Posts

Teknologi Pendidikan Untuk Indonesia yang Murah, Terjangkau, dan Mudah Digunakan: Mungkinkah?

Image
"Merevolusi Pendidikan Dasar untuk Indonesia Emas 2045" adalah tema diskusi Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik) yang diadakan pada Rabu, 6 November 2024 lalu. Pak Ahmad Rizali (Nanang) menyampaikan presentasi tentang perlunya kebijakan yang fokus pada peningkatan mutu SD/MI, salah satunya melalui peningkatan mutu pendidikan guru, mulai saat calon guru berkuliah S1 di LPTK dan pendidikan guru yang sudah jadi guru.  Tampaknya, hampir semua peserta setuju bahwa peningkatan mutu guru adalah salah satu kebijakan strategis.  Namun, salah satu peserta lain, Prof Iwan Pranoto, mengingatkan bahwa peningkatan mutu guru itu ideal, tetapi dalam kondisi Indonesia saat ini, strategi itu tidak cukup. Kondisi riil, masih ada sekolah-sekolah yang tidak ada gurunya. Juga, ada kalanya gurunya harus meninggalkan siswa untuk mengikuti berbagai program pelatihan guru. Akhirnya, siswa ditinggal. Jelas, siswa dirugikan. Maka Pak Iwan Pranoto menganggap, meningkatkan mutu guru saja itu tak cukup untu

Prinsip-prinsip dasar kurikulum: beberapa contoh

Image
 Filosofi Kurikulum Resmi biasanya terdiri dari tujuan kurikulum dan prinsip-prinsip dasar kurikulum.  Di dalam Kajian Akademik Kurikulum Merdeka (Maret, 2024), dinyatakan bahwa ada 3 prinsip perancangan Kurikulum Merdeka, yakni: ⦁ Memastikan dan mendukung pengembangan kompetensi dan karakter ⦁ Fleksibel  ⦁ Berfokus pada muatan esensial.  Setiap kurikulum resmi mungkin menjelaskan prinsip-prinsip kurikulumnya dengan cara yang berbeda. Sebagai contoh, kurikulum Merdeka punya 3 prinsip utama menggunakan kata-kata yang singkat dan mudah diingat. Berbeda dengan kurikulum merdeka, kurikulum Singapura, misalnya menjelaskan bahwa prinsip-prinsip kurikulumnya dirancang berdasarkan beberapa nilai-nilai dasar pendidikan yang dipercaya (ada tiga nilai dasar). Hongkong menguraikan 7 prinsip pengembangan kurikulum yang jadi panduan untuk mengembangkan kurikulum sekolah.  Di dalam Kurikulum Singapura, dinyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar kurikulum didasarkan pada nilai-nilai yang diyakini b

Perbandingan Kurikulum Beberapa Negara

Image
Salah satu keterampilan yang perlu dimiliki guru adalah kemampuan membandingkan kurikulum resmi. Namun, sebelum membandingkan kurikulum resmi, ada baiknya guru mengenal berbagai komponen-komponen kurikulum, misalnya filosofi kurikulum (tujuan dan prinsip-prinsip dasar kurikulum), kerangka kurikulum, dan sebagainya. Apakah tujuan kurikulum  merdeka berbeda jauh dari tujuan kurikulum Indonesia sebelumnya? Apa persamaan dan perbedaan antara kurikulum resmi yang digunakan di Indonesia dan di negara lain? Pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan membandingkan tujuan kurikulum yang tertera pada berbagai dokumen kurikulum resmi. Berikut ini adalah tujuan beberapa kurikulum resmi. Apa saja hal-hal yang disadari saat melihat perbandingan tujuan ini?

