakhir. Setelahnya kami sudah punya beberapa ide perbaikan. Meskipun upaya yang kami lakukan masih sangat sederhana, ada harapan  bahwa apa kami lakukan bisa berkembang dan bermanfaat bagi pendidikan dasar di Indonesia. Bismillah. 


Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)