Posts

Showing posts from 2009

Kisahku Bersama Lagu "Negeri di Awan"

Tulisan Bu Nina tentang 3 Cinta di "Sang Pemimpi" mengingatkan saya akan lagu 'Bisa Lebih Bahagia' oleh Nugie http://www.youtube.com/watch?v=MmweNfbQMik Liriknya begini : Kita mungkin bisa lebih bahagia, Bila yang dirasa hanya cinta Kita mungkin bisa lebih bahagia, Bila di dunia beda tak nyata Hidup di setiap hati tampak murni, Tanpa benci Mungkinkah dalam sehari, Dunia mau bersaksi Bahwa cinta kan membawa damai Sehingga semesta raya Lantang membuka suara Hiduplah manusia dalam cinta cinta Semoga guru-guru Indonesia bisa menjadi guru yang dipenuhi cinta. Ngobrol-ngobrol tentang lagu, salah satu kenangan saya sewaktu saya masih SMU adalah belajar bahasa Indonesia menggunakan lagu. Guru bahasa Indonesia saya, Bu Lis, selalu menyiapkan pelajaran dengan sangat baik. Ia menyulap surat pembaca, artikel opini, dan iklan di koran menjadi media pembelajaran di kelas. Tapi salah satu kelas yang paling berkesan bagi saya adalah sewaktu ia mengajarkan mengenai "majas".

[Reposting dari fb] Obrolan di Akhir Pekan

Seminggu yang lalu, saya mengunjungi semacam sebuah bazar, tapi di sana banyak stand organisasi2x macam-macam. Kebanyakan organisasi lingkungan. Tapi saya lama terhenti di sebuah stan. Yakni stan Amnesty International (www.amnesty.org). Well, saya lama berhenti di stan itu bukan karena saya tertarik bergabung. Tapi gara2x sebuah obrolan dengan penjaga stan. Gara2x obrolan itu saya lama berbincang-bincang dengan penjaga stan. Seperti biasa, penjaga stan menyapa saya,"Hi" "Hi" sapaku sambil tersenyum "Have you ever heard about the amnesty?" tanyanya, mencoba membuatku tertarik. "Yes, I know JK Rowlings have worked there before." "Who?" "JK Rowlings, the one who wrote Harry Potter," kataku sambil mengingat-ingat bener gak yah. Hehe "Realy? I didn't know that. I knew she funded the Amnesty a lot, but I never know she worked here" "Yes, working in the amnesty was one of the things that inspired her to write Harry

Review Film: Not One Less

Image
Bagi saya, film " Not One Less " adalah sebuah film yang cantik. Filmnya mengenai seorang guru pengganti di sebuah daerah rural di Cina. Ini bukan film tak mengambbarkan heroisme yang berlebihan dan ideal (seperti beberapa film-film holywood yang pernah saya tonton, tetapi lebih bersifat realistik, mengenai kondisi sekolah-sekolah di daerah terpencil. Yang tentunya mengingatkan saya akan kondisi di Indonesia. Sinopsis Guru yang asli di sekolah ini bernama Pak Guru Gao. Satu sekolah hanya ada satu guru. Hmm.. mengingatkan saya atas beberapa kondisi sekolah di tanah air. Karena ada keperluan yang sangat mendesak, ibu dari Pak Guru Gao sedang sekarat. Tak ada pilihan lain ia harus meninggalkan sekolah selama 21 hari untuk mengurusi ibunya. Mayor dari desa tersebut (mungkin semacam kepala desa) telah mencarikan seorang guru pengganti dari desa sebelah. Namanya Ibu Guru Wei Minzhi. Ibu Guru Wei Minzhi bukanlah seorang guru profesional. Jangankan menjadi guru profesional, lulus SM

Lagi Tentang UN, Jangan Paksa Kami !

Lagi Tentang UN, Jangan Paksa Kami ! ENTAH tulisan ini mau digolongkan jenis tulisan apa, saya tidak peduli. Saya juga tidak ambil pusing kalau karena tulisan ini saya dan kawan-kawan dicap merengek-rengek, manja atau apa pun. Yang saya mau dengan tulisan ini hanyalah agar “yang empunya kuasa” di pusat kekuasaan, mau membuka mata dan hati untuk peduli pada kondisi real yang kami alami di pelosok Indonesia ini. Saya adalah seorang guru pada sebuah Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD, NTT). Cita-cita untuk menjadi guru yang kemudian menjadi kenyataan tampaknya sudah merupakan “warisan” dari ayah saya Aloysius Bulu Malo (alm) yang sampai akhir hayatnya tetap mencintai profesinya sebagai guru. Tidak hanya itu, almarhum berhasil “menjerumuskan” kami enam orang anaknya untuk menjadi guru. Dengan demikian, yakinlah, profesi guru telah menjadi panggilan kami. Jadi jelaslah, bahwa kepedulian yang saya maksud di atas bukanlah rengekan agar saya dan teman-teman guru diman