Komponen-komponen Kurikulum Resmi

Image
Kurikulum resmi ( official curriculum ) tidaklah sama dengan kurikulum yang diimplementasikan oleh guru ( enacted curriculum ).  Sebelum mengimplementasikan sebuah kurikulum resmi, guru perlu membaca kurikulum resmi terlebih dahulu. Namun, kemampuan membaca kurikulum resmi juga memerlukan teknik tersendiri. Sebelum mengajarkan calon guru membaca kurikulum resmi saya biasanya memperkenalkan komponen-komponen kurikulum resmi dulu. Saya memberikan dokumen kurikulum resmi kepada calon guru (kadang menggunakan lebih dari satu kurikulum resmi) dan meminta calon guru mengidentifikasi masing-masing komponen.  Kadang ada sedikit perbedaan antara kurikulum resmi yang satu dengan yang lainnya. Nama-nama komponen kurikulum pun kadang agak berbeda. Tidak masalah. Yang penting calon guru paham cara membaca kurikulum resmi apapun.  Kemampuan mengidentifikasi komponen kurikulum resmi menjadi dasar untuk membandingkan kurikulum-kurikulum resmi yang berbeda. Misalnya Calon guru dapat berlatig membandink

Kesiapan Guru Mengembangkan Kurikulum dan Pendidikan Guru yang Baik

Image
Di dalam buku "Powerful Teacher Education: Lessons from Exemplary Programs" karya Linda Darling-Hammond, et. al. (2006), ada kisah tentang seorang guru. Guru tersebut menceritakan pengalaman mengajarnya pertama kali. Dia mengajar di sekolah yang tidak punya kurikulum yang lengkap dan jelas dan bahan-bahan ajar yang terbatas. Meskipun begitu, guru tersebut merasa pengalamannya menempuh pendidikan guru di perguruan tinggi telah mempersiapkannya untuk hal tersebut. Sejak dulu, kurikulum resmi yang disediakan oleh negara bukanlah suatu kebenaran mutlak yang harus diikuti. Fungsinya lebih sebagai petunjuk, mempermudah guru dalam melakukan persiapan pembelajaran tetapi tidak perlu diikuti begitu saja. Sejak dulu sekolah memang harus mendesain kurikulumnya sendiri. Kini namanya Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP), ada masanya namanya adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Namun, adalah mustahil bagu guru kebanyakan untuk mengembangkan kurikulumny

Kurikulum Nasional dan Realitas Guru Indonesia: Refleksi dari Lapangan

Image
Sekitar 10 tahun lalu, jauh sebelum adanya kurikulum merdeka, 100 orang guru sedang berkumpul di sebuah seminar. Seorang  pendidik yan menjadi pembicara di acara tersebut bertanya, "Siapa di sini yang pernah membaca dokumen kurikulum (resmi)?" Tak seorang pun mengangkat tangan. Ternyata hampir semua guru yang hadir di sana memahami kurikulum berdasarkan hasil interpretasi pihak lain, misalnya interpretasi dari penerbit (dalam wujud buku teks), interpretasi dari pemateri saat bimbingan teknis kurikulum atau dari pelatihan guru, dan banyak lagi. Untuk keperluan administrasi, dari dulu sudah ada oknum-oknum yang menawarkan menjual paket kurikulum ke sekolah-sekolah. Biasanya isinya kumpulan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran RPP), dan sebagainya. Sampai sekarang pun, oknum-oknum semacam itu masih ada. Kita bisa melihat, sampai hari ini pun, di grup-grup guru ada yang menawarkan paket-paket kurikulum merdeka berupa beragam modul ajar bahkan sampai paket video a

Guru, Jangan Jadi Sekadar "Pengimplementasi Kurikulum"

Saya pernah mengajar mata kuliah terkait kurikulum. Peserta mata kuliah tersebut adalah calon guru matematika, mahasiswa tingkat tiga di Fakultas Pendidikan. Sebelum mengajar, saya memberikan calon guru artikel "Teacher as Transformatory Intellectuals" karya Henry Giroux dan mengajak mahasiswa mendiskusikannya.  Saya berharap setelah mengikuti mata kuliah yang saya ampu, calon guru punya kesadaran bahwa mereka boleh memilih atau tidak memilih untuk mengikuti kurikulum resmi (baik yang disediakan oleh pemerintah, lembaga tertentu, ataupun sekolah) selama keputusan tersebut diambil berdasarkan basis keilmuan pendidikan yang mereka pelajari selama ini. Kurikulum resmi apapun tidak boleh dianggap kebenaran mutlak.  Artikel yang ditulis oleh  tersebut mengatakan bahwa ada dua pandangan mengenai guru. Pandangan pertama, guru sebagai teknisi yang tugasnya hanya mengimplementasikan kurikulum yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini guru tidak dianggap tidak memiliki kapasitas intelekt