Sekolah Montessori : Lebih Dari Sekadar Metode Belajar yang Menarik
Kalau mendengar kata “Montessori”,
kita mungkin akan teringat akan Sekolah
Montessori. Di Jakarta ada beberapa Sekolah Montessori,
biasanya tergolong cukup mahal. Selain fasilitas belajar yang
memadai, metode Montessori memang
terkenal cukup unik. Berbeda dari sekolah-sekolah pada umumnya.
Di Sekolah Montessori,
sebuah kelas terdiri dari siswa yang usianya berbeda (mixed-aged classroom). Kelas Montessori
dibagi menjadi kelas untuk siswa usia 3–6 tahun, 6–9 tahun, dan 9–12 tahun
(rentang usia siswa dalam sebuah kelas masing-masing 3 tahun). Tujuannya
adalah agar siswa merasakan menjadi yang paling muda, ditengah,
dan yang paling tua. Dengan begitu, setiap siswa memiliki pengalaman belajar
bersama anak yang berbeda umur. Siswa yang tua ikut bertanggung jawab membimbing
anak-anak yang lebih muda. Yang muda ikut belajar dari siswa yang lebih tua. Semua
siswa akan punya pengalaman merasa pernah dipimpin dan juga merasa
memimpin.
Di kelas Montessori, 80 % kegiatannya adalah belajar secara mandiri. Guru tidak mengajar di depan kelas seperti kelas lainnya. Biasanya di Sekolah Montessori, kelas terdiri dari meja-meja. Siswa duduk di meja-meja tersebut belajar sesuatu tapi setiap meja (atau bahkan setiap siswa) bisa mempunya kegiatan yang berbeda-beda. Di satu meja seorang anak sedang menyusun jigsaw, tapi di meja lain mungkin ada anak yang belajar membaca (mirip seperti cerita Toto Chan : Gadis Cilik di Pinggir Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi). Guru berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, membimbing anak bila diperlukan. Meskipun ada sejumlah kegiatan belajar yang perlu dipelajari anak dalam sehari (misalnya membaca, berhitung, dan sebagainya), anak pun bisa memilih mau belajar apa terlebih dahulu. Setelah menyelesaikan satu kegiatan, anak bisa beralih mengerjakan kegiatan yang lain. Mau mengintip kelas Montessori? Bisa dilihat di sini :
http://www.youtube.com/watch?v=S0HlI7dmOzU
Montessori memungkinkan setiap
anak belajar secara mandiri karena biasanya Sekolah Montessori dilengkapi
dengan berbagai alat bantu belajar (manipulatives)
yang dirancang secara saksama sehingga memungkinkan anak belajar secara mandiri
melalui berbagai kegiatan hands-on. Berbagai jigsaw, balok, dan alat
bantu belajar lainnya disediakan bagi siswa.
Sebagai
seorang pengajar matematika, saya sering merasa alat bantu belajar Montessori
keren-keren karena memungkinkan anak belajar berbagai konsep matematika secara
mandiri. Kadang saya
terinspirasi untuk mengadopsi beberapa alat bantu
belajar yang digunakan di Sekolah Montessori dan membuat alat bantu belajar
sendiri.
Metode dan
berbagai alat bantu belajar Montessori memang menarik. Namun, bagi saya
yang paling menarik adalah kisah dibalik berdirinya Sekolah Montessori. Siapakah
Maria Montessori? Apa yang membuatnya menemukan metode Montessori? Sekolah
seperti apa yang dia dirikan? Untuk siapa sekolah
tersebut didirikan?
Siapakah Maria Montessori?
Maria Montessori (1870 -1952) adalah
seorang perempuan yang memiliki berbagai minat. Meskipun tidak disetujui
ayahnya, pada usia 13 dia masuk sekolah kejuruan untuk belajar teknik. Setelah
belajar teknik selama 7 tahun, minatnya mulai berubah. Montessori mulai tertarik
pada ilmu kedokteran dan memilih untuk belajar psikiatri di University of Rome. Dia lulus dan
menjadi perempuan pertama di Italia yang lulus dari sekolah kedokteran.
Pekerjaan
pertama Montessori adalah mengurus anak-anak di sebuah rumah sakit jiwa (mental asylum). Di sana dia bertanggung jawab untuk mengurus
kesehatan anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental. Dia mengukur berat
dan tinggi badan anak-anak tersebut dan memastikan bahwa mereka tercukupi
kebutuhan gizinya.
Suatu
siang, Montessori memperhatikan bahwa anak-anak sedang memainkan roti, yang
seharusnya menjadi santapan makan siang. Mereka memainkan roti dengan
menggulung-gulungnya (seperti anak memainkan lilin mainan/play dough). Muncullah gagasan, apabila anak-anak memiliki
sesuatu untuk dimainkan (dimanipulasi) maka mereka bisa mengembangkan
keterampilan (berpikirnya).
