Ujian Paket B (cerita hari pertama)

30 Juni 2007

Sabtu lalu, tepatnya tanggal 23 Juni 2007, saya tersenyum sendiri sambil menyusuri tembok bermural yang berada di Jalan Siliwangi, Bandung. Saya baru mendapatkan sms dari seorang anak SMP yang sering belajar Matematika bersama saya semenjak ia kelas 1 SMP. Isinya, “Kak, ini Anis, Alhamdulillah Anis udah lulus UN, Anis mau makasih sama bantuan Kakak selama ini.”

Sms singkat yang bisa menyejukan hati saya, tapi saya sama sekali tidak menduga apa yang akan terjadi beberapa hari kemudian tepatnya Selasa, 24 Juni 2007 yang lalu.

Pagi-pagi sekitar jam 8 pagi, 2 orang murid saya ( saya adalah guru Fisika di sebuah Madrasah) mendatangi tempat tinggal saya, mengabarkan bahwa 8 dari 10 murid saya tidak lulus Ujian Nasional. Alangkah kagetnya saya, dalam 4 tahun saya mengajar, baru kali ini ada murid saya yang dinyatakan tidak lulus.

Ternyata murid-murid saya baru mendapatkan kabar kegagalan ini sehari sebelumnya, 2 hari lebih telat dari yang seharusnya. Salah seorang rekan guru mendatangi rumah murid saya satu satu untuk menyampaikan kabar ini.

“Hari ini katanya kita disuruh ujian Paket B”, kata seorang murid saya,”anak-anak udah pada nunggu di rumah Pak X (ketua yayasan).”

Ternyata ujian akan berlangsung pada pukul 13.oo. Saya pun pergi ke rumah ketua Yayasan untuk bertemu anak-anak.

Di jalan menuju rumah Pak X. Murid saya bercerita bahwa di rumah ia dimarahi orang tuanya, “Bobogohan wae sih.. Makannya jadi bodo gak lulus sekolah”

“Padahal, Bu saya kan jadiannya juga baru setelah ujian, sebelumnya mah engga”

Sesampai dirumahPak X, saya pun mengumpulkan anak-anak, dan bercerita tentang apa yang saya baca di koran, dan kejadian-kejadian menganai UN tahun lalu. Saya bercerita bahwa tahun lalu ada murid yang mendapatkan PMDK di IPB ( dimana PMDK dilihat dari prestasi murid selama 3 tahun) dan ada juga yang mendapatkan beasiswa sekolah ke Australia, tapi ternyata dinyatakan tidak lulus UN. Say katakana bahwa saya tahu banyak kecurangan terjadi di UN, tapi yang melakukan kecurangan pun diluluskan.

“Ia Bu, kan kita kemarin UN nya nebeng di SMP … (sekolah lain), kita liat sendiri kalau guru-gurunya ngasih contekan ke murid-muridnya, kita mah asli jujur, gak dapet contekan, tapi malah nga lulus”

“Ia Bu tetangga pada bilang saya bodo, saya bodo, samapai nga lulus”

“Engga kok, kalian nga bodo, saya tahu persis kok. Harusnya yang curang-curang juga gak dilulusin yah”

Saya tidak bohong, murid saya mungkin tidak jenius. Tapi saya tahu persis mereka tidak bodoh. Ya, memang tidak semuanya pandai secara akademik. Memang ada yang sediit tersendat-sendat di pelajaran matematika, misalnya. Tapi saya tahu persis bahwa ketika mereka mengajukan pertanyaan di kelas, pertanyaannya cukup cerdas, saya tahu bahwa mereka memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi. Waktu saya menontonkan film tentang luar angkasa dan otak kepada mereka, mereka mengajukan berbagai macam pertanyaan. Bahkan mereka sibuk bercerita kepada temannya yang tidak bisa ikut menonton, dan temannya tersebut minggu depannya mengajak saya menontonkan film tersebut lagi. Saya beberapa kali meminjamkan mereka ensiklopedia, dan ternyata mereka benar-benar membaca ensiklopedia tersebut, dan mengajukan pertanyaan bila ada bagian yang tidak mereka mengerti. Ketika mereka saya ajak mengunjungi PLTA di Bandung ( Bareng Bandung Heritage) pun mereka bertanya macam-macam, termasuk mengenai lingkungan.

