Pak Daoed Joesoef di Mata Saya




Pak Daoed Joesoef di Mata Saya
Oleh: Dhitta Puti Sarasvati
Senin, 8 Agustus 2016, Pak Daoed Joesoed berulang tahun yang ke-90. Meskipun usianya tak lagi muda, beliau masih aktif menulis berbagai artikel, makalah, buku, dan mengerjakan berbagai kerja intelektual lainnya. 

Beliau pernah bercerita pada saya, bahwa setiap hari beliau punya waktu-waktu tertentu yang tidak bisa diganggu gugat, kecuali kalau benar-benar penting. Waktu tersebut adalah waktu untuk membaca dan menulis. Hal ini beliau lakukan setiap hari. Sungguh, saya ingin memiliki kedisiplinan seperti itu.

Terkait salah satu buku Pak Daoed Joesoef, saya punya cerita. Seorang murid saya yang sempat bercerita bahwa orang tuanya tidak berpendidikan tinggi. Namun, di mata saya murid saya itu sangat cerdas, pemikirannya sistematis, dan karakternya baik. Saya ceritakan padanya mengenai buku Emak, salah satu karya Pak Daoed Joesoef yang paling saya suka. Di sana Pak Daoed Joesoef bercerita tentang Emaknya yang buta huruf tetapi berhasil mendidiknya menjadi orang yang berpikiran sistematis, suka belajar, sehingga akhirnya mengantarnya menjadi orang Indonesia pertama memperoleh gelar Doktor dari Universitas Sorbonne, Paris. 

Jadi, saya rekomendasikan buku Emak pada murid saya. Katanya, dia sangat suka bukunya. Bukunya membuatnya mengingat orang tuanya. 

Terkait beasiswa dari Sorbonne, Pak Daoed pernah menceritakan pada saya bahwa badan pemberi beasiswa sebenarnya berasal sebuah yayasan di Amerika Serikat. Tadinya, yayasan tersebut tidak mau memberikan beasiswa paka Pak Daoed. Bukan karena beliau tidak qualified, melainkan karena yayasan tersebut hanya memberikan beasiswa pada orang yang mau studi ke Amerika Serikat saja.

Pak Daoed tidak terima dengan hal tersebut. Beliau mengatakan, kurang lebih begini, "Saya butuh uang anda, bukan butuh anda menentukan ke mana saya harus sekolah (arah hidup saya)."

Beliau pun keluar ruangan dengan menendang pintu. Akhirnya, pihak yayasan malah terkesan dengan beliau, dan akhirnya menyekolahkannya di Sorbonne. Dari cerita tersebut, dapat kita lihat karakter Pak Daoed Joesoef yang tahu persis apa maunya. Beliau tidak mudah disetir, bahkan oleh pihak pemberi funding sekalipun. 

Yang membuat saya kagum lagi, ketika beliau sedang studi di Paris, beliau tidak hanya meneliti untuk kepentingan doktornya saja. Beliau juga menghabiskan banyak waktu di perpustakaan untuk mengumpulkan bahan untuk membuat konsep (mungkin semaca blueprint) tentang strategi keamanan dan pertahanan bangsa, ekonomi, dan tentang arah pendidikan Indonesia. Yang terakhir inilah yang mungkin membuatnya sempat diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. 

Beliau sering mengingatkan saya bahwa saya (dan anak muda lainnya) harus mulai memikirkan blue print pendidikan Indonesia.  Pesan beliau ini terngiang-ngiang di kepala saya sampai sekarang. 

Banyak orang mengira Pak Doed Joesoef kurang 'agamis'. Mungkin karena beliau pernah menyarankan pengurangan jam mata pelajaran agama di sekolah, dan banyak alasan lainnya. Namun, sebenarnya beliau justru berharap selain belajar di sekolah, justru anak-anak bisa belajar agama di rumah ibadatnya masing-masing. Misalnya, sewaktu muda, beliau belajar agama di Surau. Sekolah bukanlah satu-satunya tempat belajar.

Beliau sendiri pernah bercerita, Emaknya pernah berpesan untuk mendoakan orang yang sudah tiada. Oleh karena itu, pernah ada cerita, ketika beliau berkunjung ke suatu kota, beliau mampir ke sebuah kuburan suatu tokoh. Di sana beliau membaca surat Yasin. Orang-orang kaget karena tak menyangka beliau bisa mengaji. Akhirnya, beliau diundang ke sebuah sekolah Islam untuk memberikan sebuah ceramah. 

Di rumahnya pun ada sebuah lukisan. Beliau yang membuatnya sendiri. Kalau dilihat sekilas, lukisannya seperti gambar pantai saja. Namun kalau diperhatikan dari dekat, lukisannya merupakan kaligrafi dari tulisan kata 'Allah' yang ditulis dengan huruf Arab.

Banyak orang menuduh Pak Daoed tidaklah Islami. Namun, di mata saya beliau sangat menghayati nilai-nilai keislaman, meskipun mungkin tidak ditunjukkan terang-terangan. Wallahu A'lam

Beliau memang kontroversial, misalnya terkait kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) yang membuat beberapa aktivis tahun 70-an kesal padanya.

Terlepas dari itu, sebenarnya begitu banyak hal penting yang dikerjakan oleh Pak Daoed Joesoef. Selain menulis berbagai karya, beliaulah yang pertama kali mencetuskan pameran buku di Indonesia, beliaulah yang berjuang di UNESCO untuk ikut merestorasi Candi Borobudur, beliau ikut mendirikan beberapa Fakultas yang ada di Universitas di Indonesia. Kecintaannya pada Indonesia luar biasa besarnya, hal ini ditunjukkan dengan karya-karyanya. Sampai sekarang, kalau saya menceritakan masalah yang ada di Indonesia, matanya menampakkan kesedihan, atau rasa kesal.

Selamat ulang tahun ke-90 Pak Daoed Joesoef. Merupakan sebuah kehormatan besar bagi saya untuk punya kesempatan mengenal Bapak.

Comments

Kiranya agak sama karakter Pak DJ dengan MT Zen (85). Di masa tuanya, Ia habiskan untuk menulis dan membaca. Latar belakang orang ini memang beda secara Pak MT Zen adalah geolog sedang Pak DJ ekonom. Persamaannya adalah keduanya berfikir luas karena bacaan dan concern mereka luas. Saat main ke Pak MT Zen, beliau sodori buku The Origin of Species untuk saya baca.

O iya, salam kenal Mbak :) Saya berencana bertamu ke Pak DJ, tp belum jadi-jadi, hehe
kelik said…
This comment has been removed by a blog administrator.
This comment has been removed by a blog administrator.

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)