Pak Sumardianta dan Saya (Bagian 1)





Saya mengenal Pak J Sumardianta cukup lama. Tahun 2012 saya menjadi peserta Konferensi Guru Nasional (KGN) di Atma Jaya. Salah satu sesi yang saya ikuti diisi oleh seorang guru SMA SMA De Britto, Yogjakarta. Guru tersebut Pak Sumardianta.
 
Pak Sumardianta bercerita tentang program live in di sekolahnya. Di sekolah tersebut, program live in bukan sekadar tinggal bersama warga, tetapi turut hidup bersama warga. Siswa-siswa SMA De Britto, yang semuanya laki-laki, ikut hidup bersama pemulung, tinggal di panti jompo, dan berbagai tempat lainnya. Kalau mereka tinggal di rumah pemulung, mereka akan ikut bekerja bersama pemulung, memakan apa yang dimakan pemulung, tidur di rumah pemulung, tidak diistimewakan. Anak yang tinggal di panti jompo, ikut bekerja di sana, menemani orang-orang tua membersihkan diri (menceboki orang tua di panti jompo). Sambil tinggal di sana, para siswa secara tidak langsung merenungi hidupnya. Siswa yang tadinya jijikan dengan kotoran, setelah ikut memulung, belajar untuk tidak jijikan lagi. Siswa yang tadinya memiliki relasi kurang baik dengan orang tuanya, setelah hidup berhari-hari bersama orang tua di panti, pulang dengan melihat orang tuanya dengan perspektif baru. Pak Sumardianta menceritakan kisah-kisah ini tidak dengan mendayu-dayu, tetapi diselingi humor yang membuat seluruh peserta tertawa terbahak-bahak.
 
Saya ingat, Pak Sumar bercerita tentang orang-orang tua khawatir keadaan anak-anaknya selama program live in berjalan. Ketika orang tua menelepon para guru untuk menanyakan keadaan anaknya, para guru dengan santainya menjawab, "Anak Ibu/Bapak baik dan sehat. Terima kasih". Telepon ditutup tanpa penjelasan lebih lanjut. Sampai hari ini, sesi Pak Sumardianta merupakan salah satu sesi terbaik tentang pendidikan yang saya ikuti. Cara Pak Sumardianta presentasi sangat lucu, menarik, tetapi isi presentasinya sangat berbobot.
 
Saat itu, saya belum tahu kalau Pak Sumardianta merupakan penulis terkenal. Di kemudian hari saya menemukan buku Pak Sumardianta di Gramedia, "Guru Gokil Murid Unyu". Saya kemudian memfollow twitternya, sesekali mengirimkan twit padanya. Itulah awal pertemanan saya dengan Pak Sumardianta. Siapa sangka, perkenalan tersebut menjadi salah awal yang sangat penting dalam hidup saya.

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)