Saya juga pernah mengajak mereka untuk membuat kompor dengan energi matahari, dan tanpa sepengetahuan saya mereka mencoba-coba sendiri kemampuan kompor matahari tersebut (saat saya tidak masuk).

Saya tahu persis bahwa kegagalan UN yang terjadi dengan mereka engga worthed.

“Ibu, saya udah daftar mau sekolah lagi di otomotif. Gimana mau sekolah lagi sekarang aja gak lulus.”

Saya berkata bahwa hal tersebut bisa diperjuangkan, padahal, di dalam hati saya sangat sedih juga, saya teringat bahwa tahun-tahun sebelumnya hanya sedikit sekali murid saya yang melanjutkan ke tingkat SMU. Misalnya tahun sebelumnya hanya sekitar 5 dari 16 anak yang melanjutkan sekolah. Yang lain tidak melanjutkankarena biaya, sisanya menikah atau bekerja. Kalau dulu murid-murid saya biasanya bingung untuk sekolah lagi karena tidak ada biaya, sekarang selain harus memikirkan biaya, mereka pun berpikiran tidak mungkin melanjutkan sekolah lagi karena dinyatakan tidak lulus.”

Salah satu hal miris lainnya yang saya dengar hari itu adalah, “ Ibu, da baru dikasih tahu ujiannya kemaren, saya teh bingung, gimana cari ongkosnya buat ketempat ujian. Kan ngedadak gitu. Bolak-balik kan sekitar 10ribu.”

Sekitar jam 10, saya dank ke-8 murid-murid saya pun berangkat menuju SMU8, Buah Batu, Bandung, tempat dimana diselenggarakan ujian paket B. Saya berjanji bertemu dengan teman saya, Nuri, guru Biologi. Kebetulan dulu SMU 8 adalah sekolah Nuri dulu.

Kami sampai disana sekitar jam 10.45, ternyata anak-anak belum makan, apa-apa dari rumah, kebteluan teman saya yang guru Biologi punya rezeki sehingga kami semua mendapatkan traktiran mie darinya. Saya pun mengingatkan anak-anak agar keesokan harinya membawa bekal untuk makan, dan sebaiknya makan pagi dulu.

Oia. Perlu saya ceritakan bahwa penyelenggaraan ujian paket B ini kacau sekali. Kata orang dari Dinas Pendidikan, pesertanya ada sekitar 1500 orang. Dan tempat ujiannya nga Cuma di SMU 8. Dan ternyata nomor ruangan tidak tertulis di kartu ujian, sehingga anak-anak harus mendatangi kelasnya satu persatu untuk mencari ruang kelasnya, dan mencari apa nomor ujian mereka ada di kelas tersebut. (Keesokannya saya baca di koran bahwa nomor ruang ujian diberitahukan kepada kepala sekolah, jadi salah sendiri kalau kepala sekolah tidak mengumumkan hal tersebut kepada muridnya. Bagaimanapun, seharusnya kalau ada ujian, nomor ruang ujiannya tertulis di kartu ujian, tidak bisa melalui pemberitahuan lisan saja.

Di SMU 8 tersebut banyak sekali siswa setingkat SMP, bahkan ada yang dari satu sekolah bisa mencapai lebih dari 20an anak.

”Banyak juga yah bu,”kata seorang murid saya,”Saya pikir cuma sekolah kita aja yang pada ngak lulus”

Hari pertama anak-anak ujian matematika dan Pancasila. Gagal di Ujian Nasional yang hanya terdiri dari 3 pelajaran (Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia), anak-anak harus ujian paket yang terdiri dari 6 mata pelajaran.

