Refleksi Menonton Dokumenter Tentang Asuka Umeda, Si Pembelajar Yang Mencintai Keajaiban Kehidupan
Menonton film dokumenter "My Notebooks: Seven Years of Tiny Great Adventures" (di NHK-World Japan) tentang kisah Asuka Umeda membuat perasaan saya campur aduk. Saya kagum melihat catatan-catatan harian Asuka Umeda yang menunjukkan rasa ingin tahunya yang tinggi. Namun, Asuka tidak selalu cocok di sekolah, lembaga yang seharusnya menjadi instutusi pendidikan. Institusi yang seharusnya bertujuan memfasilitasi anak agar dipenuhi rasa ingin tahu.
Asuka mulai menulis catatan hariannya sejak kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Awalnya kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk tugas sekolahnya. Gurunya, menugasi siswa-siswinya untuk melakukan "self learning". Yang berarti belajar mandiri. Belajar mandiri tidak berarti siswa belajar tanpa guru mengisi lembar kerja yang tidak habis-habis. Belajar mandiri berarti siswa memilih apa yang ingin dipelajarinya dan menuliskannya di dalam catatan. Pekerjaan rumah ini ternyata menjadi awal mula hobi Asuka. Mencatat apapun yang menarik hatinya sebagai bentuk refleksi hasil belajarnya. Kebiasaan ini menjadikan Asuka penulis yang hebat sampai dia berkali-kali memenangi Children Non-Fiction Literary Award.
Siapa sangka, catatan harian tersebut membawa Asuka ke tempat-tempat yang menarik. Asuka juga bisa berkenalan dengan orang-orang baru di berbagai bidang. Catatan harian Asuka yang pertama berisi pendapatnya tentang sebuah artikel koran. Ada sebuah patung orang yang memegang tongkat. Tongkat tersebut bisa dicopot dan kemudian dicuri. Asuka heran, kenapa seseorang mau membuat patung dengan bagian yang bisa dicopot seperti itu. Di kemudian hari muncul artikel bahwa patung tersebut telah diperbaiki. Tongkat yang tadinya terbuat dari logam diganti menjadi tongkat yang terbuat dari kayu. Asuka tertarik pada cerita itu, mengunjungi patung tersebut, mengambil foto, dan menuliskan perasaannya di catatan hariannya.
Pengalamannya membuatnya sadar bahwa tulisan-tulisan di koran pun bisa dibaca oleh seorang anak sepertinya. Isinya banyak yang menarik. Setiap hari Asuka membuka koran, membaca isinya, dan menandai bagian-bagian menarik yang bisa ditempelnya di catatn hariannya.
Sebuah artikel koran bercerita tentang sebuah toko yang menjual jam-jam antik. Asuka menuliskan komentarnya tentang artikel ini, lalu mengunjungi toko tersebut dan berkenalan dengan pemilik toko bernama Kiyoharu Yoshida. Asuka bukan hanya punya kesempatan melihat jam-jam yang bentuknya beragam dan unik, tapi juga bisa mengobrol panjang lebar dengan Pak Kiyoharu yang sangat baik hati. Pengalaman belajarnya di toko jam dituliskannya lalu hasilnya dikirimkan kepada Pak Kiyoharu. Tentu saja ini membuat Pak Kiyoharu terharu dan bahagia.
Salah satu orang yang membuat Asuka termotivasi untuk menulis adalah guru SD-nya. Guru SD-nya akan membaca catatan harian Asuka dan memberikan komentar-komentar tertulis yang sederhana seperti, "menarik sekali!".
Sayangnya saat Asuka SMP, tidak ada guru yang juga melakukan apa yang dilakukan guru SD-nya. Padahal, Asuka senang kalau ada yang bisa membaca catatn hariannya dan mengomentarinya. Maka, Asuka memilih untuk pergi ke berbagai tempat seperti museum dan perpustakaan. Membuat catatan soal pengamatannya. Lalu, mengirimkan catatan hariannya pada kurator, direktur, ataupun pekerja di tempat-tempat tersebut. Awalnya orang-orang tersebut heran karena ada seorang anak yang tiba-tiba muncul dan memberikan catatannya. Namun, Asuka membuat mereka terkesan. Asuka memiliki banyak teman baru yang punya berbagai latar belakang.
Anehnya, di sekolah Asuka bosan. Dia tidak tertarik pada pelajaran sekolah juga tidak aktif di kegiatan ekstrakurikuler, khususnya olahraga. Gurunya menganggap Asuka tidak memiliki keterampilan yang memungkinkannya bisa berbaur dengan masyarakat. Bukan hanya bahwa nilai sekolahnya tidak baik, keterampilan sosialnya pun dianggap kurang. Ibunya Asuka menceritakan bagaimana guru mengatakan bahwa Asuka pendiam, tidak bisa bergaul dan berkomunikasi, dan bukan anak yang ceria. Hal ini mengkhawatirkan karena menandakan bahwa Asuka akan mengalami banyak kesulitan di masa depan.
Kenyataannya, kebiasaannya belajar secara mandiri menjadi bukti bahwa Asuka punya modal untuk berkontribusi di masyarakat. Dia bisa menuliskan pemikirannya secara rinci dan terstruktur. Catatan harian Asuka menjadi alat komunikasi yang memungkinkan Asuka bergaul dengan banyak orang.
Terlepas tentang pandangan orang lain tentang dirinya, Asuka tidak gentar. Dia tahu bahwa dia mencintai kehidupan dan terpesona pada banyak keajaibannya. Di dinding kamarnya terpampang sebuah kaligrafi yang berisi kutipan seorang penulis bernama Sinichi Fukuoka. Kata Ibunya membuat kaligrafi tersebut. Kutipan tersebut menggambarkan perasaan Asuka terhadap apa yang hobi dilakukannya. Katanya, "Apa yang kamu sukai tidak perlu selalu terkait dengan pekerjaanmu. Yang penting, kamu memiliki sesuatu yang kamu sukai. Dengan menyukai sesuatu dan terus menyukainya, perjalananmu akan kaya dengan cara yang tak kamu duga dan kamu tidak akan pernah bosan. Itulah yang akan terus menginspirasimu dalam sunyi.Itu akan menyemangatimu sampai akhir."
Comments
Suka juga dengan tulisannya, serasa ikut menonton dokumenternya.
Jarang-jarang ada anak yagn rajin banget menuliskan...