Dia
pun mulai mengembangkan berbagai alat bantu belajar yang memungkinkan anak
belajar secara mandiri. Sampai sekarang alat bantu belajar yang dikembangkan
Montessori masih sering digunakan di berbagai sekolah (meskipun ada yang
dimodifikasi). Pengalamannya belajar teknik memudahkannya dalam mendesain dan
membuat berbagai alat bantu belajar. Montessori mengujicobakan alat-alat bantu
belajar yang dibuatkan kepada anak-anak di rumah sakit jiwa tersebut. Ternyata
anak-anak mengalami perkembangan dalam belajar.
Iseng-iseng Montessori mengikutsertakan beberapa anak-anak tersebut dalam ujian negara. Ternyata kemampuan anak-anak tersebut tak berbeda jauh, atau bahkan di atas anak-anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. “Kalau metode tersebut berhasil untuk anak-anak berkebutuhan khusus, bagaimana kalau diterapkan untuk anak-anak lain?” pikir Montessori. Montessori pun mulai memikirkan untuk mendirikan sekolah umum, sehingga metode Montessori bisa dirasakan oleh anak-anak lainnya.
Sekolah Montessori pertama di La Casa
De Bambini, Roma, Italia
Pada awal abad
ke-20, La Casa De Bambini adalah
salah satu daerah paling miskin dan kumuh di Roma, Italia. Dalam sebuah pidato di Roma
(1942), Montessori menggambarkan
daerah tersebut sebagai daerah yang
diabaikan. Ribuan orang yang tidak memiliki rumah tinggal di antara reruntuhan tembok yang ada di daerah
sana. Orang-orang tersebut adalah para
pengemis, dan juga para pelaku kriminal seperti perampok dan pembunuh. Suasana di sana tidak aman sehingga banyak orang yang takut
mendekati daerah tersebut. Daerah tersebut dijuluki sebagai the shame of Italy (daerah Italia yang
memalukan).
Di daerah
yang terabaikan tersebut, pada 6
Januari 1907, Maria Montessori mendirikan Sekolah Montessori yang pertama. Montessori
percaya bahwa anak-anak di sekolah tersebut akan menjadi masa depan umat
manusia.
Perkembangan Sekolah Montessori di
Italia dan di Dunia
Pada
mulanya pendirian Sekolah Montessori didukung oleh Benito Mussolini, pemimpin di
Italia pada saat itu. Benito
Mussolini ikut mempromosikan Sekolah Montessori, sehingga tahun 1924 ada banyak
Sekolah Montesori di berbagai daerah di Italia. Juni 1926, Mussolini menyumbang 10.000 lira dari
kantongnya sendiri untuk mendukung Komunitas Montessori di Italia. Montessori juga diberikan kebebasan untuk
merancang dan membimbing program pelatihan guru di Milan. Selama 6 bulan
guru-guru dilatih secara intensif untuk belajar mengenai metode Montessori.
Montessori
mulai berkeliling dunia untuk memberikan beberapa kuliah, sehingga metodenya
mulai dikenal luas. Tahun 1915 misalnya, Montessori diundang oleh Alexander
Graham Bell, Thomas Edison untuk memberikan kuliah di Carnegie Hall.
Antara tahun 1920-1930 Montessori banyak melakukan tur untuk menyebarkan
pandangannya. Meskipun metode
Montessori mulai dikenal di berbagai negara khususnya di Eropa dan Amerika
Serikat, di negara
asalnya–Italia,
metode Montessori mulai ditolak.
Mussolini
mulai menyadari bahwa filosofi yang dipegang oleh Montessori bertentangan
dengan pandangannya. Montessori percaya bahwa anak-anak harus belajar
menjadi warga dunia. Anak-anak juga perlu diajak untu belajar berpikir bebas,
menjadi mandiri, menjadi kreatif, hidup dalam harmoni, sekaligus mencintai
kedamaian.
Mussolini
sebaliknya, dia hanya ingin anak-anak Italia belajar mengenai Italia, dan bukan
mengenai dunia. Tahun 1929 pemerintah
Italia mulai melarang pendirian sekolah-sekolah
Montesori mulai dilarang oleh pemerintah Italia. Tahun 1934, semua sekolah Montessori ditutup paksa oleh Mussolini.
Tahun 1936, Montessori pun meninggalkan Italia dan menetap
di Belanda. Di Belanda, beberapa metode Montessori diadopsi dan diintegrasikan
di sistem sekolah publik. Di negara-negara lain, Sekolah-sekolah
Montessori mulai berkembang, termasuk di Indonesia.
Disebabkan metode
belajarnya yang memikat, beberapa orang tua yang mampu rela
untuk membayar mahal untuk menyekolahkan anaknya di Sekolah Montessori. Tapi
Sekolah Montessori sebenarnya bukan sekadar
mengenai metode belajar yang menarik. Di
balik pendirian sekolah Montessori ada sejarah yang
panjang. Sekolah tersebut awalnya berkembang karena perhatian Montessori pada
semua anak-anak, khususnya mereka yang terbelakang secara mental dan juga
kekurangan secara materi. Sekolah tersebut juga didasari oleh cita-cita
Montessori mendidik anak-anak menjadi warga dunia. Pemimpin-pemimpin yang juga
menciptakan perdamaian bagi seluruh umat manusia.
(Dirangkum dari berbagai sumber)
Sumber :
4.
Film “Montessori
Method” dari Techers.tv (UK)
Comments