Selasa : Pancasila-Matematika

Rabu : Bahasa Indonesia – IPS

Kamis : Bahasa Inggris – IPA

Sambil menunggu anak-anak ujian, saya dan teman saya (guru Biologi) pun berjalan-jalan, rencananya untuk menanyakan informasi mengenai kapan hasil ujian, dan menanyakan di mana/nomor kontak information center dari Diknas, bila ada pertanyanyaan.

Saya pun mendatangi salah satu panitia yang berada SMU 8. Ketika kami ditanya kami dari mana, kami menjawab dari Mts Al-Huda.

Di sana, kami melihat seorang ibu yang sedang curhat (dengan nada sedikit marah-marah) kepada panitia, kurang lebih intinya anaknya habis operasi amandel, dan tiba-tiba ada guru lewat (sepertinya guru sekolah anaknya) lalu ia pun memeluk guru tersebut dan menangis.

Lalu kami pun bertanya, kapan pengumuman hasil ujian, nomor kontak di Dinas Pendidikan yang bisa ditanya-tanya untuk tahu informasi yang diperlukan itu berapa dan siapa kontak personnya.

Sayang sekali, perlakuan yang kami dapatkan dari panitia sangat tidak ramah, “Siapa sih tanya-tanya? Wartawan yah? Pasti bukan wartawan Galamedia! Kalau wartawan gala media, saya kenal! Kalau wartawan ke sana aja ke SMK3! Gak ada tempat buat wartawan di sini, wartawan udah dialihin ke sana semua!”

Alhasil, saya dan teman saya pun tidak mendapat jawaban yang kami inginkan. Kami pun memilih untuk pergi ke SMK3, siapa tahu dapat informasi di sana.

Kami pun mendatangi meja panitia. “Pak hasil ujiannya kira-kira kapan yah?” tanya kami.

“Wah, persisnya gak tahu juga, Cuma kalau dari pengalaman tahun lalu paling cepat sebulan, bisa juga 1 ½ bulan, kalau masyarakat banyak yang nuntut bisa aja lebih cepat.”

“Wah lama juga yah, padahal pendaftaran masuk SMU bentar lagi. Jadi pastinya belum tahu yah?”

“Belum tahu, ini juga kan kita cuma pelaksana, kalau hasilnya tergantung dari pusat. Kalau di sini informasi suka cepat berubah-ubah. Tergantung dari pusat.”

“Kalau pusat informasi yang bisa ditanya-tanyain siapa yah? Atau nomor telepon yang bisa ditanyain untuk informasi?”

”Oh datang aja ke Dinas Pendidikan, Jalan Ahmad Yani, bagian PLS, kalau nga ada juga, Tanya aja ke Pusat, ke Jakarta.”

Berhubung kami masih ingin mengetahui informasi yang lebih jelas, akhirnya kami menyelonong masuk ke rombongan wartawan, yang sedang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pak Wawan, seorang dari dinas pendidikan.”

“Pak apakah nga mendadak nih ujian Paket B-nya, padahal kan hasil UN, baru diumumkan sekitar 3 hari yang lalu?” Tanya seorang wartawan.

“Tapi kan anak-anak sudah mendapatkan proses pembelajaran selama 3 tahun di sekolah, jadi seharusnya ngak menjadi masalah.” Jawab Pak Wawan.

Saya pun menyelipkan sebuah pertanyaan, di sela-sela pertanyaan wartawan, “Pak ada gak nomor kontak yang bisa dihubungi orang tua bila ingin bertany-tanya mengenai informasi dari Paket B”

Akhirnya saya pun mendapatkan sebuah nomor telepon seseorang dari dinas pendidikan Jawa barat, yang katanya bisa ditanyai informasi.

