Tentang "Koran Anak Merdeka"

Ketika saya SD, bapak saya membawa pulang sebuah koran. Namanya, "Koran Anak Merdeka". Isinya tulisan dan gambar anak-anak tentang kehidupan mereka.

Sebelumnya, saya sudah pernah mengirim tulisan ke rubrik  "Imajinasiku" di majalah Bobo dan dimuat. Namun, karena bapak mengenalkan sebuah media yang baru, maka saya jadi punya 'mainan baru'. Saya mulai menulis untuk "Koran Anak Merdeka". Tulisan apapun yang saya kirim ke sana pasti dimuat. 

Cukup lama saya tidak mengingat tentang Koran Anak Merdeka sampai akhirnya saya mengobrol dengan Om Yayak Yatmaka, seorang pelukis dari Yogyakarta.

Saya bertemu Om Yayak kembali setelah usia saya telah lewat 30 tahun.  Kami bertemu di sebuah toko buku di Bandung. 

Karena Om Yayak tahu saya bergerak di bidang pendidikan, beliau mengajak saya mengobrol tentang pendidikan. Salah satu topik obrolan kami yakni tentang pendidikan Anak Merdeka. 

Salah satu prinsip pendidikan Anak Merdeka adalah bahwa anak harus punya kesempatan untuk mengekspresikan pemikirannya.

Di kepala saya seakan-akan ada lampu yang menyala. Saya tiba-tiba teringat pada sebuah memori yang telah lama terlupa. Tentang "Koran Anak Merdeka."

 Saya baru ngeh, Om Yayak ternyata salah satu penggagasnya. 

"Ya ampun, ternyata Koran Anak Merdeka itu kerjaan Om Yayak yah? Dulu saya suka nulis ke sana dan pasti dimuat."

Om Yayak tertawa terbahak-bahak, "Kan jadi bangga," tambahnya.

Salah tujuan koran itu untuk membuat anak merasa  bangga. Tulisan apapun yang masuk ke redaksi "Koran Anak Merdeka" akan dimuat.

Siapa yang tidak bangga tulisannya dimuat di koran? Karena bangga, anak diharapkan akan terus berkarya.

Semua tulisan di "Koran Anak Merdeka" tidak diedit sama sekali. Font tulisannya pun sama persis dengan tulisan tangan anak yang nenulisnya. Kalau ditulisan aslinya ada coretan, dimuatnya pun dengan coretan. Kebanyakan anak yang menulis di koran tersebut berkisah tentang kesehariannya. 

Melalui "Koran Anak Merdeka", pertama kalinya saya belajar secara lebih mendalam tentang kehidupan anak yang berbeda konteksnya dari kehidupan saya. 

Di Koran Anak Merdeka sering ada tulisan anak yang bercerita tentang pengalamannya kabur dari rumah dan hidup di jalan. Saya membaca tulisan-tulisan tentang pengalaman anak mengamen, naik kereta murah keluar kita tanpa pengawasan orang tua. 

"Saya baru sadar, kayaknya dulu tulisan saya di koran itu yang gayanya paling 'borjuis' dari semua tulisan yan ada di sana," kata saya pada Om Yayak. 

Seperti biasa, Om Yayak tertawa terkekeh-kekeh saja.

Comments

This comment has been removed by a blog administrator.
Unknown said…
This comment has been removed by a blog administrator.

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)