"Ngabuburit sambil Ngobrolin Pendidikan" (1): Sekilas tentang Kegiatan dan Fasilitator
Sebenarnya desain awal kegiatan ini, diskusi akan difasilitatori oleh anak-anak muda. Peserta diskusi antara 10 - 20 orang dan didominasi oleh anak muda sehingga suara mereka terdengar. Benar sih, ketiga fasilitator ini adalah anak muda. Seusia mahasiswa. Yang jelas, semua di bawah 30 tahun. Namun, peserta diskusi beragam. Ada yang muda dan yang "tidak bisa dikategorikan muda lagi". Yang terakhir ini juga tak bisa direm untuk tidak berbicara. Jadi, praktik memang tak berjalan sesuai desain awal. Setidaknya diskusi berlangsung santai tapi seru. Semua peserta duduk lesehan melingkar. Fasilitator memancing obrolan. Misalnya, memberikan sedikit cerita ataupun memberikan gambaran tentang kerangka obrolan dan kata-kata kunci. Jika ada yang mau sumbang pemikiran, boleh sumbang pemikiran. Saat magrib, peserta buka bersama. Takjil berupa kolang-kaling dan singkong goreng khas Studio Kopi Sang Akar. Setelah salat magrib, peserta melanjutkan diskusi sampai sekitar 19.00. Kadang dilanjutkan dengan ngobrol-ngobrol informal.
Fasilitator ngabuburit pertama adalah Khairun Nisa, biasa dipanggil Nisa. Saat ini, Nisa menjadi Pelaksana Harian Sekolah Otonom Sanggar Anak Akar. Dulu, Nisa juga dididik di Sanggar Anak Akar, sebuah tempat pendidikan alternatif yang berdiri sejak 1988. Di sana Nisa merasa bahagia karena merasa diberi ruang untuk berekspresi dan bisa belajar secara merdeka. Pengalaman itulah yang menginspirasi dia untuk terus berbagi dengan anak-anak di sekitar. Itu dilakukan Nisa sejak usia 14 tahun. Nisa mengumpulkan anak-anak dari lingkungan di sekitar tempat tinggalnya dan mengajak mereka berdialog tentang apa yang mereka sukai. Anak-anak ternyata suka bermain dan membuat kerajinan tangan. Dibantu oleh seorang teman, Nisa pun mulai secara rutin mengajak anak-anak tersebut bermain dan berkarya. Kini, selain menjadi Pelaksana Harian Sekolah Otonom Sanggar Anak Akar, Nisa berkuliah di jurusan Sosiologi, Universitas Nasional. Menurut cerita Pakde Susilo Adinugroho, salah satu "dedengkot" sanggar, Nisa memilih kuliah di jurusan Sosiologi agar bisa mengkaji Sanggar Anak Akar dari sudut pandang sosiologi. Nisa menjadi fasilitator untuk ngobrol-ngobrol tentang "Peran Anak Muda dalam Pendidikan" yang telah diselenggarakan pada Selasa, 6 Juni 2017.
Fasilitator kedua adalah seseorang yang cukup lama saya kenal karena dulu sama-sama sempat aktif di Koalisi Reformasi Pendidikan (KRP). Namanya Gea Citta, biasa dipanggil Gea. Saat ini Gea sedang menyelesaikan studi di Fakultas Filsafat, Universitas Indonesia (UI). Ia sedang menyelesaikan skripsi tentang Epistemologi. Beberapa tahun yang lalu, Gea sempat banyak menulis tentang pendidikan, di antaranya dimuat di Jurnal Perempuan, Jakarta Post, Tempo, dan sebagainya . Gea juga aktif mengajar di Rumah Pintar (Rumpin), sebuah sekolah informal untuk anak-anak di Desa Cibitung, Kabupaten Bogor. Gea memfasilitasi ngobrol-ngobrol tentang "Diskriminasi Di Dunia Pendidikan" yang telah diselenggarakan pada Selasa, 13 Juni 2017.
Fasilitator ketiga bernama Galuh Bagaspati. Ia memilih untuk memberhentikan diri sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi dan memilih untuk mendidik dirinya sendiri. Saya belum terlalu tahu banyak tentang Galuh meskipun sudah dua kali bertemu di kegiatan ngabuburit. Dia selalu datang dan tampak serius memperhatikan alur diskusi. Saya belum bisa bercerita banyak tentangnya. Namun yang pasti, Galuh akan menjadi fasilitator pada Selasa depan, 20 Juni 2017. Setelah itu, mungkin saya bisa lebih mengenal dan berbagi cerita tentang dia dan kegiatan ngabuburit pekan depan.
Comments