Sarasvati, Nama yang Bapak Berikan dan Kisah di Belakangnya

Nama saya Dhitta Puti Sarasvati. Ketika mendengar nama belakang saya, beberapa orang bertanya-tanya, apakah saya berasal dari Bali? Bagi sebagian orang Bali, khususnya yang beragama Hindu, Sarasvati dipercaya Dewi pengetahuan, seni, dan kebijaksanaan. Bapak selalu mengatakan, dengan menamakan “Sarasvati”, diharapkan saya tumbuh menjadi seseorang yang cinta ilmu pengetahuan. Ketika saya memilih jalan hidup menjadi pendidik, bukan profesi lain, Bapak sering bercanda, “Ini pasti gara-gara dulu Bapak kasih nama Sarasvati.” Bagaimana Bapak bisa memiliki ide untuk memberikan saya nama Sarasvati? Ini ada ceritanya. Setelah Bapak mengambil studi strata 2 (S2) di bidang Ekonomi di Boston University, Bapak mendapatkan tawaran untuk melanjutkan S3 (dengan beasiswa) di tempat yang sama. Meskipun tawaran itu sangat menarik, Bapak menolak tawaran tersebut dan memilih kembali ke Indonesia. Kepada saya, Bapak pernah berkata, “Ekonomi tidak bisa dipahami hanya dengan mempelajari teori dan pintar di sekolah saja. Saat itu Bapak belum begitu mengerti ekonomi Indonesia. Kalau Bapak langsung lanjut S3, Bapak akan pintar sekolahan saja. Bapak putuskan untuk mempelajari ekonomi melalui pengalaman riil dengan menjadi peneliti terlebih dulu selama dua sampai tiga tahun. Setelahnya, baru melanjutkan studi lagi. Nanti akan kembali lagi.” Sekembali ke Indonesia, Bapak menikah dengan almarhumah Ibu, yang sedang menyelesaikan tugas akhir di Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Bandung (ITB). Tak lama kemudian, saya pun mulai tumbuh di perut Ibu. Saat itulah, tahun 1982, Bapak mulai bekerja sebagai Senior Researcher CPIS, Tim Harvard, yang merupakan lembaga riset dan penasihat Departemen Keuangan Republik Indonesia. Salah satu tugasnya adalah melakukan reformasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Desa. Waktu itu ada 3.600 BRI Unit Desa yang sebelumnya memberikan Kredit Bimas untuk petani. Karena manfaatnya dianggap telah selesai, Kredit Bimas kemudian dihapuskan. Pemerintah pun berencana untuk menutup 3.600 BRI Unit Desa ini. Bersama tim CPIS Harvard, Bapak menyarankan kepada pemerintah agar BRI Unit Desa tidak ditutup tetapi direformasi. Bapak menjadi koordinator lapangan untuk membenahi 36 BRI Unit Desa di seluruh Indonesia. Beberapa tahun kemudian, reformasi Unit Desa BRI ini (Program Kupedes dan Simpedes) menjadi salah satu program bank pedesaan paling baik di seluruh dunia. Pada kemudian hari untuk mendukung program ini, Tim Harvard mempekerjakan Stanley Ann Dunham, seorang Antropolog, untuk menjadi penasihat sosiologi pedesaan. Antropolog ini merupakan ibu dari Presiden Obama. Beberapa hal dikerjakan untuk memperbaiki BRI Unit Desa. Antara lain dengan membenahi sistem akunting sehingga Unit Desa menjadi unit yang mandiri dan simpanan pedesaan, serta memperbaiki sistem pinjam-meminjam sehingga bukan berdasarkan pada jaminan semata. Namun, lebih berdasarkan sejarah pinjaman (credit history). Misalnya, seseorang diberikan pinjaman Rp500.000. Apabila si peminjam itu mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu, di kemudian hari dia berhak memperoleh pinjaman yang lebih besar. Orang lain, yang mungkin punya jaminan yang lebih besar (misalnya, punya tanah dan sebagainya), tetapi tidak punya sejarah mengembalikan pinjaman dengan baik, akan kesulitan memperoleh pinjaman lagi. Sistem pinjaman ini merupakan bentuk dukungan kepada petani untuk mengembangkan usahanya. Inilah cikal-bakal micro-credit. Seorang profesor dari Bangladesh, Prof. Mohammad Yunus, sempat datang ke Indonesia untuk mempelajari sistem BRI Unit Desa. Dia mengaplikasikan sistem BRI Unit Desa dengan membuat hal yang serupa di Bangladesh, untuk nasabah yang jauh lebih miskin, bahkan tidak memiliki tanah. Di Bangladesh, sistem ini berkembang dan dinamakan Grameen Bank. Muhammad Yunus yang begitu konsisten mengembangkan Grameen Bank, akhirnya memperoleh Hadiah Nobel karena upayanya ini. Bali adalah salah satu daerah yang Bapak datangi langsung ketika membenahi BRI Unit Desa waktu itu. Di Bali, Bapak makin tertarik dengan konsep dewi ilmu pengetahuan, seni, dan kebijaksanaan, Sarasvati. Begitulah, nama itulah yang Bapak berikan ketika saya lahir ke dunia.

Comments

Ameliasari said…
Saya mikirnya ambil dari nama India - bener brarti ya :)
dan itu yang bikin inget terus nama Puti hehe
Hai Bu Amelia, iya.. Bisa dikatakan begitu. Secara tidak langsung ada hubungannya dengan India. :D

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)