Bertemu Tibetian Monks

Image
Beberapa hari yang lalu saya mengunjungi perpustakaan pusat Bristol. Menurut teman saya ada beberapa Tibetian Monks dari Tashi Lumpo Monestry yang sedang membuat lukisan dengan pasir . Saya sangat tertarik ingin mengetahui teknik pembuatan lukisannya. Pasir berwarna diletakkan ke dalam sebuah corong logam lalu di samping corong ada bagian bergerigi. Bagian ini digesek-gesekan dengan sebuah alat, sehingga pasir keluar secara perlahan. Wow mengerjakan lukisan tersebut benar-benar membutuhkan kesabaran. Para Tibetian Monks dari Tashi Lumpo Monestery ini juga berjualan berbagai barang seperti gelang, kartu pos, hiasan dinding, karena mereka sedang mengumpulkan dana untuk pembebasan Panchen Lama yang bernama Gedhun Choekyi Niyam , salah satu tahanan politik paling muda di dunia . Saat saya sedang melihat-lihat barabf-barang yang dijual oleh para monks, saya terpana pada sebuah hiasan dinding berwarna jingga. Tulisannya begini: THE PARADOX OF OUR AGE We have bigger houses but smaller famil

Guru-guru yang istimewa: Mereka yang memiliki kekuatan dari dalam

Seorang rekan guru, yang juga seorang trainer baru kembali dari sebuah daerah yang pernah (atau masih?) mengalami konflik di Indonesia. Di sana ia meminta para guru-guru menceritakan pengalaman pertama mereka mengajar. Dan ini adalah salah satu kisah mengenai seorang guru yang punya kisah luar biasa. (Saya akan gunakan nama samaran untuk menggantikan nama aslinya) Tiba giliran seorang ibu guru bernama Ibu ABC. Beliau ternyata telah mengajar lebih dari 25 tahun! Wah, hebaaattt...Ibu ABC bercerita bahwa ketika beliau mulai mengajar adalah di suatu desa (saya lupa namanya) yang menjadi awal peperangan Pihak X dengan Pihak Y. Beliau bercerita, ketika itu baik X maupun pasukan Y tidak pandang bulu. Mereka menyerang, masuk ke sekolah2 ketika anak2 sedang belajar, bahkan ada yang menghadapi ujian seperti sekolah ABC saat itu. Dengan berapi-api Ibu ABC menceritakan bagaimana ia melawan X yang masuk dengan paksa dan berusaha menyelamatkan anak2 dengan membawa mereka keluar dari sekolah mengung

Guru: Meninggalkan kesan yang mendalam meski dengan cara yang sederhana

It was Miss Emily herself who taught us about the different counties of England. She'd pin up a big map over the blackboard, and next to it, set up an easel. And if she was talking about, say, Oxfordshire, she'd place on the easel a large calender with photos of the county. She had quite a collection of these picture calenders, and we got through most of the counties this way. She'd tap a spot on the map with her pointer, turn to the easel and reveal another picture. There'd be little villages with streams going through them, white monuments on hillsides, old churches beside fields; if she was telling us about a coastal place, there'd be beaches crouded with people, cliffs with seagulls. I suppose she wanted us to have a grasp of what was out there surrounding us, and it's amazing, even now, after all these miles I've covered as a carer, the extent to which my idea of the various counties is still set by these pictures Miss Emily put uo on her easel. I'