Tak terasa ternyata waktu sudah menunjukan pukul 3 sore. Anak-anak pun telah selesai ujian Pancasila, dan bisa beristirahat samapi pukul ½ empat.

Saya dan teman saya pun menghampiri anak-anak, dan ikut mendengarkan celotehan mereka

“Bu, ujian Pancasilanya lebih gampang daripada ujian sekolah” kata anak-anak.

“50 nomor ujiannya”

“Bu ujian Pancasilanya kok lebih lama daripada matematikanya? Pancasila mah 2 jam, matematika sekitar satu ½ jam.”

"Bu, nanti ijazahnya paket B yah? Udah susah-susah belajar di sekolah 3 tahun, ijazahnya paket B aja ya?"

“Besok ujian IPS, itu geografi, sejarah, ekonomi. Da buku Geografi di sekolah Cuma 3 itu juga dipegang sama anak cowo semua”


Pernyataan yang cukup miris lainnya. Ya, diantara-anak-anak tak satu pun yang memiliki buku teks pelajaran apapun. Kadang-kadang anak-anak meminjam buku pelajaran dari sekolah. Kalau untuk pelajaran Fisika dan Biologi, biasanya saya dan Nuri suka membuatkan ringkasan di kertas A-4 sehingga bisa difotokopi dan dibagikan satu-satu ke anak-anak. Kalau ada ujian atau sejenisnya, paling anak-anak belajar dari catatan seadanya.

Tak lama setelah anak-anak sekolah ashar, bel pun berbunyi. Anak-anak harus mulai ujian matematika.

Saya dan Nuri pun menyusun strategi untuk keesokan harinya. Misalnya meminta anak-anak menuliskan nama, alamat, dan sekolah (setingkat SMU) yang akan dituju. Kami memerlukan alamat anak-anak katerna tak satu pun di antara murid Al-Huda yang punya nomor telepon, sehingga nanti kalau ada yang perlu diinformasikan sesuatu kami harus mendatangi rumahnya satu-satu.

Sambil menunggu, saya dan Nuri pun mengobrol ngalor ngidul di samping ruang kelas tempat anak-anak ujian. Kami juga sempat ngobrol dengan seorang ibu dari Cileunyi yang sedang mengantarkan anaknya ikut ujian. Dia bercerita bahwa anaknya menangis selama 2 hari saat tahu tidak lulus UN, dan sebagai ibu pun ia turut menangis rasanya. Ia juga bercerita bahwa ia baru tahu ujian Paket B-nya sehari sebelumnya, sehingga kami pun tahu bahwa ternyata kabar yang mendadak tidak hanya terjadi di sekolah kami melainkan di sekolah lain juga. Dari hari sabtu hingga senin ia terus mencari informasi ke sekolah anaknya mengenai ujian paket B, tapi baru menddapat kabar hari Senin, tepat sehari sebelum ujian paket B.

Akhirnya ujian pun selesai sekitar pukul 17.oo. Saya, Nuri dan anak-anak pun telah bersiap untuk pulang. Anak-anak tampak sedikit lebih tenang dibandingkan ketika pagi hari. Tapi mereka tentu lelas sekali. Saya sarankan mereka untuk segera tidur setelah pulang, agar tak lelah keesokannya.

Ketika menuju gerbang SMU 8 untuk pulang, kami bertemu dengan mantan gurunya Nuri, Bapak Guru ini sempat berceloteh,”Gagal 3 ujian semua. Kalau kemarin yang kasian yang paket C. Itu tuh yang asalnya dari sekolah kejuruan, kayak STM, SMEA, dan macem-macem waktu ujian paket C bingung karena mesti ujian tata negara juga, sosiologi juga, dan banyak lagi, padahal dulu selama sekolah belum pernah belajar.”

Begitu banyak cerita yang didapatkan dalam sehari, tunggu kelanjutan untuk cerita hari kedua dan ketiga.

Comments

Anonymous said…
Bu guru... terima kasih yah...

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)