Pertama kali

Petama kali merasa Perasaan yang tidak pernah dirasakan sebelumnya Tanpa ambisi Tenang, tenang sekali Bismillah

sharing tulisan yang berkesan

Saya hari ini membaca buku yang bagus sekali (menurut saya), judulnya Voices in a Seashell: Education Culture and Identity Ada satu potongan yang sangat berkesan di hati saya, menyangkut pentingnya identitas kultural yang mengingatkan saya akan salah satu falsafah pendidikan di INS Kayu Tanam, Sumatra Barat : Jadilah engkau jadi engkau. Sekolah mengasah kecerdasan akal budi murid, bukan membentuk manusia lain. (http://iti-ins.com/moduls.php?op=sis_article&category_id=255&article_id=96)) Saya ingin berbagi potongan tulisan yang berkesan bagi saya. Tulisan ini dibuat oleh Sir Geffrey A. Henry, Perdana Menteri Cook Island. Semoga bermanfaat. :) --- Education is in fact, just one component of the culture of the community. That education should be "for culture" is like saying a fish's tail is "for the fish", the horse's hoof is for the horse. Surely each serves a purpose. .... I assure you that we are not suggesting that our schools abandon western educa

Kontroversi

Saya salut pada semua teman-teman yang terlibat film cin(T)a, karena berani mengangkat sebuah isu yang kontroversial. Menurut Samaria, itulah beruntungnya percaya pada yang Maha Kuasa. "There is nothing to loose." Kalau memang jalan terbaik, ya segalanya akan dimudahkan, kalau bukan, ya ya sudah artinya it is not meant to be. Menonton film cin(T)a saya merasa menjadi lebih kuat dan lebih berani. Selama ini tak banyak yang tahu bahwa sejak tahun 2007 saya diliputi kegelisahan akut karena selama 2007-2008 saya mengadvokasi korban UN. Dan saya melihat ketidakadilan yang begitu sulit saya ungkapkan terkadang. Bahkan ketika bercerita dengan sahabat-sahabat terdekat saya hanya bisa menangis, sehingga kadang mereka tak tahu cerita selengkapnya. Yang tahu bagaimana perasaan saya terutama hanya Mbak Anug, dan Angga yang benar-benar ikut proses advokasi bersama saya. Dan juga Pak Dan, teman konsultasi saya sepanjang tahun. Kami marah, nangis begantian, dengan perasaan tercabik-cabik. S

cin(T)a

Saya baru menonton premiere cin(T)a di London. Film ini masih belum diputar di Indonesia, karena masih dalam proses sensorship, maklum isunya cukup sensitif, tentang hubungan beda agama, ras, suku, dan juga kelas. Kamis malam saya tiba di London, teman saya tempat saya biasa menebeng sedang di luar kota sehingga saya memutuskan untuk menginap di wisma merdeka, tempat menginapnya guru rajut saya, sekaligus penghuni DU65 tempat saya biasa nebeng dulu selama di Bandung, Mbak Danti. Saya sampai London jam 11 malam, belum booking tempat di wisma, saya berharap-harap saya diizinkan masuk. Ya nomor 44! Ini rumahnya, saya ketuk-ketuk dan saya kaget. Pintu dibukakan oleh wajah yang saya kenal melalui trailer film cin(T)a, sang pemeran utama Sunny Soon. "Mau mencari siapa ya?" katanya dengan suara halus. "Ingin menanyakan ada tempat untuk menginap tidak malam ini di sini." Jawab saya. Untuk pengelola wisma, berbaik hati mengizinkan saya tinggal di sana, asal penghuni yang lai

Sharing film tentang bullying

Sheito Shokun (bisa dilihat di: http://www.mysoju.com/seito-shokun/) merupakan sebuah drama Jepang mengenai bullying. Walau film ini merupakan sebuah drama, what can be called as 'not so real', sebenarnya banyak hal dalam film ini yang merupakan isu-isu yang penting dalam pendidikan. Film ini awalnya sangat buram, menggambarkan siswa-siswa yang tidak percaya pada guru. Warna film ini begitu gelap, bercerita tentang remaja-remaja yang marah, kejam, dingin, dan juga nakal. Naoko, seorang guru lulusan universitas kependidikan, baru pertama kali mengajar di sana. Yang menarik adalah bagaimana Naoko dengan penuh kesadaran begitu mencintai profesi keguruan. Ia dianggap berasal dari sebuah universitas yang biasa saja saat ingin mendaftar. Saat ditawari untuk mengikuti kuliah lagi 'demi memungkinkan kenaikan pangkat' (bukan untuk belajar loh), agar kelak ia bisa jadi pejabat di sebuah kementrian pendidikan ia mengatakan, "Saya mau menjadi guru dan memang tidak berharap unt

Kangen

Saya masih ingin menjadi seorang guru Ya, saya ingin mencari pengalaman sebanyak-banyaknya Mungkin saya memang rehat beberapa tahun ini Mencoba hal-hal lain selain mengajar Tapi saya ingin kembali menjadi guru Saya ingin mengajar, bukan dengan kurikulum internasional Saya ingin mengajar dengan kurikulum nasional Itu cita-cita saya dan masih menjadi cita-cita saya Mengajar sebaik-baiknya dengan kurikulum nasional

PD VI

Seperti biasa.. Heboh.. Detail kehidupan yang begitu mencengangkan Hidupmu kaya kawan Seperti dirimu yang begitu unik Dan aku menyayangimu Sadarkah kita, betapa banyak keanehan yang kita lalui? Hal-hal yang mengerikan lalu diakhiri dengan tawa? Malan-malam yang membuat hati jantungan Lalu kita tertawa lagi Selamat melangkah Dengan berani Dan bahagia

Suka ekstrak ini :)

Di dalam hidup, ada tahap-tahap dalam pertumbuhan dan perkembangan. Seorang anak belajar untuk tengkurap, duduk, merangkak, dan baru kemudian berjalan dan berlari. Setiap tahap penting dan setiap tahap membutuhkan waktu. Tidak ada tahap yang bisa diloncati. Hal ini penting dalam setiap aspek kehidupan, di setiap area perkembangan baik ketika belajar bermain piano, berkomunikasi secara efektif, ataupun bekerja dengan associate (perusahaan?). Ini penting bagi individu, pasangan, keluarga, maupun organisasi. Kita tahu dan bisa menerima fakta mengenai teori mendasar ini di bidang yang besifat fisik, tapi untuk mengertinya dalam area emosi, hubungan antar manusia, dan bahkan pembentukan karakter pribadi, tampak tak biasa, dan lebih sulit. Dan bahkan, saat kita mengerti, untuk menerimanya dan hidup dengannya dalam harmoni lebih tampak tak biasa lagi dan jauh lebih sulit. Akibatnya, kadang kita mencari jalan pintas, berharap bisa meloncati beberapa tahap-tahap penting untuk menghemat waktu da

Perempuan

Jumlah perempuan di dunia ini banyaaak sekali. Dan saya yakin, setiap perempuan punya definisi tersendiri mengenai apa yang disebut 'perempuan'. Walaupun mungkin diantara sekian banyak definisi akan ada kemiripan satu sama lain, pasti juga banyak definisi yang mungkin berbeda atau malah bertentangan satu sama lain. Saya jadi ingat, dulu saya tinggal di sebuah kosan yang isinya hampir semua perempuan. Setidaknya selalu ada 20 penghuni perempuan di kosan itu. Memang hanya 20, tapi dari situ saja sudah bisa terlihat bahwa setiap perempuan unik, dan masing-masing punya definisi tersendiri tentang perempuan. Salah satu teman kos saya, suka mencak-mencak ke saya, bahwa saya kurang cewek banget. Sering malas pakai lotion, ngomong suka ceplas-ceplos, gak ada manis-manisnya. Seroang teman kos saya yang lain, bagi dia juga kurang cewek (bukan ngak cewek loh), mungkin karena gayanya suka judes dan dandanannya mungkin terlihat feminim. Bagi saya, teman saya yang terlihat judes ini, malah

kompleks

Set dah, kompleks banget sistem pendidikan di Indonesia sejak dulu kala.

Review Film: "Ikhsan: I Love You Mama"

Image
Awal film ini bikin frustasi karena film ini diawali sebuah adegan seorang guru membentak seorang anak untuk membaca suatu bagian dari suata buku. Bukan hanya itu. Gurunya pun galak tak kepayang. Saking galaknya yang nonton ikut merasa ngeri. Serem. Bagaimanapun juga, film "Iksan: Mama I Love You" mengangkat teman yang cukup unik, yakni tentang seorang anak yang dyslexsia. Ikhsan, seorang murid sekolah dasar dua kali ngak naik kelas. Sayangnya, ia tak mendapatkan support yang memadai. Teman-temannya pun sering mengejeknya, mengecapnya bodoh. Guru-guru di sekolahnya pun melakukan hal yang sama. Berulang kali ia di cap bodoh, sehingga tentu, akhirnya ia sendiri menjadi frustasi. Digangu terus-menerus, pada akhirnya Ikhsan terlibat suatu perkelahian dengan kakak kelasnya. Guru dan kepala sekolahnya makin marah tentunya. Ikhsan begitu sering mendapat nilai nol. Pihak sekolah lepas tangan. Ikhsan, terpaksa harus dikeluarkan. Di rumah, Ikhsan selalu dibandingkan dengan kakaknya yan